Chereads / ADURA / Chapter 8 - Bab 7 — Alatar

Chapter 8 - Bab 7 — Alatar

Hazard terlelap di atas ranjang berbentuk sarang burung, bertumpuk kain sutra putih yang tampak begitu empuk. Cahaya bintang yang menyelinap lewat celah dedaunan pun tak mampu membangunkannya. Tidurnya seperti mayat—sunyi, tanpa gerak, dan dalam.

Tiba-tiba ranjang itu bergoyang hebat, seperti terkena gempa. Hazard menggerutu, membuka mata perlahan sambil mendesah pelan.

“Sial. Mengganggu saja,” gerutunya malas.

Ia berjalan tertatih menuju pintu, hendak melihat siapa makhluk sialan yang mengusik tidurnya. Tapi belum sempat dibuka, seekor burung pelatuk raksasa terbang melewati rumah pohonnya, sayapnya membentang lebar, lalu menghilang di balik hutan.

“Pasti perintah dari Nenek,” gumamnya pelan, pasrah.

Untungnya Hazard bangun tepat waktu. Ia kini berdiri di beranda rumah pohon, menikmati kesibukan pagi di Negeri Alatar.

Negeri ini adalah anugerah dari Dewa Freyr—tempat tinggal bagi para Elf, Peri, dan beragam makhluk penghuni Middle Earth. Alatar membentang luas, mencakup hutan rimbun, laut biru, dan gunung megah. Rumah Hazard sendiri berada di wilayah yang dikenal sebagai Kerajaan Ukheil, Jantung Hutan Suci.

Hazard berlari menuju tiang dalam rumah. Ia mengambil pedang kemudian menyampirkannya ke punggung.

“Syutt—” suara halus terdengar saat tubuhnya meluncur turun lewat tiang silinder yang halus.

Begitu menapakkan kaki di tanah berumput, matanya menyapu sekeliling.

Di atas, para peri terbang membawa keranjang, menunggangi elang raksasa. Sementara di darat, para elf menuntun kuda besar dan makhluk pengangkut lainnya, sibuk mengangkut berbagai barang.

“Halo, Pangeran Hazard!” sapa seorang peri perempuan sambil menukik ke tanah. Suaranya nyaring, menggunakan Bahasa Suwa—bahasa resmi Alatar.

“Halo Ive,” balas Hazard ringan.

Peri itu mungil, tingginya hanya sebatas bahu Hazard. Rambutnya pendek sebahu dengan beberapa helai putih di poninya. Ia mengenakan gaun ungu yang terbuat dari bunga, sangat serasi dengan bunga ungu yang digenggamnya.

“Pangeran, saya membawakan bunga Prup untuk Anda. Stok Anda masih cukup?” tanyanya dengan wajah penuh harap.

Hazard tersenyum, menerima bunga itu dengan kedua tangan. “Kebetulan habis. Terima kasih, Ive.”

Ia menyelipkan bunga itu ke dalam kantung kecil yang selalu ia bawa.

Ive terlihat senang. Ia berputar-putar di udara, lalu kembali ke taman bunga, melanjutkan tugasnya menjaga pertumbuhan tanaman dari hama.

Bunga Prup, bunga teleportasi. Bunga yang sempat Hazard gunakan ketika berpindah dari gubuk menuju oase dekat rembulan.

Pagi ini, ia punya misi. Ada dua wanita yang mengganggu pikirannya. Pertama, wanita yang ia temui di kota Denvail. Kedua, wanita yang mengenalnya di Dellena... padahal mereka tak pernah berkenalan.

“Pangeran sedang melamunkan apa?” Wajah Ive mendadak muncul tepat dihadapannya, persis. Membuat jantung lelaki muda itu hampir lepas dari tempatnya.

“Tidak, hanya... memikirkan kata-kata yang tepat kalau bertemu Sang Ratu,” jawabnya jujur.

Boleh saya ikut?” tanya Ive. “Tugas saya hari ini sudah selesai. Saya bingung mau melakukan apa lagi.”

Hazard mengangguk. “Sesukamu, Ive.”

“Yee! Aku juga ingin bertemu Ratu Tel'Onera!” soraknya sambil terbang rendah, lalu berjalan di samping Hazard.

Kediaman Ratu Tel'Onera berada di pesisir pantai dekat lautan milik Kerajaan Equar. Tanah yang mereka pijak kini berganti dari rumput lembut ke pasir putih. Mereka hampir sampai ke tempat tinggal Sang Ratu.

“Pangeran Hazard!" suara nyaring menggema dari arah batu karang. Seorang perempuan berlari mendekat. Rambutnya basah, tetesan air jatuh dari tubuh rampingnya.

“Afra? Eu... Maksud saya... Putri Afra, ada apa?” tanya Hazard. Pandangannya menelisik dari bawah ke atas.

Di hadapan Hazard sekarang berdiri Afra, Putri dari Kerajaan Equar. Mereka jenis elf yang tinggal di lautan, tapi bisa hidup di darat berbatas waktu. Fisik mereka unik, dengan kulit biru muda dan telinga serupa sirip ikan. Ciri tangan dan kaki berselaput yang selalu ada dalam diri seorang elf dari Equar juga tampak pada Afra. Tangan berselaput itu akan muncul ketika mereka sedang berenang.

Terdapat juga garis insang di leher Afra, penyambung nyawanya ketika bernapas dalam air. Turun ke bawah, kain berbahan rumput laut membungkus tubuh langsing Afra, bermodel transparan. Tak seperti biasanya yang cenderung rapat menutup badan.

“Aku mencarimu! Kenapa kau menghilang begitu saja?” tanyanya sedih.

