10 menit kemudian...
Kevin sudah kembali bergabung dengan Tania dan Tasya. Nanti, di saat dirinya tengah berdiskusi dengan Tania, Kevin berharap berjalan lancar dan rasa sakit yang menderanya tak datang lagi.
Tania menyunggingkan senyum ramahnya kepada Tasya. Sementara Tasya pun tersenyum tak kalah semringah Tasya. Di kelas, Tasya memang dikenal sebagai orang yang supel dan mudah bergaul sehingga ia dengan mudah masuk ke dalam obrolan.
"Oia, Pak Kevin, aku masih ada beberapa hal yang perlu ditanyakan?"
"Hmm... iya boleh, cuma waktu juga ..." Kevin mencoba membatasi.
"Tapi kan tadi kata Tania boleh gabung, Pak..." Tasya tak memberikan kesempatan sedikit pun pada Kevin untuk mengelak dan melarikan diri.
Tania dibuat kaget juga oleh pernyataan Tasya barusan. Tapi kan nggak gitu juga kali, Sya. Tania mendadak jadi kesal.
Bahkan, kini terlihat Tasyalah seolah yang tengah melakukan bimbingan, bukan Tania. Tasya lebih banyak bertanya ketimbang Tania. Kadang ketika Tania yang akan berbicara, Tasya dengan cepat memotongnya dan mulai berbicara lagi.
"Tan, kamu masih ada yang perlu ada tambahan soal proposal tadi?" tanya Kevin.
"Sebentar Pak..." Tania membuka-buka kembali catatan di proposalnya.
"Tania, kelihatannya sudah kok, Pak," kata Tasya tersenyum. "Justru ini, aku yang masih banyak, Pak. Heheh..."
Tania lebih memilih diam. Dia masih fokus pada catatan-catatan Kevin di proposalnya. Meskipun urusan bimbingan Tania sudah kelar sejak tadi, namun menurut Tania ini masih waktunya, karena bimbingan belum diakhiri.
Tasya, ngapain sih, kamu jadi lebay gitu. Gadis aneh! Tania menggerutu.Tania tak habis pikir, padahal Tasya sudah lama mengaji, tapi menjaga jarak, adab, dan interaksi dengan lelaki saja diabaikan.
"Hmm... Pak maaf tadi ada yang terlewat, ini saya belum paham catatan ...."
"Pak, ini punya saya, dari bimbingan sebelumnya, ini sudah saya perbaiki. Mohon dibaca Pak," Tasya buru-buru menyodorkan draf proposalnya.
Melihat kelakuan Tasya yang tak mengizinkan ia berbicara, Tania tentu saja merasa jengkel. Ia hembuskan napasnya dengan cepat. Dan hal itu tak luput dari pandangan Kevin.
Kevin dapat memahami, sepertinya Tania sudah mulai dibuat kesal oleh Tasya.
Di antara dua draf yang sama-sama disodorkan oleh kedua gadis berhijab itu, Kevin lebih memilih draf proposal Tania. Dan dia pun mulai menjelaskan maksud catatannya itu dengan panjang lebar.
Tania mendengarkan penjelasan Kevin dengan saksama. Namun sebaliknya Tasya tampak cemberut. Hatinya benar-benar dongkol.
Jangan seneng dulu kamu, Tan. Aku akan buktikan bahwa aku lebih layak daripada kamu. Tasya masih terus berpikir bagaimana caranya agar hari ini dia mengobrol lebih banyak dengan Kevin.
Tasya menunggu-nunggu celah, supaya dia bisa masuk dalam percakapan. Dia pun menunggu beberapa saat.
Ketika percakapan antara Kevin dan Tania sudah berakhir. Tania kembali melancarkan aksinya.
"Pak Kevin berarti sekarang giliran saya?" tanya Tasya agresif.
Kevin melihat jam di tangannya. "Boleh, tapi sebentar lagi saya, jadwal di kelas, jadi paling sebentar. Kamu nanti bisa agendakan lagi untuk waktu bimbingannya ya?!" jelas Kevin.
"Oke, oke, Pak. Siap." Tasya tampak sangat berbunga-bunga. Dia melirik Tania seakan dia ingin mengatakan, sekarang giliranku lho, sana cepat kamu pergi!
