Takdir itu seperti lautan yang luas, kita tidak tau dimana awal dan akhirnya, juga seberapa jauh ujungnya. Itu bisa jadi adalah hal yang indah dan membahagiakan, namun secara bersamaan bisa menjadi hal yang menenggelamkan, menyesakkan.
Pagi itu seperti biasanya, Rere melangkahkan kakinya di pelataran kampus dengan sedikit terburu-buru. Sesekali ia menggerutu karena Bayu yang tak lain adalah abangnya sangat sulit untuk dibangunkan. Sudah berkali-kali ia mengetuk pintu kamar abangnya itu, malahan kalau saja ia punya tenaga lebih kuat, ingin rasanya dia dobrak saja pintu itu.
Ia heran kenapa bisa abang yang juga memiliki aliran darah yang sama sepertinya dan lahir dari rahim yang sama namun memiliki sifat menyebalkan seperti itu. Alih-alih memanjakannya, ia justru sering menjahilinya. Rasa-rasanya ada yang kurang dalam hidup Bayu jika sehari saja ia tak membuat Rere kesal. Namun tak dapat dipungkiri jika saudara sedarah itu saling menyayangi satu sama lain. Bayu yang penuh rasa humor itu bisa berubah menjadi macan jika ada yang menyakiti adiknya. Menurutnya, hanya dirinyalah yang boleh membuat Rere menangis. Tidak dengan orang lain.
Rere menatap pintu sebuah ruang kelas yang telah tertutup rapat. Sudah bisa dipastikan bahwa dosennya yang terkenal killer itu telah duduk di singgasananya. Rere ragu untuk mengetuk pintu itu atau langsung saja membukanya karena tidak ada pilihan yang lebih baik diantara keduanya.
"Restya!! Anda terlambat 15 menit dari waktu yang ditentukan!! Silahkan keluar!! Saya tidak mengijinkanmu mengikuti kelasku!!" tegas Miss Ivanka saat akhirnya Rere memutuskan untuk memasuki ruang perkuliahan.
"Tapi miss,, saya..."
"Saya tidak terima alasan apapun! Silahkan kamu keluar dan tutup pintu itu dari luar!" kata Miss Ivanka lagi. Rere mencebik kesal dan keluar dari kelas itu. Sepertinya dosennya itu memang harus segera menikah biar galaknya kurang.
Masih dengan wajah kesalnya, Rere melangkah ke arah taman dan duduk di salah satu bangku yang bertengger di sana. Ia masih menggerutu dan kadang-kadang terdengar umpatan dari bibir mungilnya. Seharusnya dosennya itu memberinya kesempatan untuk menjelaskan karena biar bagaimana pun, ini adalah kali pertamanya ia terlambat. Selama ini dia bahkan selalu hadir setengah jam sebelum Miss Ivanka masuk mengajar. Ini benar-benar tidak adil baginya.
"Rere kan??" suara seorang pria tak asing menghampiri telinganya. Rere berbalik ke arah suara itu. Rere membulatkan matanya karena terkejut yang dibalas dengan kekehan pria itu. Ia menatap Rere dengan tujuan meminta ijin duduk di bangku yang sama yang diduduki Rere.
"Kok loe bisa disini?" tanya Rere setelah ia mengijinkan pria itu duduk di sampingnya.
"Gue juga kuliah di sini. Jurusan ilmu sosial. Nggak nyangka ya bisa ketemu di sini, " katanya tersenyum memperlihatkan lesung pipinya. Siapa lagi pria yang memiliki lesung pipi yang mempesona dan menarik para gadis untuk tetap setia memandangnya kalau bukan Reksa?! Iya, Reksa. Itulohhh,, laki-laki yang nemu di Mahameru. Yaelah,, segala pake kata nemu, udah kaya barang hilang saja.
" Oohh gitu. Sendirian? " tanya Rere mengantisipasi kalau-kalau pria di sampingnya dibuntuti oleh kekasihnya yang posesif itu. Yaahh,, sebenarnya Rere juga tidak tau jika gadis beberapa hari yang lalu itu adalah kekasih Reksa atau bukan. Tapi kalau dilihat dari sikap dan tatapan matanya yang memandang tak suka ke arah Rere, sudah dipastikan tanpa perlu dipertanyakan lagi.
"Seperti yang kamu lihat," kata Reksa mengendikkan bahunya.
"Loe kuliah jurusan apa di sini?" tanya Reksa lagi.
"Sastra Indonesia," kata Rere sedikit menarik bibirnya untuk tersenyum tipis.
"Loh?? Bukannya anak Sastra lagi masuk ya??? Kok loe di sini??? Lagi males atau gimana?" Reksa mengerutkan keningnya.