Hazard menggaruk tengkuk. “Sepertinya saya sudah bilang ke Pangeran Atta...”

Afra menolak pinggang. “Itu bukan berarti aku tahu!”

“Maaf, aku pikir cukup memberi tahu kakakmu saja.”

Wajah Afra langsung berubah, tampak semakin geram mendengar nama kakak kandungnya, Pangeran Atta.

Seketika terdengar suara berat, dingin dan tajam, “Jadi kau di sini, Putri? Kabur lagi dari Nyonya Moly demi Pangeran Hazard?”

Afra membeku. Di belakangnya berdiri Pangeran Atta—rambut abu-abu keemasan, sebagian diikat ke belakang, tubuh tegap, tinggi. Ia mendekat, lalu... cengkram!—kepala Afra ditarik ke bawah.

“Maafkan adik saya, Pangeran. Seharusnya dia belajar sekarang. Tapi malah kabur kemari,” ucapnya sopan, dengan senyum seperti dipaksakan sebab sedang emosi pada adiknya.

Hazard tersenyum kaku. Lucu... tapi agak kejam juga ya keliatannya.

Setelah pamit undur diri. Atta lalu mengangkat Afra ke bahunya. Afra menjerit histeris, “Pangeran Hazard! Tolong! Aku tidak mau nikahhh!!!”

Jeritannya memekakkan telinga, sampai membuat burung-burung beterbangan.

Ive menutup mulutnya, hampir tergelak melihat tingkah laku Afra. Sedikit kemudian Hazard mengusak rambut Ive sambil tersenyum, “Kau juga sama lucunya seperti Afra.”

Lelaki muda itu sama sekali tidak tahu bahwa Ive menaruh hati padanya. Lihatlah wajah Ive sekarang, tersipu dengan kedua tangan berada di dada, sambil menunduk menyembunyikan wajahnya.

---

Akhirnya mereka tiba di kediaman Ratu Onera. Bukan sebuah istana, melainkan tebing tinggi yang menghadap lautan. Di sisinya berdiri pohon kembar, batangnya melengkung membentuk gerbang. Di balik gerbang itu, kastil Ratu berdiri megah, menyatu dengan alam.

Dua elf penjaga membukakan pintu, memberi hormat.

Hazard masuk bersama Ive. Di tengah taman air terjun buatan, berdiri seorang wanita anggun berambut biru. Mahkota runcing bertengger di rambutnya. Flek keemasan di sekitar matanya berkilau seperti permata.

lve mengekor Hazard dari belakang, pandangannya terpaku pada sosok wanita berambut biru dengan telinga runcing yang memanjang. Ive memperhatikan wanita tersebut sedang memandangi air terjun buatan para peri di kastilnya.

“Nenek!” seru Hazard membuat Ive tercengang tidak percaya.

Wanita itu menoleh, saat itulah Ive menangkap sebuah mahkota runcing tiga tersimpan cantik pada rambut sang Ratu. Di sekitar mata hijaunya terdapat flek berwarna keemasan bagai permata. Kini Ive sangat yakin, bahwa wanita tersebut adalah Ratu Tel'onera, elf yang sudah hidup beratus-ratus ribu tahun yang lalu.

Sadar akan kekeliruannya, Hazard segera berlutut. “Hamba memberi hormat kepada Yang Mulia Ratu Tel’onera.”

Ratu Onera melambaikan tangannya pada Ive. Dengan begitu Ive tersadar dari lamunan, segera membungkuk dalam pada sang ratu.

“Berdirilah.”

Hazard dan Ive pun bangkit.

“Lain kali kau tidak boleh seperti itu, Hazard.” Suara sang ratu begitu lembut bagai angin sepoi yang membelai mereka ketika berbaring di padang rumput. Hazard menunduk dalam merasa bersalah. Mau bagaimana lagi, panggilan ‘Nenek’ kepada sang ratu sudah melekat dengan sempurna dalam ingatan.

“Maafkan saya Yang Mulia Ratu.”

Ratu tersenyum singkat lalu beralih menatap Ive. “Kau peri muda yang manis. Siapa namamu?”

“I-Ive. Yang Mulia!” Ive sedikit memekik karena gugup. Ini kali pertama dirinya melihat sosok Sang Ratu dari dekat.

“Kamu sudah lama berteman dengan Hazard, kan? Apa kamu tahu kenapa Hazard tidak memiliki telinga runcing layaknya elf atau peri sepertimu?”

Ive menggeleng cepat. “Ti-tidak tahu... saya tak pernah menanyakannya.”

Hazard menatapnya lama. Teman perempuannya ini memang tidak pernah menanyakan apapun tentang dirinya. Namun, sangat menyangka bahwa Ive benar-benar tidak tahu jika dirinya bukan elf murni.

Ratu Onera tersenyum tipis mendengar jawaban Ive. Pandangannya kembali menatap Hazard. “Lalu, apa yang membawamu kemari Hazard? Adakah sesuatu yang mengganjal di hatimu?”

Hazard mengambil napas dalam untuk menetralkan degup jantung. Kondisi ini membuatnya sedikit gugup. Ia mulai bercerita, “Ratu, saya menemukan seorang gadis dengan Purple Blood[1] dalam darahnya, alirannya masih acak. Dan wanita itu hanya manusia biasa. Jujur, saya merasakan sesuatu saat pertama kali bertemu dengannya. Apakah Anda tahu mengapa saya merasakan hal tersebut?”

Ratu Tel’onera tersenyum misterius. Pandangannya tajam, mengandung makna yang sulit dijelaskan.

“Akhirnya, waktu yang sudah lama kutunggu... datang juga,” ucapnya dalam hati.

BERSAMBUNG

[1]Purple Blood: Darah ungu seorang elve.