Lorraine kadang bertanya-tanya, apa yang akan wanita-wanita munafik itu lakukan jika tertangkap basah sedang telanjang bulat di ranjang seorang pria? Dan pria itu bukan suami mereka.
Mereka akan menikahinya. Itu pasti. Namun, bagaimana jika pria itu enggan bertanggung jawab? Ayah mereka mungkin akan mencarikan pria lain.
Senyum mengejek muncul di bibirnya. Apa keputusannya saat itu salah? Tidak, tentu saja tidak. Bahkan jika sekarang statusnya hanya perawan tua—bukan, sebutan perawan sudah tidak tepat. Bahkan jika sekarang dia hanya wanita menjijikkan yang kesepian, dia tidak pernah menyesali keputusannya.
Jika ada penyesalan, itu pasti karena dia tidak bisa membalaskan penderitaannya. Karena tidak mampu mengungkapkan kebenaran dari kejadian beberapa tahun yang lalu.
Malam itu terlalu ramai. Semua orang menatapnya dengan benci dan jijik. Mereka mencaci dan memaki tanpa membiarkannya membuat pembelaan apa pun. Bahkan amarahnya sendiri tertelan oleh banyaknya amarah orang lain.
Dia—Lady Lorraine MacLaren—putri tunggal Laird of Bunchrew—Bhaltair MacLaren—yang terhormat, ditemukan tanpa busana di ranjang penginapan bersama seorang pria. Jangankan orang lain, bahkan ayahnya sendiri sangat terkejut sampai jatuh pingsan di tempat.
Meskipun Highland tidak seketat kota-kota Skotlandia yang penuh bangsawan, tetapi tempat ini masih menjunjung tinggi nilai kehormatan. Siapa pun yang membuat skandal, hidupnya tidak akan berjalan dengan baik.
Pagi setelah malam itu berlalu, Bhaltair MacLaren datang membuka pintu kamar yang dikunci semalaman dari luar. Kedua mata Lorraine hitam dan sembab, pipinya merah jejak telapak tangan, penampilannya sungguh berantakan.
"Ayah, mereka menjebakku! Apa kau sungguh tidak percaya pada putrimu?" Dia masih mengharapkan jawaban 'ya' dari ayahnya. Namun, itu ternyata tidak pernah keluar dari mulut mulut sang laird.
"Percaya ataupun tidak, semua orang sudah menganggapmu sebagai wanita yang kotor. Aku memberimu dua pilihan," ucap Bhaltair dengan mata terkulai. Kain merah kotak-kotak di pinggangnya yang seharusnya terlihat agung justru tampak kusam dan suram.
"Pilihan apa?" Suara Lorraine nyaris tak terdengar.
"Menikah dengan pria itu atau berdiri di belakangku membantu mengurus perkebunan? Jika kau memilih menikah, aku berjanji reputasimu akan pulih. Dan kau mungkin akan menjadi istri yang bahagia dengan beberapa keturunan."
"Bagaimana jika aku memilih mengurus perkebunan?" tanya Lorraine sambil menggertakkan gigi.
Ayahnya menatap dengan dingin. "Maka jangan pernah berpikir kau masih bisa bersenang-senang. Karena sejak saat itu, kau akan diasingkan dan hanya bisa hidup dalam bayang-bayang!"
Lorraine mengepalkan telapak tangannya. Tanpa ragu dia menjawab tegas, "Aku tidak akan menikah dengan siapa pun."
Sesaat ekspresi wajah Bhaltair menggelap, giginya saling bergemeletuk, sebelum akhirnya dia berbalik badan menuju pintu. "Jangan menyesal dengan pilihanmu," desisnya yang kemudian membanting pintu.
Kedua mata Lorraine terpejam. Lalu hidupnya hancur sejak hari itu.
"Lady, undangan dari Bac." Suara Tira membangunkan lamunan Lorraine. Dia melihat surat undangan di tangan pelayan pribadinya yang diangsurkan ke meja. "Jika Your Ladyship tidak ingin hadir, katakan saja pada Milord."
Lorraine tidak membalas. Surat itu berpindah ke tangannya, lalu terbuka. Pesta tahunan para laird di seluruh Highland Skotlandia akhirnya tiba. Undangan itu sampai di tangannya, yang berarti ayahnya ingin dia datang.
Akhir-akhir ini dia memang sudah memikirkan tentang pesta itu. Sejujurnya dia tidak ingin datang, pasti akan ada banyak wajah-wajah yang tidak disukainya. Namun, ayahnya pasti sengaja melakukan ini.
"Tidak apa-apa. Kita akan datang," ucap Lorraine dengan datar. "Siapkan pakaianku. Aku tidak ingin terlalu mencolok malam ini. Jangan membuat kesalahan, Tira."
"Baik, My Lady."
Tira mengeluarkan pakaian untuk lady-nya. Gaun biru muda berbahan sutra murahan dengan potongan yang sederhana, korset dan kamisol senada, diletakkan di atas ranjang. Wig serta topeng juga dikeluarkan.
Wajah Tira tampak menimbang-nimbang, mungkin berpikir apakah pakaian itu akan cocok untuk sang lady. "Itu cocok. Aku akan memakainya. Jangan lupa siapkan kain pengikat dada," ujar Lorraine.
Tira langsung menoleh, lalu tatapannya tertuju ke arah dada Lorraine yang penuh di balik pakaian. Ada penolakan di balik wajahnya. "Itu tidak akan berhasil," katanya. Dengan ukuran sebesar itu, apa kain pengikat akan berhasil memperkecil?