"Kelas Miss Ivanka,, dan gue telat 15 menit," terang Rere kembali sebal mengingat insiden "pengusiran" yang terjadi beberapa saat yang lalu. Reksa terkekeh begitu paham akan situasinya. Siapa yang tidak mengenal dosen itu? Hampir semua mahasiswa tahu bagaimana kejamnya Miss Ivanka.
"Nggak usah ketawa ya!! Mau gue tampol sepatu??!!" Rere melotot dan itu membuat tawa Reksa semakin keras.
"Sorry... Sorry... Gue nggak sengaja ketawa," kata Reksa menghentikan tawanya tapi masih betah memamerkan senyuman mautnya.
"Mana ada orang ketawa nggak sengaja. Dasar!!! Ehh,, tapi loe tau darimana kalo gue ada kelas?" tanya Rere yang baru menyadari hal itu.
"Kebetulan teman gue ada yang anak sastra. Tadi gue barengan,, tapi dia buru-buru katanya ada kelas pagi. Pantesan aja dia kaya dikejar setan gitu, ternyata kelas Miss Ivanka rupanya," jawab Reksa kembali terkekeh.
"Temen apa temen?? Jangan-jangan cewek loe yang waktu itu ya??" tebak Rere yang tiba-tiba menggaruk tengkuknya yg tidak gatal. Ia sadar bahwa ia telah kelepasan. Reksa mengerutkan keningnya berusaha mengingat orang yang dimaksud Rere.
"Oh,, bukan-bukan. Temen gue yang tadi cowok kok!!" kata Reksa lagi begitu tahu siapa orangnya. Rere mengangguk dan tidak berani lagi membuka suara. Ia takut dirinya akan melewati batasan seperti tadi lagi.
Suasana tiba-tiba hening, entah apa yang mereka pikirkan dan membuat nyaman untuk saling mengatupkan bibirnya.
"Oh ya, cowok yang waktu itu?? Cowok loe ya?" tanya Reksa ragu-ragu. Ia bahkan tak berani menatap mata Rere yang kini memandangnya. Rere sedikit kaget dengan pertanyaan yang diajukan Reksa.
"Cowok? Yang mana?" tanya Rere mengerutkan keningnya.
"Ituloh. Yang di Mahameru."
"Ohh,, bang Bagas," tebak Rere kemudian terkekeh atas pertanyaan Reksa.
"Kok malah ketawa? Pertanyaanku lucunya dimana?" tanya Reksa dengan tampang polosnya. Baru saja Rere akan menjawab tiba-tiba getaran ponselnya mengintrupsinya.
"Bentar ya, angkat telepon dulu.," pamit Rere bangkit dari duduknya dan sedikit menjauh dari Reksa. Bukannya ia tak ingin percakapannya didengar oleh pria itu, namun ia hanya merasa tidak enak jika harus mengacuhkan Reksa dan asik mengobrol lewat teleponnya.
" Halo.... Iya bang... Taman.. Emm,, nggak ada sih soalnya hari ini gue telat jadi ngga diijinin masuk kelas..... Ohh,, dimana?? Oke,, gue tunggu.. Buruan ya, gue laper ini nggak sempat nyarap tadi. Kalo telat,, loe harus bayarin makanan gue ntar!!" Rere mengakhiri panggilan itu dan kembali duduk di samping Reksa.
"Jadi??" tanya Reksa lagi saat Rere tampak tak berniat menjawab pertanyaannya.
"Apa??" tanya Rere lagi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia masih memasang tampang polosnya dan itu membuat Reksa sedikit dongkol.
"Pertanyaan gue yang tadi..." kata Reksa mengingatkan Rere membuatnya menepuk jidat.
"Ya ampun, Sa. Loe masih penasaran sama itu. Kirain ada apa. Emang kenapa sih?? Penting ya buat loe?" tanya Rere menatap kedua mata coklat di hadapannya itu. Reksa mengangguk. Ia seperti menimbang sesuatu untuk dikatakannya.
"Sebenernya...
" Rere!! Ayo!! Kita udah telat!" teriak seseorang yang tak jauh dari mereka. Ia melambai ke arah Rere.
" Sa, gue duluan ya. Udah ada janji. Next time kita ngobrol lagi kalo ngga ada yang keberatan. Bye!! " kata Rere meninggalkan Reksa yang terpaku. Rere setengah berlari menghampiri Bagas.
"Aduh,, lupa minta nomer handphone nya!! Ahh,, sial... Hmm,, itu cowok yang sama kan dengan yang di Semeru," celetuk Reksa menyesali kebodohannya. Ia pun menghempaskan tubuhnya ke bangku yang tadi ia duduki bersama Rere hingga getaran handphone menyadarkan lamunannya.
Rek, bsa ke rmh g?
Aku tunggu.. Aku hrp qt bs slesaiin smua dgn baik2. Jgn mghindar lagi, please. Aku syg km.
Tbc
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Terima kasih karena masih setia di sini..
Semoga terkesan.. 😊😊
Maaf jika msh banyak kekurangan..
Salam..