Seminggu setelah rapat itu, Persiapan MOS diadakan. Tepat di hari Jumat sebelum hari Seninnya adalah hari pertama di tahun ajaran baru.
Para panitia baik yang bekerja menjadi pembimbing kelas, maupun yang lainnya telah sibuk mengerjakan tugasnya masing-masing. Termasuk Dea juga yang sudah sampai di sekolah pukul setengah 7 pagi.
Persiapan MOS dimulai pukul 8 pagi dengan Apel pagi dan selesai pada pukul 2 siang. Hari ini tidak banyak kegiatan karena persiapan MOS hanya diisi dengan perkenalan sesama teman sekelas, pembagian kaus untuk MOS, dan pemberitahuan kebutuhan yang akan dibawa selama MOS.
Masing-masing panitia pembimbing kelas mendapatkan sebuah ID Card pengenal, sebuah Map merah lengkap beserta bolpoinnya, dan pita merah putih yang akan dipakai di lengan saat memakai kemeja Osis.
Dea sedikit bersedih saat mengetahui dia ditempatkan ulang di kelas Bahasa 1. Sebelumnya dia kedapatan membimbing kelas IPS 3, kelas yang sesuai dengan kelasnya yang sekarang. Namun, Dino memutarnya lagi karena sebuah alasan yang tidak dapat diberitahukan.
Dia pun pergi ke ruang kelas bahasa 1 dengan Asta. Kalau orang lain akan berbicara untuk membahas MOS ini dengan pasangannya, Dea beda. dia dan Asta saling terdiam sambil melihat map masing-masing.
Isi di dalam map meliputi nama panitia yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan MOS ini, nama calon murid baru kelas Bahasa 1, Jadwal Kegiatan MOS, Persyaratan dan kebutuhan MOS, serta penilaian untuk pembimbing kelas. Jadi, setiap pembimbing kelas berhak menilai satu orang dari kriteria yang dibutuhkan untuk memperoleh hadiah khusus dari MOS. Pilihannya ada 3 orang dan kedua pembimbing harus mempertimbangkan satu orang untuk menjadi pemenangnya. Bukan hanya peserta MOS nya saja yang berhak mengenal satu sama lain, tetapi Pembimbing kelasnya juga harus aktif untuk bersosialisasi.
Dea meneguk ludahnya sulit. Selama satu tahun lebih sekelas dengan Asta, dia belum pernah berbicara secara empat mata ataupun di dalam satu ruangan bersamanya. Rasanya sangat canggung dan Dea ingin keluar dari suasana ini sekarang.
"Em," Asta menoleh ketika Dea memecah keheningan di antara mereka. dia mengangkat alisnya menanggapi Dea.
"Aku ke toilet bentar, ya. Titip map nya." Kata Dea dengan canggung. Setelah Asta mengangguk dan mengalihkan pandangannya kembali ke mapnya, Dea langsung berlari kecil keluar kelas untuk menuju ke toilet.
Sebenarnya Dea tidak ingin pergi ke toilet, hanya alasan saja tadi. tetapi sekarang dia benar-benar ingin buang air kecil jadinya.
Ruang kelas Bahasa 1 ada di lantai dasar dan jauh dari toilet. dia juga harus melewati 2 kelas lain dan ruangan BK. Saat melewati kelas Bahasa 2, dia menengok sebentar ke dalam kelasnya, sudah ada Fio dan Herdi yang menjaga. Bahkan Dea sempat melambai-lambaikan tangannya kepada kedua anak yang sekelas dan duduk di IPS 2 itu.
Berbeda ketika melewati kelas Bahasa 3, dia mengurungkan niatnya untuk menengok karena dia tahu betul orang yang menjadi pembimbing kelas itu.
Buru-buru dia melewati ruang kelasnya untuk sampai di toilet, namun, belum sampai melewatinya, langkahnya terhenti ketika ada yang membuka pintu kelas Bahasa 3 dan membuat Dea terbentur pintu itu.
"Aduh.." Keluh Dea sambil memegangi keningnya. Benturannya memang tidak terlalu keras tetapi tetap saja menyakitkan karena terletak di kepala.
Orang itu yang menyadari adanya seseorang dibalik pintu langsung menutup kembali pintunya dengan posisi dia ada diluar. Orang itu juga spontan memegang lengan dan kepala Dea sambil bertanya,
"Astaga, maaf. Kamu gak apa-apa? Atau ada yang sakit? Aku antar ke UKS ya."
