Dea melarang Hafis untuk menemaninya ke sekolah hari ini, karena dia ingin fokus rapat MOS tanpa di kacaukan oleh Hafis lagi.
Dea dekat dengan Hafis sudah 4 bulan. Namun, Dea masih belum bisa menerima Hafis ketika lelaki itu menembaknya untuk menjadikannya seorang Pacar.
Meskipun tengah diberitakan berpacaran karena ke mana-mana selalu berdua, Dea terus menyangkal berita itu. dia menolak karena memang Hafis sendiri yang mengikutinya. Terkadang, ada disaat Dea butuh bantuan Hafis. Jadi, Hafis hanya dimanfaatkan oleh Dea, semisal itu disebutkan dalam kalimat yang kasar.
Seperti sebuah kebebasan, Dea bernafas lega saat dia berada disekolah tanpa Hafis. dia jadi bebas ke mana-mana, bercanda dengan teman laki-laki yang merupakan anggota osis seperti dirinya tanpa adanya kemarahan dari Hafis, dan melalukan hal sesuka dirinya tanpa dipantau Hafis.
Sungguh, itu adalah sebuah hal yang memuaskan baginya.
Dea sampai di sekolah 10 menit sebelum rapat dimulai. Tetapi, di ruangan osis juga masih banyak yang belum datang. Dea jadi ingat dengan sebuah istilah yang menyatakan kalau, "Sebagian dari orang Indonesia, menyetujui bahwa datang terlambat adalah passion mereka." Dea jadi iri dan ingin mempunyai sikap yang tidak baik seperti itu.
Ketua osis sibuk berkeliling sambil membawa tumpukan kertas dan laptop. Diikuti dengan sekretaris osis dibelakang-Nya.
Dea ingin membantu, tetapi, Mada dan Robin yang ada disebelah-Nya pun tidak ada niatan untuk membantu kedua orang itu. Mereka bahkan berpura-pura sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
Dea tidak seperti itu. Meskipun dia hanya anggota osis biasa, dia ingin membantu Ketua osis dan Sekretarisnya minimal dengan membantu membawakan barang mereka. Tetapi, saat Dea ingin berdiri, Mada menghentikan langkahnya.
"gak usah ikut-ikut. Nanti kamu bakal disangka ikut campur seperti kak Esa."
Ya, tentang Esa adalah salah satu anggota osis perwakilan ekstra yang dibilang ikut campur ketika ingin membantu. Dea lalu mengurungkan niatnya, dan kembali duduk dengan tenang sambil berpura-pura membaca sebuah artikel di koran.
Tidak lama kemudian, satu persatu anggota osis yang diundang telah datang. Mereka semua berkumpul di gazebo depan ruangan osis untuk memulai rapat. Sebenarnya rapat akan diadakan di kantor guru. Tetapi, banyak yang menginginkan di tempat terbuka saja sambil menikmati angin semilir-semilir serta sinar matahari yang tidak terlalu terik.
"ini sudah disusun oleh Aca untuk kelas dan pasangan selama membimbing ya! Selain itu, untuk tugas dan kewajiban masing-masing juga sudah disebutkan." Kata ketua osis sambil membagikan beberapa kertas yang sudah tertata rapi.
Dea menerima kertas itu. Lalu, dibacanya dengan saksama. Seketika, dia sedikit terkejut dengan isinya karena selama menjadi pembimbing kelas nanti, dia dipasangkan oleh Asta selaku teman sekelasnya yang sangat dingin dan cuek.
Dea lalu mendekat ke Ani, dia membisiki sesuatu ke gadis itu. "kamu sama siapa?" tanya Dea.
Ani menoleh, lalu membisiki Dea balik, "Sama Danu. Kenapa?"
Ekspresi Dea langsung berubah, seolah mengatakan bahwa Ani sangatlah beruntung. "Sama Danu anak IPA yang terkenal ganteng dan ramah itu?" Tanya Dea memastikan.
Ani mengangguk. "ya siapa lagi yang namanya Danu, kalau bukan orang itu?" Kata Ani sambil menunjuk barisan depan tempat Danu duduk. "memang kamu sama siapa?" Tanya Ani balik.
Dea mendecih, "Asta." Jawabnya cuek.
Ani terkikik mendengar pernyataan Dea. dia dan Dea kenal dekat sehingga Dea selalu membicarakan Asta kepadanya. Asta memang terkenal lelaki yang dingin, cuek, dan sok alim. Padahal mah, kalau memang alim ya gak bakal pacaran.
"yang sabar ya sama Asta." Kata Ani bermaksud menghibur. Namun, Dea justru menatapnya dengan tajam. Tetapi seketika, pandangannya berubah melemah, "tukar dong.." tawar Dea. Namun, Ani menolak tawarannya mentah-mentah.
"sudah dibaca semua, teman-teman?" Tanya Doni selaku ketua osis mereka. Semua calon panitia MOS serempak mengucapkan, "Iya." Termasuk dengan Dea juga.
N A W F C C
Rapat diberhentikan sebentar untuk beristirahat selama 1 jam. Lagi pula sudah adzan zuhur sekalian sholat juga. Jadi, rapat akan dimulai lagi pukul 1 siang.
Selesai sholat, Dea mengajak Ani membeli mi ayam di depan sekolahnya. Memang, di depan sekolah mereka ada tempat seperti Pujasera dengan berbagai penjual makanan dan minuman. Jadi, jikalau kantin sekolah sedang tutup. Pasti larinya bakal ke Pujasera itu.
"tumben gak beli soto ayam?" tanya Ani. Dea merapatkan bibirnya sambil menggeleng, dia masih melihat-lihat siapa saja yang berjualan di hari ini meskipun sudah memesan semangkuk mi ayam.
