Hazard terlelap di sebuah ranjang berbentuk sarang burung. Pada tengah ranjang bertumpuk kain sutra berwarna putih. Bahkan bintang terbit pun tak mampu mengganggu tidurnya yang serupa mayat. Ranjang mendadak goyang, layaknya gempa yang sering terjadi di Human Earth, memaksa Hazard membuka mata.
"Sial! Mengganggu saja," rancaunya sembari mendengus gusar, sepertinya ada sesuatu yang berusaha mengusik tidurnya.
Dengan malas, Hazard berjalan membuka pintu. Seketika menolak pinggang ketika melihat Burung Pelatuk berukuran raksasa terbang dari arah rumah pohonnya dan kabur.
"Pasti Nenek yang memerintahkan ..." ujarnya hanya mampu membiarkan burung itu terbang. Tapi untunglah, Hazard bangun tepat waktu, membuat dirinya bisa melihat kesibukan pagi di Negeri Alatar.
Negeri Alatar, nama negeri yang disematkan oleh Dewa Freyr sebagai tempat tinggal bangsa Elve, Peri dan berbagai macam makhluk di Middle Earth. Alatar sendiri mencakup hutan luas, lautan, dan gunung di sekitarnya. Sedangkan hutan yang sekarang menjadi kampung halaman Hazard diberi nama Ukheil.
Hazard berlari menuju tiang dalam rumah. Ia mengambil pedang kemudian menyampirkannya ke punggung.
Syutt!
Suara halus tertangkap dari tiang ketika Hazard sedang turun. Hazard memijakkan kaki di tanah berumput, tanpa alas bahkan masker pun tidak ia kenakan. Ketika menatap ke atas banyak sekali peri berlalu lalang membawa keranjang di tangannya, tak lupa burung elang raksasa ikut menjadi tunggangan mereka. Kemudian jika melihat ke dataran banyak binatang-binatang tunggangan—salah satunya kuda dengan ukuran sedikit lebih besar dari kuda di Human Earth—mereka membawa suatu barang pada punggungnya dituntun oleh para elve (Elf).
"Halo Pangeran Hazard!" sapa Ive, peri wanita penjaga bunga. Ia menggunakan bahasa khas dunia ini yaitu bahasa Suwa.
Ive memijakkan kaki ke tanah lalu berkata, "Pangeran, saya membawa bunga prup untuk Anda. Apakah persediaan Anda masih banyak?"
Sangat terlihat, tinggi Ive hanya sebatas bahu Hazard dengan porsi tubuh yang ramping dan mungil. Sayapnya transparan layaknya sayap kupu-kupu. Rambut hitam Ive pendek sebatas bahu terdapat beberapa helai putih pada poninya. Ive mengenakan pakaian dari bunga berwarna ungu sangat sesuai dengan bunga yang digenggamnya sekarang.
Hazard menyunggingkan senyum, menerima dengan kedua tangan. "Terima kasih, Ive. Kebetulan persediaan bunga prup-ku sudah habis." Kemudian menyimpannya pada kantung kecil yang selalu ia bawa.
Ive tampak gembira, dirinya berputar di udara sebelum kembali ke taman bunga dan melanjutkan pekerjaan mengusir hama, kegiatan itu dia lakukan agar si bunga tidak terganggu pertumbuhannya. Bunga Prup adalah bunga teleportasi, bunga yang sempat Hazard gunakan ketika berpindah dari gubuk menuju oase dekat rembulan.
Pagi ini, Hazard ingin menanyakan tentang perempuan yang ia temui di kota Denvail. Perempuan itu begitu menarik perhatian. Bahkan dirinya sempat kehilangan kontrol karena daya pikat si perempuan yang begitu kuat.
"Pangeran sedang melamunkan apa?" Mendadak Ive ada di depan muka Hazard, persis. Membuat jantungnya hampir lepas dari tempat.
Beruntung ekspresi wajah Hazard tidak beragam sehingga keterkejutannya tidak begitu terlihat. Dia berdeham sebelum akhirnya bersuara, "Tidak ada, aku hanya sedang memikirkan kalimat yang pantas untuk digunakan jika bertemu dengan sang Ratu. Ada yang ingin kutanyakan padanya."
