Chereads / The black witch / Chapter 2 - 1.

Chapter 2 - 1.

-Distrik 8, Therine, ibukota Atheyrine-

Hujan deras membungkus kota, para warga yang akan melanjutkan aktivitasnya tertahan sebentar di tempat berteduh untuk mengeluarkan payung atau jas hujan mereka. Sama halnya denganku yang mengeluarkan sebuah payung, melindungiku dari hujan. Meski begitu anginnya menusuk jika kau tidak mengenakan jaket.

"Pagi Lith!!"

Aku tersentak dengan tepukan seseorang di pundakku meski aku tau siapa orangnya. Aku menoleh sekilas.

"Pagi." Balas ku datar. Tetap melangkah di atas trotoar.

"Astaga kenapa kau dingin sekali sih, Lith!!" Protes gadis seumuranku itu. "Cuaca sudah dingin akhir-akhir ini.. jangan kau buat makin dingin, dong!!"

Aku menatapnya datar. "Yah, terserah padamu."

Gadis ini adalah Kala Lunoire, primadona akademi kami. Selain parasnya yang sangat cantik, dia juga penyihir terkuat di angkatan kami. Aku sempat heran mengapa Kala mau berteman dengan gadis biasa seperti ku, aku memang penyihir tapi hanya penyihir tingkat rendah, tidak seperti Kala. Lagipula parasku biasa saja, meski aku sempat di kira babu oleh murid-murud yang melihat kami di suatu tempat.

Dan tempat ku belajar bersama Kala adalah Akademi Lotus Merah. Sebuah Akademi elit di seluruh Atheyrine, dan meski sihirku lemah jangan remehkan otakku. Dari 6 tahun masa pembelajaran, aku dan Kala berada di tahun kedua. Hei.. walaupun sudah tahun kedua, kami tetaplah di kelas terbawah. Ada tiga kelas, dan masing-masingnya 2 tahun pembelajaran. Aku tak peduli, aku hanya ingin lulus.. itu saja.

"Kala, aku mau bicara sesuatu." Seorang murid laki-laki menghalang jalan kami saat akan masuk dalam kelas. Aku menatapnya sekilas, ah.. satu lagi seorang senior. Berdasarkan jumlah balok pada pangkat kelas di bahunya menandakan senior ini kelas 2 tahun kedua. Setiap murid di Akademi memiliki pangkat kelas di bahu, seperti di militer. Tapi untuk di Akademi perbedaan kelas terlihat dari jumlah baloknya dan perbedaan tahun terlihat dari jumlah bunganya.

Aku menepuk bahu Kala. "Nikmati waktumu, kawan." Ucapku lalu melangkah masuk dalam kelas

"Eh, Lith.. Brylith!" Kala yang hendak menyusul di tahan oleh senior itu sementara aku sudah duduk di bangku, hanya mengawasi dari jauh tindakan senior itu, tak ada orang yang mau terjadi pelecehan terhadap primadona. Aku melihat Kala membungkuk beberapa kali, menolak semua pemberian senior itu lalu kabur ke dalam kelas.

"Kau menolaknya, huh? Sudah yang ke berapa ini?" Gurau ku saat Kala duduk di kursinya, gadis itu menghela napas. "Sudah ke 28 kali di tahun ini.." Jawabnya memelas. Mataku mengerjap.. "Wah, banyak juga.. kalau di jumlah dari tahun lalu mungkin sudah ke 55 kalinya."

"Mungkin sekitar itu... aku sudah tak mengingat orang-orang yang menembakku." Balas Kala, dasar gadis ini.. menjadi populer pasti sangat melelahkan baginya. "Lagi pula sudah ada Brylith yang akan menjaga ku." Lanjutnya memasang senyum terimut di dunia, sayang itu tak mempan terhadapku. Aku hanya menopang dagu, menatap datar ke arahnya "Kau lebih kuat dari ku Kala.. seharusnya kau yang menjaga ku."

Kala hanya tertawa, membuat semua orang menatapnya.. yah sangat nyaman mendengar tawanya yang polos itu, meski ku tau pribadinya tak polos sama sekali.