"cari tempat duduk, lah." Kata Dea. Lalu, mereka berdua duduk di salah satu bangku yang ada di pojok.
Di depan mereka ada sekelompok anak IPA yang juga ikut osis. dia dan Ani tidak ikut bergabung karena mereka berdua dari IPS. Meskipun saling kenal, rasa malu pasti ada di antara Dea dan Ani sekarang.
"heh, kamu kenal lelaki itu gak?" tanya Ani sambil menyenggol lengan Dea yang sedang menyendok mi ayam. Sendok itu pun jatuh, lalu Dea menoleh ke arah Ani. "Yang mana?"
Ani tidak berani menunjuk, dia hanya mendekat ke arah Dea dan membisikinya sesuatu, "yang hadap sini, pakai kalung." Bisik Ani.
Dea pun melihat ke arah yang dibilang Ani. Disitu memang ada seorang lelaki yang sama seperti perkataan Ani, dan dia baru saja melihat lelaki itu padahal Dea yakini bahwa mereka seangkatan.
"aku tahu semua anak angkatan kita meskipun gak tahu namanya. Tetapi, kok dia tertinggal ya?" Ujar Dea heran.
Ani mengangguki, "Iya, aku juga belum pernah lihat padahal kelasnya Velly kan di sebelahku." timpalnya.
Dea menoleh, menatap Ani, "memang dia sekelas dengan Velly?" tanyanya. Ani lalu mengangguk sambil menyeruput es jeruknya, "Iya. Dari tadi bercanda terus dengan Velly." Katanya memberitahu.
Dea hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti, lalu dia melanjutkan kegiatan makannya. Antara pasti atau tidak, dia telah memergoki lelaki itu sedang menatapnya dengan tersenyum, dan membuat Dea sedikit takut.
N A W F C C
Rapat kembali dimulai. Karena tempatnya di gazebo, jadi, tempat duduknya menjadi acak dari yang semula menghadap depan semua, menjadi melingkar. Sehingga, yang semulanya di sebelah Dea adalah Robin, menjadi seorang lelaki yang tidak dia kenal.
Dea ingat senyuman lelaki itu waktu di Pujasera tadi. dia sedikit merinding juga karena mereka duduk berdempetan. Lelaki itu diam, tidak ada pergerakan sama sekali kecuali membenarkan kalungnya dan bersandar pada dinding gazebo.
Dea ingin sekali bertukar dengan Ani karena masih merinding jika membayangkan senyumannya tadi. Sebuah senyuman yang menakutkan dan seperti tidak dilakukan dengan tulus. Memang dia hanya tersenyum tanpa terlihat giginya tetapi, Dea tetap saja merinding.
"tukar tempat duduk, dong." Bisik Dea meminta.
Ani langsung menoleh ke sebelahnya, ada Salsa. Tetapi, secepat kilat dia menoleh ke sebelah Dea. "Oh, dia, mengapa?" tanya Ani dengan berbisik.
Dea memberikan Ani tatapan yang menakutkan, "Cringe, tadi dia senyum paksa ke aku. Merinding aku." bisik Dea. Tetapi, Ani malah terkikik karena perkataan gadis di sebelahnya itu.
"Ajak kenalan, lah!" Suruh Ani, masih dengan berbisik juga.
"gak mau ah, kayak orang pedopil gitu ih senyumannya. Takut." Balas Dea. Lalu, tiba-tiba ada sebuah pesawat kertas yang melayang ke arahnya. Dea pun mengambilnya dan menoleh ke arah sekitar untuk mencari siapa pengirimnya.
Pengirimnya adalah Mada. Dia berkata, "Bu-ka A-ja." Tanpa bersuara dan di eja.
Dea pun langsung membuka kertas dari Mada. sekadar info, Mada adalah salah satu osis dari jurusan IPA juga, tetangga kelasnya Velly. dia lalu membaca kertas yang tulisan tangannya tidak beraturan itu,
"Buka WA ku." Sebuah kalimat yang tertulis di pesawat kertasnya.
Dea pun mengeluarkan ponselnya dan membuka WA dari Mada. Ada 15 chat dari Mada yang semuanya hanya huruf, 'P' saja.
Mada Osis'19
[P]
[Apa sih,? Kalau mau spam
bukan di sini lapaknya ya, Da.]
[He he, maaf. Aku Cuma
penasaran saja, De.]
[Penasaran apalagi?]
[Itu, Adam. Wajah dia
memerah, kalian jadian ya?]
Dea yakin sekali tidak ada nama Adam lagi di angkatannya ini. Berarti, yang disebutkan Mada adalah seorang lelaki di sebelahnya ini.
[Apaan? Kenal aja enggak!]
[Halah, bohong kamu!]
[Serius, Da.]
Pesan pun berakhir. Mada hanya membaca pesan dari Dea tanpa berniat membalasnya karena dia langsung memasukkan ponselnya di saku kemejanya. Dea pun sama, dia memasukkan ponselnya juga di tasnya dan kembali fokus dengan rapat.
Namun, tidak bisa. dia malah ke pikiran dengan lelaki di sebelahnya ini. Lelaki menakutkan yang bernama Adam. Bahkan, senyuman paksa waktu di Pujasera tadi masih terbayang dengan jelas di pikiran Dea.
Dea langsung bersandar pada dinding gazebo dengan lelah. Berharap pikirannya tentang senyuman menakutkan dari Adam itu musnah. Tetapi, tiba-tiba ada sebuah suara yang sangat mengejutkannya.
"kenapa, De? Sakit?"
Dea kembali merinding, saat Adam mengetahui dan memanggil namanya.