Sudah dua hari Nomor 5 berada di hutan dan pelan-pelan ia mulai merasa kerasan. Ia bisa tidur kapan saja ia inginkan, tidak perlu mendengar teriakan atau menerima pukulan apa pun dari Dotan, dan yang paling penting... ia merasa bebas.
Mungkin wanita tetangganya itu benar, lebih baik baginya jika hidup di hutan seperti ini. Ia akan selamat dari tuan bengis seperti Dotan. Saat ia kelaparan, Nomor 5 mencoba mencari beri atau jamur untuk dimakan. Ia sama sekali tidak peduli rasanya, yang penting ada sesuatu untuk mengganjal perutnya.
Selama di hutan, ia belum pernah bertemu manusia satu pun dan hal itu membuatnya sangat senang. Tidak ada yang mengganggunya dan memukulnya. Ia juga telah belajar untuk mengumpulkan ranting-ranting dan daun untuk membuat tempat perlindungan darurat.
Ia pelan-pelan mulai mengenali jamur mana yang membuat perutnya sakit dan mana yang tidak. Ia bahkan sudah menemukan daun yang rasanya manis dan ia bisa memakannya untuk mengisi perut kalau gagal menemukan beri atau jamur. Semuanya ia makan mentah.
Bukankah hewan-hewan di hutan juga memakan semuanya tanpa dimasak dan mereka tetap hidup? demikian pikirnya.
Untuk meredakan rasa haus ia akan meminum sedikit-sedikit wine di botolnya yang tersisa. Kadang ia akan meminum embun dari daun-daunan di hutan. Setelah merasa tubuhnya lebih kuat, ia memutuskan untuk berjalan menelusuri hutan dan berusaha mencari sumber air atau sungai. Setelah wine-nya habis ia tahu ia harus segera mencari sumber air untuk minum, kalau tidak ia bisa mati.
Selama ia di hutan, Nomor 5 belum pernah bertemu hewan buas. Ia tidak tahu ada hewan apa saja yang ada di sini. Ia selalu membawa sebuah tongkat dari ranting pohon yang jatuh sebagai senjata, berjaga-jaga jika ada hewan hutan yang ingin mengganggunya.
Setelah berjalan seharian, ia belum juga menemukan sumber air. Kakinya merasa sangat lelah dan tenggorokannya haus meminta ditetesi air. Tenaganya semakin menghilang dan semangatnya pun demikian. Hutan menjadi semakin lebat dan ia sama sekali tidak tahu arah.
Akhirnya ia memutuskan berhenti dan beristirahat. Tubuhnya sangat lelah, lapar, dan haus. Ia tidak sanggup berjalan lagi.
Apakah aku akan berakhir di sini?
Begini sajakah hidupku?
ROARRRR...
Belum habis ia merenungi nasibnya, tiba-tiba telinganya mendengar bunyi auman yang sangat menakutkan dari arah Barat. Ia tidak tahu suara binatang apa yang sedang meraung ini.. yang jelas suaranya saja demikian menggetarkan dan mampu membuat jantungnya serasa lepas dari dadanya.
Oh Tuhan.. apakah itu harimau? Bulu kuduknya meremang. Seketika rasa panik segera menguasai dirinya dan dengan cemas ia melihat sekeliling, berusaha untuk mencari tempat bersembunyi. Tidak ada.
Tempatnya sedang berdiri merupakan bagian hutan yang sedikit terbuka. Ia juga tidak bisa memanjat pohon untuk melarikan diri, karena semuanya sangat besar dan tinggi. Cabang terdekatnya berada jauh di atas kepalanya.
ROARRRR
Suara auman harimau itu terdengar semakin keras dan dekat. Seluruh wajah Nomor 5 telah berubah putih seperti mayat dan tubuhnya berdiri tegak bagaikan patung. Seolah kesadarannya memilih pergi daripada menyaksikan tubuhnya dicabik-cabik oleh harimau.
ROARRRR
Beberapa detik kemudian sosok menakutkan itu pun tiba. Seekor harimau loreng yang besar sekali melompat keluar dari sebuah semak dan menerkam Nomor 5 sambil mengeluarkan auman panjang mengerikan.
Inilah akhirnya...
Nomor 5 spontan memejamkan mata dan menyambut kematiannya.
"Gwynn!! Jangan bunuh!"
Tiba-tiba, di setengah detik terakhir terdengar suara teriakan merdu seorang gadis dan sang harimau dengan lincah telah membanting tubuhnya ke kanan. Ia lalu mendarat anggun di samping Nomor 5 yang berdiri seperti patung dengan mata terpejam dan pakaian basah oleh air kencingnya.