Pembelajaran di mulai setelah bel masuk, aku sempat heran mengapa ada bel di Akademi padahal sudah ada alarm otomatis yang terpasang di gelang digital kami, tapi sekarang aku tak peduli.. gelang ini sangat berguna selain sebagai aksesoris juga merupakan jam serta alat pembayaran di Akademi sekaligus untuk melihat jadwal pembelajaran, pemberitahuan, data nilai, status sihir dan mana. Model tampilan layar hologramnya seperti jendela status dalam game. Aku punya dua, satu dari Akademi satu milikku sendiri untuk alat pembayaran, alat komunikasi, jejaring sosial dan lainnya.

"Hei Lith, aku lapar.."

Keluhan Kala menyadarkanku dari lamunan, aku menoleh menatapnya. Kala memasang wajah memelasnya, menatapku.

"Istirahat nanti kita ke kantin." Kataku, dan benar saja wajah Kala berubah cerah. Aku tahu itu, Kala sering memberi kode aneh padaku untuk melihat seberapa pekanya diriku, katanya sih untuk mengetes apakah nanti ada pria yang cocok dengan ku. Huh, yang benar saja.

Bel istirahat, semua murid berhamburan keluar termasuk aku dan Kala, walaupun dia yang menarikku dengan cepat. Hei, seberapa lapar anak ini?

"Lith, lihat di sebelah sana.." Kala menunjuk pojok kantin yang biasanya di tempati para senior kelas 3 dengan dagunya, aku menoleh.

"Ada apa disana?"

"Astaga Lith, itu Kak Lucas.. penyihir terkuat di akademi. Apa kau tak lihat?" Bisik Kala girang. Ah, satu lagi orang mencolok selain Kala ada diantara para senior kelas 3. Lucas Shicmound, dia penyihir terkuat di Akademi. Dia mencolok karena matanya seperti batu rubi, merah menyala. Dan kuakui senior itu tampan.

"Lalu? Memangnya kenapa?" Tanyaku bingung, meski dia terkenal tapi itu takkan mempengaruhi ku. Cukup dengan Kala, jangan bertambah lagi.

"Ya ampun Lith.. tidakkah kau merasakan kalau dia menatap ke arah kita?" Jawab Kala, makanan kami telah datang dan dia makan dengan lahap. Aku mengerutkan kening, huh?

Aku mempertajam indraku, memperluas pandangan. Ah, benar.. senior terkenal itu menatap ke arah meja kami, itu mengganggu.

"Dia menatap ke arah mu, mungkin." Kataku, jujur aku tak suka di lihat saat makan.

"Kau bercanda Lith? Itu tidak mungkin.. aku punya sejarah buruk dengan Kak Lucas." Balas Kala, aku mengangguk mengerti. Kala pernah menantang Lucas dan dia kalah telak. Saat aku tahu bahwa kami ditatap secara terang-terangan oleh Lucas membuatku kehilangan selera makan, aku menghabiskan minumanku dan bersandar, menunggu Kala selesai.

"Kenapa tidak habis, Lith?" Tanya Kala, aku menghela napas. "Aku kehilangan selera makan ku." Jawabku sekenanya, Kala berpikir sebentar kemudian mengangguk paham. Dia tahu kalau aku benci di lihat saat makan.

[ Lucas Pov. ]

Aku kembali masuk ke Akademi setelah sempat sakit 3 hari, aku bosan terbaring sakit di rumah. Kelas 3 adalah masanya untuk ujian, tapi masih banyak yang santai, termasuk aku.

"Hei Lucas, aku akan menembak Kala usai istirahat." Kata seorang sahabat ku, Kaiden Marshal.

"Kala? Yang mana?" Tanyaku menatap seisi kantin. Kaiden menunjuk seseorang berambut perak sebahu yang duduk diantara para murid kelas 1. Gadis itu mencolok karena rambutnya.

Tapi perhatianku bukan pada Kala, tapi murid di hadapannya. Gadis dengan rambut hitam legam sepinggang, seperti malam yang gelap.