Dea meneguk ludahnya dengan sulit. dia memang belum melihat siapa yang sudah membuatnya terbentur pintu ini, tetapi dia bisa mengetahuinya hanya dari suaranya saja.
"ah, enggak. Gak apa-apa kok. Enggak usah." Tolak Dea secara halus sambil menggosok-gosok keningnya dengan rambutnya. dia juga tersenyum menatap orang itu sebagai ajuan penolakan yang baik.
"benar gak sakit?" tanya orang itu sambil memegang tangan Dea yang sedang menggosok-gosokkan rambut di keningnya. Seketika gerakan tangan Dea berhenti, dan mereka bertemu tatapan selama beberapa detik.
"Iya, gak apa-apa, santai aja." Ucap Dea sambil mengalihkan pandangannya terlebih dahulu. Setelah itu, dia langsung berlalu meninggalkan orang itu tanpa berpamitan, dan membuat orang itu terheran karena pergerakan Dea yang tiba-tiba.
"Sial! Pasti merah ini." Ujar Dea. dia lalu memasuki toilet dan mengaca. Benar saja, Wajahnya memerah sekarang.
Dea sudah mati rasa karena perbuatan Hafis, dan sekarang, hatinya kembali membaik karena tadi. dia terus menolak pikirannya yang menyatakan bahwa semudah itu dia jatuh cinta.
"Please lah, untuk kali ini saja jangan membuatku jatuh cinta lagi setelah sekian lama."
N A W F C C
Selepas buang air kecil dan membenarkan sedikit rambutnya, Dea keluar dari toilet sambil bermain ponsel. Ponselnya sedari tadi bergetar dan dia ingin mengecek ponselnya. Ternyata pesan dari grup tentang panitia-panitia lain yang bertanya tentang tugasnya. Dea lalu menaruh ponsel itu ke saku kemejanya dan berjalan menuju taman utama sekolah. dia ingin merasakan sejuknya angin di sana daripada harus merasakan suasana canggungnya di samping Asta.
Ditengah-tengah taman utama, ada sebuah kolam berbentuk awan yang diisi ikan-ikan emas super besar. Ditengahnya juga ada sebuah jembatan yang biasanya dibuat duduk-duduk orang yang ingin memberi makan Ikan. Dea duduk ditengah-tengah kolam di atas jembatannya. dia memegang seplastik kecil pakan ikan yang baru dia ambil dari tempatnya tadi. Dea sering memberi makan ikan di sini dan dia tahu betul bahwa pagi ini ikan-ikan belum makan.
Dea melemparkan makanan ikan itu sedikit demi sedikit, ikan yang tahu langsung berkumpul dan berebut untuk makan. Kejadian seperti ini saja mampu membuat hati Dea bahagia lebih dari apa pun. Bahkan, pernah dulu waktu diajak ayahnya memancing di sebuah kolam ikan, saking semangatnya Dea, waktu tidak ada ikan yang terpancing namun banyak yang menampakkan dirinya, dia mencebur ke kolamnya langsung dan membuat ayahnya kewalahan menyelamatkannya. Berakhir dia harus numpang mandi di tempat pemancingan itu. Kalau diingat-ingat, masa kecilnya terlalu lucu, memalukan, dan sayang kalau dilupakan begitu saja.
Dea juga ingat ada seorang lelaki yang ikut andil menyelamatkannya dari kolam pancing. Kira-kira lelaki itu hanya berbeda beberapa tahun diatasnya. Mungkin, kalau dia bertemu dengan lelaki itu lagi, Dea akan menutup wajahnya rapat-rapat karena malu. Semoga saja kalau ditakdirkan bertemu lagi, lelaki itu akan lupa dengan kejadian pahitnya menceburkan diri ke kolam ikan dengan sengaja.
Saat asyik melamunkan masa lalunya, tiba-tiba ada rasa dingin di pipinya dan membuatnya terkejut. Dea langsung menoleh dan melihat sekaleng coca cola dan seseorang yang menjulurkan kaleng itu kepadanya.
"Untuk permintaan maaf." Kata orang itu sambil ikut duduk di samping Dea. dia masih menjulurkan kaleng kola nya saat Dea belum menerimanya.