"Boleh saya temani? Pekerjaan saya sudah selesai jadi saya bingung mau melakukan kegiatan apa lagi," tutur Ive dengan wajah ditekuk, pipi mungilnya menggembung tampak seperti ikan buntal tanpa duri.
"Boleh. Sesukamu saja, Ive."
"Yee! Terima kasih Pangeran, saya juga ingin bertemu Ratu Onera." Ive terbang rendah di samping Hazard kemudian menapakkan kakinya untuk berjalan beriringan.
Kediaman Ratu Onera berada di pesisir pantai dekat lautan milik Kerajaan Equar. Itu sebabnya tanah berumput yang mereka pijak sekarang, berubah menjadi pasir pantai.
"Pangeran Hazard! Akhirnya saya menemukan Anda!" seru seorang perempuan di seberang, dekat batu karang. Perempuan itu berlari menuju Hazard tampak seperti baru saja berenang, terlihat tetesan air jatuh dari tubuhnya.
"Afra? Maksud saya Putri Afra, ada urusan apa Anda kemari?" tanya Hazard. Pandangannya menelisik dari bawah ke atas.
Di hadapan Hazard berdiri Afra, seorang Putri dari Kerajaan Equar. Mereka jenis elve yang tinggal di lautan, tapi bisa hidup di darat berbatas waktu. Fisik mereka unik, dengan kulit biru muda dan telinga serupa sirip ikan. Ciri tangan dan kaki berselaput yang selalu ada dalam diri seorang elve dari Equar juga tampak pada Afra.
Terdapat juga garis insang di leher Afra, garis itu merupakan penyambung nyawanya ketika bernapas dalam air. Turun ke bawah, kain berbahan rumput laut membungkus tubuh sintal Afra. Kali ini pakaiannya bermodel transparan, tak seperti biasanya yang cenderung rapat menutup badan.
"Pangeran, saya terus mencari Anda! Mengapa Anda menghilang begitu saja?" Pertanyaan Hazard sama sekali tidak digubris, Afra malah balik bertanya dengan ekspresi sedih.
"Sepertinya ... saya sudah memberitahu Anda ...." Hazard kebingungan, alisnya sampai naik satu. Ia merasa sudah memberi tahu kepergiannya, meski tidak secara langsung.
"Tidak, saya sama sekali tidak tahu." Afra menolak pinggangnya, kesal.
"Sungguh, Putri Afra. Saya sudah memberi tahu Pangeran Atta, saya pikir tidak akan ada masalah jika memberitahukannya pada Pangeran saja," jelas Hazard meyakinkan.
Wajah Afra langsung berubah, tampak semakin geram mendengar nama kakak kandungnya, Pangeran Atta.
"Oh! Jadi kau disini Putri. Kabur lagi dari Nyonya Moly hanya untuk bertemu dengan Pangeran Hazard?"
Afra menelan ludah, berbalik ke belakang. Terpampanglah Pangeran Atta dengan tatapan bak serigala menemukan mangsanya. Atta memiliki bentuk fisik mirip Afra yang membedakan hanyalah tubuhnya lebih tinggi dan dadanya yang bidang. Separuh rambut Atta diikat ke belakang tidak seperti milik Afra yang digerai. Atta juga memakai ikat kepala berwarna biru tua. Berbeda dengan Afra, rambut Atta berwarna abu-abu keemasan.
Atta mencengkram kepala Afra memaksanya menunduk pada Pangeran Hazard. "Maafkan saya Pangeran. Adik saya memang nakal. Seharusnya dia sedang belajar dengan Nyonya Moly, tapi malah kabur sampai kesini. Maaf."
"Tidak apa-apa, saya mengerti." Hazard meringis melihat perlakuan Atta pada adiknya sendiri. Lucu sih, tapi agak sedikit kasar. Memang tidak apa-apa begitu?
Setelah berpamitan, Atta langsung memanggul tubuh Afra di bahunya. Hal itu Atta lakukan agar Afra tidak kabur lagi.
"Huaaa! Pangeran Hazard! Tolong! Saya tidak mau menikahhh!!!" Lengkingan Afra menggema disekitar pantai hingga membuat burung-burung yang bertengger terbang dengan acak.