"Yang rambut hitam itu siapa?" Tanyaku tanpa sadar, terus menatap ke arah mereka.

" yang duduk di depan Kala?"

Aku mengangguk. "Ya, siapa dia?"

Kaiden terkekeh. "Itu Brylith, murid terpintar di angkatannya meski sihirnya lemah. Kenapa? Baru kali ini ku lihat kau menanyakan soal perempuan." Kaiden menyeringai, aku mendengus. "Salah ya?"

"Tentu tidak."

"Kalau begitu jangan di tanyakan kenapa, aku hanya penasaran. Mereka seperti siang dan malam."

Sahabat ku itu tertawa. "Siang dan malam, huh? Yah, kau benar.. dengan tingkat kepekaan indra yang tinggi kau bisa memperluas jarak serangan sihir. Di antara para murid kelas 1 tahun ke dua, mereka adalah combo terkuat. Lagi pula perbedaan warna rambut mereka kontras sekali." Jelasnya.

Aku menatap Kaiden. "Kau banyak tahu tentang mereka rupanya.." Kaiden mengangkat bahu "Yah, tidak juga.. lagipula akulah yang mengetes mereka saat ujian serangan gabungan. Kala yang kuat dan Lith yang cerdas. Seharusnya kau ingat murid yang mendapatkan peringkat pertama tes tulis saat ujian masuk tahun lalu, itu Lith." Jelasnya, aku mengangguk menatap ke arah meja itu lagi.

Aku sedikit tersentak, Brylith menatap balik. Dia sadar tengah di perhatikan? Mata kami sekilas bertemu, itu mata yang paling bersinar yang pernah ku lihat. Mata biru yang sangat indah.

"Sepertinya kau tertarik pada Lith, kau mau bicara dengannya? Kebetulan kami itu sering bicara, dan jangan terus menatapnya.. kata Kala, Lith benci ditatap saat makan." Kaiden menepuk pundakku.

"Sepertinya Brylith sudah sadar kalau di perhatikan sejak tadi.." Gumam ku, aku melihat gadis itu berhenti makan memilih menunggu Kala.

Pelajaran selanjutnya di mulai, kali ini penguatan senjata. Kami latihan di lapangan.

"Sepertinya ada kelas lain yang bergabung.." Kata kaiden menatap professor yang tengah berbincang dengan professor lain. Aku menatap professor itu, Professor Lan adalah guru penguatan senjata dan ia tengah berbicara dengan Professor Jun, guru sihir gabungan sekaligus wali kelas 1 tahun ke dua. Professor Lan mengangguk beberapa kali kemudian menatap kami.

"Kelas 1 tahun kedua akan bergabung dengan kita, jangan membuat masalah dengan adik kelas kalian, jangan mengganggu mereka mengingat kita akan bekerjasama mulai sekarang, paham?" Jelas Professor Lan tegas.

"Iya Pak!" Kor seluruh murid. Beberapa dari mereka senang dengan penggabungan kelas ini, salah satunya adalah Kaiden.

"Luke apa aku sedang bermimpi..?" Kaiden menepuk kedua pipinya, bertanya menatapku.

"Kau tidak bermimpi, dasar bodoh." PLAK! Kulayangkan satu tamparan di punggungnya, Kaiden terlonjak kaget. "Itu sakit.." Rintihnya sambil mengusap punggungnya, aku hanya mengangkat bahu tak peduli.

"Berarti aku tidak bermimpi, astaga... kita akan gabung kelas dengan kelasnya Kala!" Kaiden berseru dengan riang, di dukung oleh sorakan yang lain. Astaga seberapa populer gadis itu?

Kami menoleh bersamaan saat segerombolan murid datang ke lapangan dengan seragam ringkas tempur mereka. "Itu mereka." Kata Kaiden menunjuk 2 orang di barisan belakang. Hoo, mataku spontan menatap Brylith yang tengah menguncir rambutnya, pakaian ringkas tempur yang di kenakannya membuat kakinya terlihat lebih jenjang dan ramping, yah ku akui mereka cantik. Tepat saat itu Professor Lan menepuk tangannya, menyuruh kami semua berkumpul.

