"Dan aku pun tak ada pilihan lain untuk me.maaf.kan.mu! Aku tak peduli soal keluargamu! Bukan urusanku! Sekarang lebih baik kau pergi. Aku muak mendengar semua alasanmu, sialan!"
Brak!
Pintu rumah dibanting dengan keras, sampai menimbulkan bunyi yang amat nyaring. Tahu-tahu, Yena merosot tatkala lawan bicaranya sudah tak menonton lagi. Ia kecewa, hatinya sakit mendengar alasan yang terucap dari mulut Sameer. Ternyata, begitulah kepribadiannya, keras kepala dan tak ingin disalahkan.
Meski sakit yang dirasa cukup dalam, Yena tak menangis sedikitpun. Mungkin karena sudah terlalu banyak mengeluarkannya, air bening itu sudah tak mau mengalir untuk menemani kesedihannya.
Selagi menetralkan hati dari rasa sakit. Yena menengadah sambil memandangi langit-langit. Dirinya bernapas dalam, berharap perasaan itu cepat hilang.