Rek, bsa ke rmh g?
Aku tunggu.. Aku hrp qt bs slesaiin smua dgn baik2. Jgn mghindar lagi, please. Aku syg km.
Sekali lagi Reksa membaca ulang pesan yang dikirim oleh orang yang mengisi tawa dan tangisnya dalam jangka waktu yang tak bisa dibilang singkat. Ia menimbang apa yang harus dilakukannya sekarang. Rasa sakit yang dirasakannya beberapa hari yang lalu masih tertinggal di hatinya. Tak semudah itu ia bisa menghilangkannya. Mungkin perasaan yang ia miliki pada gadis itu belum menancap terlalu dalam sehingga ia tak bisa menerima kesalahannya. Baginya, kesetiaan adalah pondasi dalam sebuah hubungan.
Tapi,, benar kata gadisnya itu bahwa ia tak bisa terus-terusan menghindar dari masalah. Gadisnya?? Mungkin ia akan berpikir lagi saat ia mengklaim hal tersebut. Sekarang sudah tidak lagi ia bisa menyebutnya sebagai gadisnya. Akhirnya ia membalas pesan itu dan segera melangkah ke sumber tujuannya sekarang.
Maaf,, aku g bsa ke rmh km.
Temui aku di cafe t4 biasa qt brtemu.
**
"Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Apa kabar loe, Re?? Kok lama nggak pernah main ke rumah?" tanya salah seorang pria yang bertubuh jangkung kepada Rere saat menghampiri sekumpulan orang yang membentuk kelompok dalam satu meja. Di sana tampak ada 3 orang pria dan 1 gadis dengan berbagai jenis kopi yang terhidang untuk mereka.
" Baik, bang. Abang apa kabar? Maklumlah bang, akhir-akhir ini sibuk kuliah," kata Rere membalas pelukan pria itu.
Namanya Bagus, ya jika dilihat dari namanya memang serupa dengan nama Bagas. Dua pria yang memiliki gestur tubuh yang sangat berbeda dengan warna kulit yang juga berbeda. Siapa sangka jika kedua pria itu pernah berada di rahim yang sama bahkan pada waktu yang sama.
Jika Bagas memiliki gestur tubuh padat berisi dengan kulitnya yang sedikit gelap, juga gigi kelincinya yang membuatnya terlihat tampan, berbeda halnya dengan Bagus yang jangkung, kulit bersih dan kumis tipis yang menghiasi wajahnya. Hanya satu hal yang dimiliki oleh keduanya yaitu iris mata biru yang menenggelamkan orang-orang yang menatapnya. Rere menarik kursi yang berada di samping Bagus disusul oleh Bagas yang melakukan tindakan yang sama di sampingnya.
"Jadi gimana nih? Kapan mendaki lagi??" celetuk Megy tampak antusias. Kekasih Dion itu memang sangat menyukai wisata alam sehingga ia dengan mudahnya berbaur bersama sahabat kekasihnya. Karena alasan itu juga ia bisa menjadi akrab dengan Rere, sesama wanita yang hobby climbing. Bedanya, jika Megy tetap menjaga penampilannya agar tetap terlihat anggun seperti cewek kebanyakan, berbanding terbalik dengan Rere yang sudah sebagian besar penampilan bahkan sikapnya seperti seorang cowok. Meskipun demikian,, hal itu tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa dilihat dari segi manapun Rere tetap cantik dan menarik.
"Biar mereka pesen minum dulu kali, Gy. Mereka kan baru tiba," kata Hendra menoyor kepala Megy pelan.
"Eh eh,, apaan loe noyor kepala pacar gue?" kata Dion pura-pura marah.
"Ceilehh,, santai brohh... Santai.. Marah mulu cepet tua ntar," goda Hendra lagi yang diikuti tawa dari teman-temannya.
"Loh yang,, kok kamu ikut ketawain aku juga sih?? Kan tadi belain kamu," Dion mencebik dengan nadanya yang sok manja.
"Gue pengen muntah denger bahasa loe, Yon. Re,, lu mau gue pesenin apa?" tanya Bagas berdiri dari duduknya.
"Coffe late. Seperti biasa ya,, banyakin krimnya," kata Rere masih dengan tawanya yang sulit untuk berhenti. Bagas mengacungkan jempolnya dan beranjak dari tempatnya.
"Nah loh.. Si Rere ngga bisa berhenti. Makanya lu pada jangan bikin dia ngakak, susah nyetopnya," kata Bagus menggeleng melihat kelakuan mereka. Begitulah kalau sudah ngumpul, semua akan menjadi hiburan tersendiri bagi mereka.