"Saya akan membagikan kelompok yang terdiri dari 4 murid, setelah itu pilihlah senjata yang akan kalian gunakan dan akan saya jelaskan permainan yang akan kita lakukan." Professor itu memberi instruksi, lalu membacakan nama-nama yang tertulis di atas kertas yang ia pegang.

"Lucas Shicmound, Kaiden Marshal, Kala Lunoire, dan Brylith Lucerta. Kalian berada di kelompok 5."

Aku mendengar namaku disebut, ah aku satu kelompok dengan Kaiden.

"Luke!! Kita sekelompok dengan Kala dan Lith!!" Kaiden berseru riang, apa dia memang sesuka itu dengan Kala? Sebagai balasan aku hanya mengangguk. "Ayo, kita pilih senjata kita."

***

[ Brylith Pov. ]

Pelajaran penguatan senjata bukan hanya pelajaran tentang menguatkan serangan senjata dengan mana, tapi juga belajar untuk menggunakan senjata yang telah di perkuat secara efektif, menghancurkan musuh dengan sekali serang, serta belajar teknik penyerangan di medan tanpa sihir. Itu pelajaran yang tidak mudah, terlebih jika sudah bergantung pada serangan sihir dan belum pernah mengangkat senjata lain selain tongkat sihirnya. Aku yang memiliki sihir lemah mungkin tidak terlalu di untungkan dalam hal ini, tapi aku sudah terbiasa, ini hanya soal pengalaman saja.

"Lith kita sekolompok dengan Kaiden dan Lucas." Bisik Kala, aku mengangguk. "Aku mendengarnya kok, dan ayo pilih senjata kita."

Gudang persenjataan tak jauh dari lapangan tempat kami akan latihan, sebenarnya pelajaran penguatan senjata resmi di mulai saat kita sudah berada di kelas 2, tapi entah mengapa kami melakukannya sekarang. Kala membuka pintu besi gudang persenjataan, wah aura yang dingin. Gudangnya sangat besar dengan berbagai macam senjata yang tertata rapi.

"Hei Kala.. apa gudang ini sama besar dengan gudang persenjataan di rumah lelang mu?" Tanyaku sambil melihat-lihat berbagai macam senjata.

"Kau bercanda? Rumah lelang ku adalah tempat lelang terbesar di Atheyrine.. kau kan selalu masuk ke gudang lelangnya.." Jawab Kala, yah.. aku lupa kalau Kala adalah putri dari pemilik rumah lelang terbesar di Atheyrine dan aku sering kesana.

Mataku tertuju pada sebuah pedang panjang dengan bilah dari besi hitam, salah satu besi terkuat di Atheyrine meski bukan yang paling kuat. Aku mengambil pedang itu, nyaman saat di genggam dan juga ringan. Aku juga mengambil sarungnya yang berwarna putih, senada dengan gagang pedangnya. Setelah ku sampirkan di pinggang, aku menghampiri Kala yang telah memilh senjatanya.

"Serius mau pakai tombak?" Tanyaku tak percaya, Kala baru sekali mengayunkan tombak!

"Tentu saja, aku tak nyaman dengan panah.. aku mau menyerang langsung." Kala dengan bangga memperlihatkan tombaknya yang berbilah merah, aku menatap sejenak tombak itu. Tombak itu kuat dan tongkatnya terbuat dari kayu Hutan Kabut, kayu disana sangat ringan namun sangat kuat. Aku mengangguk, senjata yang bagus.

"Hei, apa kalian sudah selesai?" Suara dengan nada bariton itu membuat kami menoleh. Seorang senior dengan senyum merekah manis itu melambai riang, terlihat lesung pipi yang agak dalam di wajahnya. Aku mengangguk, aku kenal senior ini.. dia adalah Kaiden Marshal, salah satu penyihir Akademi yang cukup terkenal dan di belakangnya melangkah dengan sangat tegas senior yang melihati kami saat makan, Lucas Shicmound.