"gak perlu, gak apa-apa kok." Kata Dea berusaha menolak. Namun, orang itu bersikukuh sampai dia menarik tangan Dea dan meninggalkan kaleng itu di sana.
"Minum, aku tahu kamu suka coca cola." Katanya.
Dea spontan membulatkan matanya. dia kemudian mengalihkan pandangannya untuk menatap orang yang ada di sebelahnya itu.
"kita bahkan tidak saling kenal, dan Anda tahu kesukaan saya? Anda stalker?" Tanya Dea tidak santai.
Orang itu tertawa dan membuat pandangan Dea melemah karena tawanya, "aku sering lihat kamu beli coca cola, bahkan sampai di update status WA kan?" orang itu mengalihkan pandangannya dengan menatap lurus. "Aku tahu dari Velly. Btw, aku Adam." Kata orang itu memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangannya.
Dea tidak langsung menyambut ulurannya, dia menatap lelaki di sebelahnya yang bernama Adam itu dengan waswas sambil memicingkan matanya.
"Bersih, De, tanganku." Kata Adam sambil membolak-balikkan telapak tangannya. Dea pun menyambut uluran tangannya, "Sudah tahu namaku, kan?" Kata Dea. Adam tertawa. dia mengangguk-angguk menyetujui perkataan Dea.
"Suka tertawa ya? Aku kira pendiam." Kata Dea. dia kemudian melemparkan makanan ikan yang tersisa itu ke kolam.
Tawa Adam berhenti tiba-tiba, dia merapikan rambutnya. "Iya aku pendiam. Gak bakal ngomong apalagi tertawa dengan orang yang tidak kenal dekat denganku."
"Pilih-pilih dong?" sahut Dea dengan spontan.
Adam mengangguk, "Bukan pilih-pilih, sih, lebih tepatnya. Hanya saja, aku tidak suka keramaian. Bahkan waktu bersama Velly, Fandi, dan anak-anak lainnya pun aku ingin pergi dari mereka secepatnya." Ujar Adam.
Dea menaikkan sebelah alisnya, "oh ya? Tetapi kamu kemarin di Pujasera sempat tertawa-tertawa gitu?" Sindir Dea.
"huh, ingat saja ya, kamu. " Adam membuang nafasnya, "Mereka mencoba melawak, De. masa aku tidak menghargainya dengan tertawa?" kata Adam. Dea juga menyetujui perkataan Adam barusan, dia mengangguk-anggukan kepalanya. Tentu saja, meskipun tidak lucu setidaknya kita harus tertawa, kan? untuk menghargai.
Lalu, Suasana berubah hening dalam sekejap. Hanya ada suara air yang dihasilkan oleh pompa otomatis untuk membersihkan kolam ini. Namun, Tiba-tiba, sebuah telepon menghampiri ponsel Dea.
Dea langsung mengangkat telepon itu dan menempelkannya ke telinga.
"Halo?" kata Dea mengawali pembicaraan.
'Waalaikumussalam, kamu di mana? Apel-nya mau dimulai, nih.' Kata Seorang dari seberang telepon.
Dea mencibir, "Sok alim ya tuhan..." batinnya. Lalu, Dea mengulangi sapanya, "Assalamualaikum, Asta. Iya ini otw ke sana." Kata Dea. Kemudian, telepon menjadi Hening. Saat Dea menurunkan ponselnya dan melihatnya, ternyata telepon itu sudah dimatikan sepihak oleh Asta.
Rasanya Dea ingin melemparkan ponselnya ke kolam ikan saking kesalnya. Tetapi, dia masih ingat kalau ponselnya ini membutuhkan beberapa tahun perjuangan agar terbeli dan menjadi miliknya.
"Sudah mau dimulai, ya?" Tanya Adam. Dea mengangguk, lalu berdiri sambil merapikan dan membersihkan roknya. Adam pun ikut berdiri dan membersihkan celananya.
Dea pun berjalan terlebih dahulu meninggalkan Adam. Kemudian, saat ingin keluar dari taman, Adam tiba-tiba mendekat dan membisikinya sesuatu,
"Jangan pakai rok terlalu pendek, De. Aku gak suka." bisiknya. Lalu Adam berjalan meninggalkan Dea yang terdiam karena bisikannya baru saja.