"Jadi?? Kemana pendakian kita selanjutnya?" tanya Rere setelah tawanya reda.
"Semeru gimana?" saran Hendra.
"Elah,, bulan lalu kan gue udah ke sana bareng Rere," kata Bagas membawa dua cangkir kopi, satu ia berikan kepada Rere, kemudian ia kembali mendaratkan pantatnya ke tempat duduknya semula.
"Kan loe berdua aja,, kita juga mau kali. Enak di kalian kalo gitu," kata Hendra lagi mempertahankan pendapatnya.
"Lagian kan waktu kemaren kita ajak, loe bilang udah kesana makanya ngga ikut," kata Bagas lagi.
"Kan kemaren juga bertepatan sama ujian final gue, Gas. Rere juga pasti ngga keberatan klo kesana lagi. Iya kan Re? " sergah Dion.
"Kalo gue sih mana mana aja yang penting semua setuju," kata Rere kemudian menyeruput coffe latenya.
"Rinjani aja, gimana?" Megy mengeluarkan pendapatnya.
"Loh kok Rinjani, yang? Kan kamu pengen ke Semeru lagi," protes Dion pada kekasihnya. Megy mengeluarkan cengiran tanpa dosanya sembari mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf "v".
"Gue setuju, Rinjani," kata Bagas menyetujui ide Megy.
"Rinjani juga keren lah.. Oke, gue juga deal," kata Hendra.
"Jadi gimana, Yon?" tanya Bagus membuat semua menatap Dion.
"Ya udah deh,, kita ke sana," kata Dion akhirnya. Mereka pun memutuskan untuk mendaki Rinjani yang merupakan kepemilikan pulau Lombok.
"Eh... Btw, gimana nih pengalaman kalian ngedaki semeru berdua kemaren? Lagaknya udah kaya honey moon aja,, pergi berdua," goda Bagus mengangkat alisnya yang dibalas dengan pukulan oleh Rere.
"Buset... Kira-kira dong kalo mau mukul, Re. Loe kira tenaga loe kaya cewek? Udah mo nyamain tenaga si Hendra gitu masih demen juga main geplak," sungut Bagus memegang lengannya yang tadi dipukul Rere. Rere hanya membalasnya dengan dengusan kesal.
"Lagian loe juga sih, Gus. Salah sasaran ngegoda Rere. Loe kan tau gimana gue sama Rere. Gue aja heran, kok kemaren pas di semeru nggak sempat berkelahi sama dia. Dia jadi lebih kalem gara-gara patah hati," kata Bagas tertawa. Rere memutar bola matanya makin kesal.
"Gimana ceritanya tuh?? Maksudnya patah hati gimana?? Bisa juga loe naksir orang, Re??" tanya Dion penasaran.
"Males gue,, gue ke toilet bentar, kebelet...," kata Rere yang malas meladeni teman-temannya.
"Yah.. Yah.. Malah kabur...," protes Dion saat Rere bangkit dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan mereka.
Rere melangkahkan kakinya dengan langkah pasti karena cafe ini merupakan tempat yang paling sering ia jamahi bersama teman-temannya. "Louis Cafe" begitulah nama yang terpampang di salah satu tembok dengan mural yang mengagumkan.
Tak butuh waktu lama hingga Rere keluar dari toilet dan hendak menuju tempatnya semula. Namun ia menajamkan pandangannya ke arah salah satu meja yang terletak di sudut ruangan. Bukankah itu Reksa??
Ia masih fokus memperhatikan gerak-gerik pria yang ia yakini adalah Reksa dan anggapannya tidak salah karena kini ia bisa melihat wajah pria itu dengan jelas. Tampak seorang gadis di hadapannya, mereka terlihat membicarakan sesuatu yang serius. Hingga tiba-tiba satu adegan yang membuatnya mengalihkan pandangan dan segera melangkahkan kakinya menghampiri teman-temannya.
Ada rasa yang seakan menggerogoti hatinya. Entahlah, sesuatu yang sulit dijabarkan. Ketika seseorang yang baru ia kenalnya beberapa hari yang lalu itu dikecup oleh gadis lain. Ternyata benar, sudah ada yang punya. Jangan katakan tidak atau pandangannya salah saat ia benar-benar melihat adegan itu. Tepat ketika bibir keduanya bertemu, seolah mereka melupakan keberadaan orang-orang yang ada di sekitarnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Fiuuhhh... Bagian 3 selesai..
😊😊
Patah hati dehhh.... Cup cup cup..
Terima kasih sudah menunggu.
Sampai ketemu di part selanjutnya.. 👋👋