Chapter 4 - Bab 4.

Helia, sangat bersyukur tadi malam Bibi tidak terlalu buruk, Ia terkesan sangat sopan dan sangat ramah kepada Derry. Meskipun ada yang membuat perutnya mual, sebab tiba-tiba Selly berubah drastis seperti perempuan rumahan dan penampilannya hampir meniru cara berpakain Helia. Tambah lagi menghidangkan teh yang ia anggap pekerjaan yang tidak pantas untuknya, dia pernah mengatakan kalau itu pekerjaan pelayan. Sedangkan Bibi tak henti-hentinya mempromosikan putri kesayangannya.

'Nak Derry sesekali boleh juga pergi bersama Selly jika Helia sedang sibuk. Selly akhir-akhir ini banyak waktu luang, karena menyusun skripsinya hampir rampung. Dan jika tidak keberatan juga, seandainya di kantor Nak Derry ada lowongan pekerjaan yang cocok buat Selly, bisa dibantu Selly agar bisa bekerja di tempat Nak Derry.'

Derry hanya senyum-senyum saja mendengarkan Bibi. Sesekali berbasa- basi dengan menjawab; 'tentu saja bisa Bi.' sambil melirik ke pada Helia.

Di meja kerja Helia duduk tersenyum-senyum sendiri mengingat kejadian semalam. Bibi benar-benar penuh usaha untuk menjodohkan putrinya dengan Derry. Ia begitu yakin Putrinya memiliki potensi untuk disukai Derry.

"Nona Helia, dipanggil Pak Direktur ke ruangannya." Sekretaris Pak Leman membuyarkan lamunannya.

"Eh... iya, saya segera ke sana. Terimakasih." Roswita mengangguk sambil tersenyum lalu berlalu.

Pak Leman menyambut dengan suka cita saat Helia masuk ke ruangan. Hei, hari ini suasana hatiku sangat bagus sekali, Nona Helia. Aku ingin mendiskusikan proyek kita untuk tahapan selanjutnya.

Kemarin saya baru saja selesai membaca laporan yang kamu kirim via email. Sepertinya proyek kali ini, perencanaannya saya percayakan ke kamu untuk menyusunnya."

Helia begitu senang mendengar pernyataan Pak Leman, Direktur yang sangat bersahabat terhadap bawahannya ini. Bagi Helia Pak Leman tidak hanya sosok pemimpin, tapi sudah seperti seorang ayah, meskipun baru enam bulan bekerja di perusahaannya ia merasa sudah menjadi bagian penting, Karena sistim kekeluargaan yang dijunjung tinggi antara pegawai dan atasan, tanpa menghilangkan pembagian tugas dan profesionalisme.

"Saya akan lakukan sebaik yang saya mampu Pak. Saya akan kerjakan sesuai keinginan Bapak."

"Bagus. Saya yakin kamu bisa melaksanakannya sesuai ekspektasi saya."

***

'Aku harus berjuang penuh dengan timku, untuk menyusun pembangunan Proyek, aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Semoga usaha timku berhasil, artinya aku akan naik jabatan dan mendapatkan gaji lebih, untuk itu, maka nantinya, aku bisa mengambil perumahan yang sedang di bangun oleh Perusahaan tempatku bekerja. Tentu harganya ada potongan lebih besar buat karyawan.' pikiran Helia kian liar.

'Emmm huh! Aku tidak boleh berkhayal terlalu jauh. terpenting usaha dulu.' lanjut batinnya.

Jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Helia melayangkan SMS ke Bahar, untuk mengingatkan agar tidak telat.

Bahar ternyata sudah di Lobi kantor menunggu.

Secara bersamaan Mobil Derry baru saja berhenti di halaman. Ia menyapa ketika Helia sudah menaiki motor Bahar. Ada raut kecewa di wajahnya. Helia hanya melambaikan tangan, Bahar melaju meninggalkan pekarangan motor. Helia melihat pesan WA;

Kukira tidak ada yang menjemputmu.

Antar jemput memang sudah tugas Bahar.

Oh, Pria itu namanya Bahar.

Antar jemput tanpa di bayar?

iya

Baik sekali ya, yakin tidak ada udang di balik batu?

hahaha, bicara apa sih kamu Der? Bahar itu teman sedari kecilku, besok kita cerita tentang dia ya.

"Lia...!"

"Eh, iya ada apa Bahar?" Bahar membuatnya memutuskan untuk stop, saling chat dengan Derry.

"Tadi itu cowok yang ke rumah dan membelikan sansivera ke Paman?"

"Iya."

"Sepertinya dia menyukaimu. Atau jangan-jangan kalian Uda jadian?"

"Kalau uda kenapa, kalau belum kenapa? cemburu ya...?"

"Ih... cemburu... sori ya, cow kantoran gak keren seperti itu. Kalau iya, Aku gak mau jemput kamu lagi."

"Kok gitu sih, Kamu kalau gak punya tugas nanti kebanyakan tidur, gembrot baru tau."

"Gak ngaruh, aku kan rutin fitnes. Eh, kalau kamu jadian aku bilang ke Bibi, biar Bibi kembalikan kamu ke kampung halaman."

"Ya Uda, adukan aja. Lagi pula kalau boleh milih enak jadi gadis desa, yang terpenting dekat sama ibu dan adikku. Di sini gak enak tau. Punya teman satu-satunya, rupanya sama aja sifatnya kayak Bibiku. hahaha"

"Enak saja. Eh tapi betul ya, kamu da jadian ma cowok itu?" Bahar kembali ingin memastikan.

"Tuh kan... cemburu.. hahaha..."

"Bukan cemburu... Aku keberatan antar jemput kekasih orang. Terus tugas dia apa."

"Belum-belum... belum jadian... tenang aja nanti aku kasih tau kalau uda jadian." Aku senyum-senyum melihat wajah Bahar dari kaca spion. Bahar tidak ingin hubungan mereka jadi renggang oleh kehadiran orang ketiga, bukankah tidak jarang persahabatan hilang begitu saja dengan kehadiran orang baru yang bernama pacar.

"Semoga saja gak pernah jadian." suara Bahar tertelan deru kendaraan di jalanan.

***

Bahar adalah sahabat kecil Helia, Dulu mereka selalu bersama sampai sekolah menengah pertama. Ketika SMA Bahar memilih meneruskan sekolah di Kota J sambil melanjutkan usaha burung walet Kakeknya, sangat kebetulan sekali rumahnya berseberangan dengan rumah Bibi dan Pamanku. Bahar hanya mengurus bisnis walet termasuk Pemuda sukses di lorong rumahku. Hobinya Balapan dan fitnes. Wajahnya lumayan tampan, hanya saja berpakaiannya seperti berandalan. Ya... sesuai juga dengan karakternya yang tidak mau diatur.

Pernah suatu hari, dia mengajak Helia pergi ke pesta pernikahan temannya, ia memakai setelan Batik berkelas, rambutnya disisir rapi dan diikat. Helia sangat terkesima melihatnya. Ia tampak begitu macho. Karena mereka hanya sahabat, jadi apa pun itu hanya perasaan kagum saja. Sebagai teman dia cukup perhatian, sering kali menyelamatkan Helia dari amarah Suhai atau pun kejahilan Selly.

Enam bulan lalu, Bahar sering menghapus kesedihan di hati Helia, tatkala perlakuan Bibi dan sepupu perempuannya yang semena-mena. Waktu itu ia sangat baru dan tidak tahu kalau numpang di rumah saudara akan mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan. Tapi, sekarang Helia sudah sedikit kebal dan cuek. Sudah terbiasa.***