"Aku akan mengaturnya." Lorraine segera berdiri setelah mengatakan itu. Suaranya terdengar dingin. "Sudah kukatakan, jangan mencolok!"
"Baik, saya mengerti," lirih Tira. Menjadi pelayan pribadi Lorraine selama bertahun-tahun membuatnya mengerti bagaimana karakter sang lady. Sejak kejadian malam itu, sikapnya memang banyak berubah. Ini masih belum seberapa jika dibandingkan dengan seberapa ketusnya Lorraine pada masa awal-awal kejatuhan hidupnya.
"Siapkan air rendaman untukku," perintah Lorraine kemudian, "gunakan aroma lavender."
"Baik."
Tira memenuhi semua keinginan Lorraine. Beberapa saat kemudian persiapan mandi sudah selesai dan Lorraine pun memasuki bak mandi yang terbuat dari timah. Aroma lavender yang menenangkan langsung memasuki hidungnya.
Dia bersandar di dinding bak. Kedua matanya terpejam. "Semua orang sudah pergi," ucapnya lirih.
"My Lady mengatakan sesuatu?"
"Kenapa kau tetap tinggal bersamaku?" Kemudian Lorraine membuka matanya, menatap dalam pada Tira, lalu menyiram bahunya yang telanjang dengan air yang mengucur dari sela-sela jari lentiknya. "Apa kau tidak bosan?"
"Semua orang pergi. Itulah kenapa saya tetap di sini, agar Your Ladyship tidak sendirian." Tira melangkah ke belakang bak mandi. Tangannya turun memijat pundak Lorraine. Kulitnya yang halus langsung menyambut telapak tangannya.
"Saya akan mendengarkan apa pun jika ada yang ingin Anda katakan," lanjutnya.
Lorraine terdiam sambil menikmati pijatan Tira. Hanya wanita itu yang mau bertahan bersamanya. Wanita itu yang menjaga dan menemaninya setelah hidupnya berubah menjadi kacau.
"Maaf, aku banyak menyusahkanmu."
"Tidak. Saya tahu jelas apa yang terjadi. Hari itu, bukankah para lady di Hell's Pleasure yang memulai? Mereka bertindak begitu jauh, tetapi kenapa Your Ladyship bungkam sampai sekarang?"
Emosi di hati Tira membuat pijatannya mengencang. Lorraine merintih lalu pijatan Tira terlepas. "Maaf ...."
Lorraine menggeleng. Beberapa saat kemudian berkata, "Siapa yang akan bisa percaya padaku? Tidak ada bukti dan reputasi banyak orang akan dihancurkan. Bahkan jika mereka diam, beberapa laird tidak akan membiarkanku hidup dengan baik."
"Lalu kenapa Lord Bhaltair tidak berbuat apa-apa?"
"Ayahku ... mungkin terlihat kejam, tetapi sebenernya dia melakukan ini agar orang-orang itu merasa tenang. Jika aku berkeliaran dengan bebas, mereka akan merasa cemas dan mungkin akan melakukan sesuatu. Terutama untuk membahayakanku."
Tira menjadi cemas. Dia segera berjongkok di sisi bak mandi, lalu menatap Lorraine dengan waspada. "Kalau begitu jangan pergi ke pesta ini," ucapnya dengan sungguh-sungguh. Pesta tidak lebih penting dari nyawa sang lady.
"Tidak ada yang akan mengenaliku. Jangan khawatir."
Akhirnya Tira berusaha keras mengatur penampilan Lorraine. Setelah selesai mandi, dia membantu majikannya mengenakan pengikat dada yang cukup kuat hingga ukurannya yang besar mampu disamarkan.
Lorraine mengenakan korsetnya yang terasa longgar. Mungkin berat badannya menyusut berkat kekhawatirannya selama beberapa hari ini pada pesta yang akan dilaksanakan, atau mungkin juga karena dadanya yang diikat.
Gaun birunya berhasil melekat di tubuh. Meskipun tampak kebesaran, tetapi tidak terlihat terlalu buruk. Wignya disisir, lalu dipasang untuk menutupi rambut cokelat terangnya. Tira pun membedaki wignya beberapa kali.
Tak terasa kesibukan itu sudah memakan banyak waktu. Kini matahari hampir tenggelam. Perjalanan memang cukup jauh jadi mereka tidak bisa berangkat terlalu malam.
Penampilan palsu Lorraine terlihat lembut dan datar. Seharusnya tidak ada daya tarik apa pun untuk pria mana pun. Dan dia merasa lebih aman. Setidaknya dia tidak ingin membuat masalah dengan para pria di sana.
Sudah hampir tujuh tahun 'Lorraine sang Penggoda' menghilang dari publik. Sekarang hanya ada Lady Jillian, asisten Bhaltair yang membantu mengurus perkebunan MacLaren. Tujuh tahun menghilang dan Lorraine berharap tidak ada orang yang mengenalinya.
Kain yang mengikat dada membuatnya sesak napas. Namun, dia tidak memedulikan itu. Topeng bulu yang sederhana dipasang di wajah. Akhirnya dia pun melangkah keluar dari kamar menuju ruang utama kastel MacLaren.
"Lady Jillian, Milord sudah menunggu."
"Terima kasih," ucap Lorraine sambil mencengkeram kipas lipatnya. Berkali-kali dia menekankan keyakinannya. Barangkali inilah saat untuk menemukan titik balik dalam hidupnya.