Aku dan Juna terbangun ketika mendengar suara muntah dari dalam kamar mandi. Ketika menoleh ke tempat tidur, ranjang Siena kosong. Meski dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul, aku dengan masih agak sempoyongan pergi ke kamar mandi menghampiri Siena.
Dia tengah tertunduk di depan wastafel. Sebagian rambutnya yang tergerai menutupi wajahnya. Dia menoleh ke arahku ketika aku masuk. Wajahnya tampak pucat. Dia juga berkeringat.
"Maaf kalau suaraku membangunkanmu," katanya dengan napas terengah-engah.
Rasanya, aku harus terbiasa dengan kejutan-kejutan baru dari Siena. Kehamilannya kali ini sepertinya memengaruhi perilaku dan sifatnya. Juga caranya bersikap kepadaku. Dan aku merasa senang dengan perubahan itu. Mungkin Tuhan merasa kasihan kepadaku, atas apa yang selama ini sudah kujalani.
Aku berjalan menghampirinya, kemudian menyibak rambutnya yang menjuntai menutupi wajahnya ke belakang tengkuknya. "Maaf," kataku ketika jemariku tanpa sengaja menyentuh kulitnya.