Ketika terbangun, lengan kokoh Bang Ares melingkari pinggangku. Aku berbalik agar bisa menghadap dan menatap wajahnya. Pelukannya padaku semakin erat, seolah-olah khawatir aku akan pergi dan menghilang seperti embun pagi jika dia melepaskan pelukannya. Embusan napasnya beraturan. Wajahnya tampak begitu damai. Rambut pirang gelapnya berantakan dan mencuat ke sana kemari, tetapi sama sekali tak mengurangi ketampanannya. Semalam, setelah lamaran mendadak yang sama sekali tak romantis itu, kami tidur dengan saling berpelukan. Segala perasaan yang kami pendam tersampaikan lewat sentuhan itu. Lebih dalam daripada sekadar hubungan seks.