Karena merasakan cabikan taring harimau tidak juga tiba, akhirnya Nomor 5 membuka matanya pelan-pelan. Ia telah lupa bernapas selama hampir satu menit dan ketika menoleh ke kiri, ia melihat seekor harimau loreng sangat besar yang demikian mengerikan berdiri di sampingnya. Sikap harimau itu tampak sedikit arogan, tetapi sama sekali tidak mengancam.
Tanpa sadar tubuh Nomor 5 menggelosor ke tanah karena kaget dan takut.
"Hei.. maafkan Gwynn. Dia pikir kau itu hewan buruannya."
Suara merdu itu terdengar kembali dan beberapa saat kemudian muncullah sang empunya suara. Nomor 5 mengangkat wajahnya untuk melihat siapa yang mengajaknya bicara. Ketika ia melihat gadis yang baru datang dengan melompati semak-semak di depannya, seketika Nomor 5 tertegun.
Ia belum pernah melihat manusia yang demikian rupawan. Gadis ini mungkin berumur 13 tahun. Seorang gadis remaja yang luar biasa cantik. Rambutnya yang panjang berwarna pink muda dan diikat sekenanya di belakang kepalanya agar praktis. Sepasang matanya yang besar berwarna terang seperti batu mulia emerald. Hidungnya dan bibirnya mungil, berwarna pink alami. Tubuhnya semampai dengan pakaian ringkas seperti anak laki-laki, yang tetap tidak dapat menyembunyikan keindahan tubuhnya yang feminin. Gadis ini akan tumbuh menjadi wanita paling cantik di dunia, pikir Nomor 5.
"Siapa namamu?" tanya gadis itu setelah ia berdiri tepat di depan Nomor 5. "Kenapa kau bisa ada di hutan ini sendirian?"
Nomor 5 masih terpaku, tidak dapat menjawab. Ia tidak bisu tetapi sangat jarang ada orang yang mengajaknya bicara, sehingga ia hampir lupa caranya mengeluarkan kata-kata.
Gadis itu telah melihat betapa kumalnya pakaian Nomor 5 dan tubuhnya demikian kurus seperti anak pengemis yang telah beberapa hari tidak makan. Ia pun memutuskan bahwa saat ini kata-kata tidaklah penting.
"Apakah kau lapar?" Gadis itu bertanya dengan suara penuh empati.
Nomor mengangguk pelan. Ia sangat lelah, haus, dan lapar.
"Namaku Myria," kata gadis itu lagi sambil mengeluarkan sebuah botol minuman dari tas kulit yang menggantung di pinggangnya. "Minumlah. Setelah ini kita akan mencari makanan."
Nomor 5 yang sangat kehausan tanpa malu-malu segera menerima botol minuman itu dan meneguk airnya. Ia tahu diri dengan tidak menghabiskan semuanya. Dengan menyisakan setengah, ia mengembalikan botol minuman tersebut kepada empunya.
Perbuatannya ini tidak luput dari pengamatan Myria. Gadis itu tersenyum sambil menaruh kembali botol minuman ke dalam tasnya.
"Aku sedang mengajak Gwynn jalan-jalan dan ia tiba-tiba berlari ke sini. Aku pikir ia menemukan hewan buruan. Ternyata itu kau. Kurasa kau tersesat di hutan ini ya? Apakah kau masih punya orang tua?"
Nomor 5 menggeleng pelan.
"Hmm.. kau tidak punya orang tua lagi? Malang sekali. Kau kan masih kecil... Lalu bagaimana kau bisa makan?" tanya Myria dengan ekspresi kasihan. Ia tidak perlu mendengar jawabannya. Dari kondisi bocah kurus yang menyedihkan ini, ia bisa menyimpulkan bahwa Nomor 5 sudah beberapa hari tidak makan. Kalau ia tidak menemukannya, mungkin anak itu akan mati di hutan beberapa hari lagi dan menjadi mangsa binatang.
Nomor 5 hanya tertunduk lesu.
"Ayo ikut aku! Di rumahku ada banyak makanan. Nanti kalau sudah makan, kita akan memikirkan apa yang harus kau lakukan..." Myria menarik tangan Nomor 5 agar bangkit berdiri. Ia lalu mendecak dan memerintahkan Gwynn untuk merunduk. "Gwynn.. bawa kami pulang ya."
Dengan patuh harimau besar itu merundukkan tubuhnya dan Myria segera mendorong Nomor 5 agar memanjat naik. Nomor 5 tidak sempat menolak. Tahu-tahu saja tubuhnya sudah ada di atas punggung Gwynn, diikuti oleh Myria yang melompat dengan lincah.
"Ayo, kita pulang!" seru Myria sambil memegang erat-erat leher Gwynn dan menjepitkan kakinya ke perut harimau itu.
Nomor 5 merasakan dadanya begitu hangat saat tubuhnya melayang di udara bersama Gywnn dan Myria, dan angin yang sejuk menyapu wajahnya.
Ia belum pernah sebahagia itu.