Entah kenapa, kekesalanku memuncak. Aku merasakan semuanya salah. Ini sungguh aneh. Hanya perkara gadis itu pulang dengan pria bernama Bahar. Meskipun aku mengetahui itu teman kecilnya. Daren pun tidak luput terkena imbasnya.
Nenek memperhatikan gelagatku. Menarik kursi dan duduk di hadapanku. Sementara Daren masih dengan wajah cemberut menyeruput kuah sup.
"Kali ini cinta menghukummu ya? Sudah besok bawa dia kemari lagi, nenek akan beritahu apa saja yang kamu sukai dan apa saja yang membuatmu kesal.
Daren... lain kali meminta sesuatu sama nenek, kalau nenek tidak ada atau tidak bisa biar nenek yang sampaikan ke kakakmu, karena Daren belum bisa membaca situasi." Nenek merasa Derry keterlaluan.
Nenek menuangkan Teh dari teko, lalu menambahkan dua buah gula batu seukuran dadu.
"Nenek, apakah ada cara agar Helia menerima cinta Derry?" ia mulai melunakkan emosinya, menerima secangkir teh hangat yang belum diaduk dari tangan Nenek.
"Jadi?" Nenek terkejut, hampir ingin mengatakan kalau Derry sudah berbohong.
"Maksudku agar dia tidak berpaling dari Derry, Nek!" Memperbaiki perkataan yang hampir membongkar drama yang ia buat.
"Jangan terlalu posesif dan jangan terlalu cemburu. Sebab Mahkluk bernyawa jika terlalu kuat mengikatnya, pasti memberontak, semakin kuat diikat, semakin kuat untuk lepas. Ingat itu Nak!" Nenek seakan tahu masalah yang terjadi tentang hubungan asmara cucunya.
"Nenek benar..., barangkali aku terlalu posesif dan cemburu. Itu karena aku tidak mau kehilangan Helia, Nek." Derry tertegun mengaduk teh hangat.
"Rasa takut yang berlebihan akan membuatmu berpikiran macam-macam. Sebaiknya kamu minta bantuan Paman Leman, bagaimana agar Helia benar-benar tidak bisa lepas darimu."
"Apa hubungannya dengan paman Leman?"
"Sudah, sampaikan ke Pamanmu, katakan ibunya yang malang ini ingin makan siang bersamanya." Nenek tersenyum penuh arti. Derry tanpa banyak berpikir hanya mengangguk.
***
Helia Baru saja menemukan nama yang cocok untuk proyek tempat rekreasi yang akan ia garap. Ia dan teamnya begitu serius menyusun Perencanaan pembangunan proyeknya. Meski pun Helia bukan lulusan dari kampus ternama dan selama ini yang dipelajari hanya teori, tapi itu tidak membuatnya kaget dengan praktik nyata yang sekarang ia hadapi. Ia banyak browsing teknis-teknis Tahapan pembangunan sebuah proyek.
File persentasi sudah mantap untuk ditampilkan di pertemuan rapat. Ada tiga tim yang bersaing, dua tim lainnya adalah saingan terberat dan sudah berpengalaman. Sementara anggota Helia semuanya baru memasuki dunia kerja, tanpa pengalaman sama sekali, termasuk Helia.
"Baik, kawan-kawan. Kita tinggal merumuskan strategi pemasaran dan ini saya yakin Madona handal, sebab dua bulan lalu saya lihat penjualan unit residen di daerah P, delapan puluh persen terjual dalam hitungan tiga minggu." Helia memandang Madona salah satu teamnya yang periang dan suka berseloroh diwaktu senggang.
"Pemasaran tidak sulit, asal diawal ada bonus dan potongan biaya normal. Ya, diawal kita rugi dulu untuk menarik perhatian pelanggan, dan selalu mengupayakan mutu pelayanan." Rodo, Pria bertubuh tambun menimpali.
"Benar sekali kata Sumo, tumben encer pikiran Lu Mo!" Madona menggoda Rodo, Sumo adalah julukan Madona kepada Rodo.
"Encer ... encer emang es batu. Biar hobi makan, otak gue mah tetap berpikir keras."
"Waduh, keras sekali berpikirnya sampai-sampai badannya kayak balon udara. wakakaka..." Seloroh Madona sambil terpingkal-pingkal.
"Emmm, terus ngeledek, terus... untung cantik Lu..., kalau jelek Uda gue masukkan ke tong sampah." Rodo sedikit membalas guyonan sambil tersenyum.
" Uda dulu candanya...! Waktu kita tinggal satu jam lagi." Timpal Helia.
"Oke-oke, kembali ke laptop ya...! Saya buat point-point dan uraian per-point-nya dulu, abis itu kita cek dan jika ada masukkan silahkan dikemukakan." Madona dengan jari lentiknya menekan tut keyboard laptop.
Helia dan kedua anggota timnya membaca berulang-ulang tiap slide powerpoint yang sudah rampung. Mereka tidak ingin ada celah sedikit pun, ini adalah awal dari sebuah bukti untuk meraih profesional dalam bekerja. Entah sebuah kebetulan yang bagaimana, mereka dipersatukan dalam team kerja, dimana tidak ada satu pun yang memiliki pengalaman kerja. Padahal perusahaan mereka bukanlah perusahaan tanpa nama.
Selesai berdiskusi, mereka memesan makan siang via delivery. Pak Leman menghampiri mereka dan mengajak berbincang mengenai proyek yang akan mereka rencanakan, Pak Leman cukup terpukau dengan keterampilan Helia saat menjelaskan detil-detil yang telah mereka susun. Direktur Utama itu tersenyum puas, ia berniat mau bergabung makan bersama, tiba-tiba ponselnya mengeluarkan suara Ebit G AD.
"Wa'alaikumsalam, tumben nih Ponakan ganteng nelpon siang-siang begini. Apa? Ibuku merasa jadi ibu yang malang!? hahaha
Baiklah Nak!
iya... oh iya iya, Paman segera ke sana, kasih tau Nenek ya Derry, jangan lupa iga bakar dan acar cukanya.
Wa'alaikumsalam." Panggilan diakhiri.
"Aduh, sayang sekali makan siang bersama kalian ditunda dulu, Saya janji mentraktir makan siang kita di Sea Food Hang Tuah, besok."
"Tidak masalah Pak Dirut. Kami memaklumi." Ucap Rodo.
Helia sibuk dengan pikirannya, ia baru sadar. Ternyata Derry keponakan Leman.***