N A W F C C
Apel pagi dimulai. Tetapi, Mood Dea sudah memburuk saat ini. Sedari tadi dia hanya memoncongkan bibirnya cemberut sambil memberi tatapan yang tajam. Bahkan, ketika mengambil map nya di Asta, dia tidak mengucapkan terima kasih sehingga membuat Asta terkejut dengan perlakuannya.
dia kini berdiri di belakang barisan peserta MOS yang sedang apel. Dengan melipat tangannya dan menggerakkan kakinya dengan kesal. Saat dia menoleh kanan-kiri, tidak ada Ani di sekitarnya. dia buru-buru pergi dari tempatnya dengan sembunyi-sembunyi agar tidak menimbulkan suara yang lebih dan membuat perhatian kepada semua orang.
Yang di pikiran Dea sekarang hanya Ani, Ani, dan Ani saja. dia ingin mencari anak itu dulu. Setelah bertemu, baru pikirannya akan merombak lagi dan memikirkan Adam yang baru saja membuat hatinya terombang-ambing bak terkena ombak di lautan lepas.
Ternyata, Ani sedang berada di ruangan osis untuk mengambil minum. Di ruangan osis, suasananya sepi sehingga sangat pas untuk Dea membicarakan apa yang baru saja terjadi padanya itu ke Ani.
Dia berlari ke Ani, namun, dengan sigap Ani malah memberikannya air mineral. "Minum dulu, aku sudah tahu apa yang akan kamu bicarakan kok," kata Ani.
Dea menerima minumannya, lalu diminumnya dengan tergesa-gesa. "tahu dari mana? Memangnya tentang apa?" tanya Dea.
Ani mencibir, lalu membuang gelas air mineralnya ke tong sampah. "Adam, aku tadi gak sengaja lihat kalian berdua di tengah kolam ikan. Lagi berjemur, apa gimana?" Sahut Ani.
"terus mengapa kamu gak manggil aku tadi?" sahut Dea dengan sedikit tersentak.
Ani menggeleng secepat mungkin, "Aku bukan tipe orang yang merusak momen ya, De." Jawab Ani.
Dea memutar bola matanya malas, dia lalu melempar gelas air mineralnya yang sudah kosong itu ke sampah, dan masuk. "Dia sudah bikin hatiku acak-acakan Ni, aku bingung nanggepinnya gimana." Keluh Dea.
"Memangnya dia ngapain?"
Dea bukannya bicara langsung, dia justru mendekatkan mulutnya ke telinga Ani berencana untuk membisiki gadis itu, "waktu mau keluar taman tadi, dia ngelarang aku pakai rok terlalu pendek, terus katanya dia juga gak suka. Kan aku jadi bingung dan heran karena dia juga bukan siapa-siapaku." Bisik Dea. Namun, Ani justru menatapnya dengan menggoda.
"Bau-Bau pajak jadian, nih!" goda Ani. Seketika Dea memukul lengannya dengan pelan bermaksud menolak argumen Ani barusan.
"E—tetapi De, Hafis gimana?" Tanya Ani spontan. Dea terdiam, dia menunduk karena mendengar nama Hafis di telinganya.
"Please, lah. Kalau Hafis tahu aku dekat dengan Adam, semisalnya nih. Dia bakal pergi dan aku bebas, kan?" Seru Dea.
Ani memicingkan matanya, "Jahat banget kamu, De. Yang ada nanti kamu bakal bergantung sama Adam, loh!"
Saat Dea ingin menjawab, tiba-tiba pintu ruangan osis terbuka dengan pelan dan membuat Dea mengurungkan niatannya.
Ternyata Adam yang membuka pintu ruangan osis dan memasuki ruangan. dia tersenyum begitu melihat Dea, dan bergerak mengambil air mineral.
"Sudah minum, De?" Tanya Adam. Dea mengangguk, lalu Adam tersenyum seraya berpamitan meninggalkan ruangan.
Setelah Adam benar-benar pergi, Ani memukul lengan Dea dengan keras.
"Aduh! Apaan sih, Ni!" Keluh Dea tidak terima.
Ani mendecih, "di sini itu ada aku, tetapi yang ditanyai Cuma kamu. Fix, dia suka sama kamu, De!"
{{{ Jadi, Saya ingi mengganti cover ini.. Sudah mengikuti arahan dan petunjuk yang disediakan, tetapi tetap saja tidak bisa, huhu maafkan saya 😭😭😭 }}}