Ive menutup mulutnya, hampir tergelak melihat tingkah Afra yang kekanak-kanakan. Mendadak Hazard mengusak rambut Ive sambil tersenyum. "Kau juga sama lucunya seperti Afra."
Hazard sama sekali tidak tahu bahwa Ive menaruh hati padanya. Lihatlah wajah Ive sekarang, tersipu dengan kedua tangan berada di dada, malu.
Tak lama, mereka sampai di kediaman Ratu Onera. Kediaman Ratu bukanlah istana megah seperti di Human Earth, melainkan sebuah tebing tinggi dengan jurang yang di bawahnya terhampar lautan dalam. Di sisi tebing ada sebuah pohon kembar, batangnya saling menyatu membentuk pintu gerbang. Di balik pintu tersebutlah kastil Ratu Onera berdiri. Pada sisi gerbang ada dua elve yang menjaganya, mereka segera membuka pintu gerbang dengan hormat tanpa di minta.
lve mengekor Hazard dari belakang, pandangannya terpaku pada sosok wanita berambut biru dengan telinga runcing yang memanjang. Ive memperhatikan wanita tersebut sedang memandangi air terjun buatan para peri di kastilnya.
Wanita itu menoleh, saat itulah Ive menangkap sebuah mahkota runcing tiga tersimpan cantik pada rambut sang wanita. Di sekitar mata hijaunya terdapat flek berwarna keemasan. Kini Ive sangat yakin, bahwa wanita tersebut adalah Ratu Tel'onera, elve yang sudah hidup beratus-ratus ribu tahun yang lalu.
"Nenek!" seru Hazard membuat Ive tercengang tidak percaya.
Sadar dengan panggilan tak formalnya, Hazard lekas berlutut pada sang ratu dan berkata, "Hamba memberi hormat kepada Yang Mulia Ratu Tel'onera."
Ratu Onera melambaikan tangannya pada Ive. Dengan begitu Ive tersadar dari lamunan, segera membungkuk dalam pada sang ratu.
"Berdirilah ...."
Hazard dan Ive lekas berdiri, sesuai perintah sang ratu.
"Hazard ... lain kali kau tidak boleh seperti itu." Suara sang ratu begitu lembut bagai angin sepoi yang membelai mereka ketika berbaring di padang rumput. Hazard menunduk dalam merasa bersalah. Mau bagaimana lagi, panggilan 'Nenek' kepada sang ratu sudah melekat dengan sempurna dalam ingatan.
"Maafkan saya Yang Mulia Ratu."
Ratu tersenyum singkat lalu beralih menatap peri di samping Hazard. "Sepertinya kamu peri bunga yang cukup muda, siapa namamu?"
"Na-nama saya Ive. Yang Mulia!" Ive sedikit memekik karena gugup. Baru pertama kali dirinya melihat sosok Ratu Tel'onera. Sangat anggun dan berkilau.
"Kamu teman baik Hazard. Apakah kamu tahu mengapa dia tidak memiliki telinga runcing layaknya elve kebanyakan?"
"Ti-tidak tahu Yang Mulia. Saya tidak pernah menanyakannya," tutur Ive.
Hazard menoleh pada Ive. Memang teman perempuannya ini tidak pernah menanyakan tentang bentuk telinganya. Namun, ia tidak menyangka bahwa Ive benar-benar tidak tahu jika dirinya bukan elve murni.
Ratu Onera tersenyum tipis mendengar jawaban Ive. Pandangannya kembali menatap Hazard. "Jadi, mengapa kamu mengunjungiku? Adakah sesuatu yang mengganjal di hatimu, Pangeran?"
Hazard mengambil napas dalam untuk menetralkan degup jantung. Kondisi ini membuatnya sedikit gugup. Ia mulai berucap, "Ratu, saya menemukan seorang gadis dengan Purple Blood[1] dalam darahnya, alirannya masih acak. Anehnya, ia hanya manusia biasa. Jujur saja, saya merasakan sesuatu saat pertama kali bertemu dengannya. Saya bingung, apakah Ratu tahu mengapa saya merasakan hal tersebut?"
Ratu Tel'onera menyunggingkan senyum. Akhirnya, waktu yang sudah lama kutunggu datang juga, ucapnya dalam hati.
——————
[1] Darah ungu seorang elve.