"Baik, Sya, apa kendala yang kamu hadapi dalam skripsi?"
"Jadi begini Pak, mengenai metode penelitian. Saya masih merasa bingung. Apa ini masuk ke penelitian kualitatif apa kombinasi ya. Pak? soalnya pas lihat contoh banyak yang mengambil metode kombinasi,"
"Oh begitu ya, berhubung skripsi kamu ini mengenai bilingual di suatu daerah, saya sarankan untuk menggunakan metode penelitian kombinasi..."
Kevin tampak berpikir sebelum melanjutkan penjelasannya. Ini anak nggak salah nih, bukannya sebelumnya waktu bimbingan, ini kan udah dijelasin. Gimana ini, apa dia lupa?
"Hmmm... Tapi kalau metodenya kombinasi, memang membutuhkan waktu penelitian yang cukup lama. Kalau kualitatif itu kan terserah kita. Jadi mau pilih yang mana? Saya serahkan sama kamu, Sya. Kamu kan yang meneliti lebih dalam, jadi bisa mengukur apakah kamu bisa menuntaskannya."
"Ooh, oke, Pak."
Kevin kembali melirik jam. "Baik, saya pamit. Saya harus persiapan untuk mengajar."
Setelah mengucapkan salam, Kevin bergegas keluar perpustakaan. Tasya masih menatap punggung dosen muda itu lekat-lekat. Tatapan yang sangat berhasrat. Wajahnya terlihat sangat antusias.
Tania yang menyaksikannya hanya geleng-geleng kepala. Tasya, Tasya, kamu kayak orang yang belum pernah lihat makhluk bernama lelaki saja. Kasihan banget sih, kamu.
Tiba-tiba terbersit ide usil Tania untuk mengerjai Tasya. Tanpa pikir panjang Tania segera melancarkan aksinya. Dia menghalangi pandangan Tasya hingga tak bisa melihat lagi punggung Kevin.
Tania terkekeh santai, "Ghaddul bashar... inget ya. Tundukkan pandangan. Malu tuh sama hijabmu, Sya."
"Iiih, Tania," Tasya tampak benar-benar kesal. "Ngapain sih kamu ganggu aja kebahagiaan orang. Kamu sirik ya?"
"Apa? Apa kamu bilang, sirik?" tanya Tania. "Hehe, justru aku kasihan sama kamu, Sya. Apa kata orang, berhijab tapi mata masih jelalatan."
"Udah, ah. Kupingku panas. Kamu sok suci. Mentang-mentang baru hijrah."
"Biarin. Yang penting aku sudah ngingetin. Sudah ah, aku mau cari referensi mumpung masih di sini."
Tania segera bangkit dan mengucapkan salam pada Tasya.
Sementara itu, Tasya masih bergelut dengan kedongkolan yang memenuhi ruang hatinya.
Berengsek, Lu Tania! Berani-beraninya lu ceramahin gue. Lu tuh baru kerudungan kemarin sore. Lebih duluan gue daripada elu.
Beberapa saat kemudian, Tania sudah berada di rak buku. Dia sedang mengamati beberapa buku, membuka daftar isinya untuk mengecek apakah ada di beberapa buku yang di ambil ada topik pas untuk melengkapi latar belakang di proposal skripsinya.
Saat asyik berkutat dengan bacaannya, sebuah suara di seberang rak memecah konsentrasi gadis berhijab itu.
"Serius banget nih, Mbak..."
Tania mengarahkan tatapannya ke sumber suara.
"Iih, Kakak. Kirain siapa... Kakak di sini juga?"
"Kakak udah hampir setengah jam di sini. Nyari bahan buat melengkapi tesis juga, Dik."
"Gimana bimbingannya, Dik?"
"Lancar," jawab Tania datar.
"Lancarnya seperti apa, Dik?"
Waduh, mulai kepo lagi dia. Tania berusaha memasang wajah datar. "Lancar jaya kayak jalan tol, Kak."
Rendra terkekeh. "Syukurlah. Menurutmu, Kevin gimana orangnya, Dik?"
Ngapain sih, tanya-tanya begitu, Kak. "Pak Kevin orangnya baik."
"Terus?" goda Rendra.
"Udah deh ah, Kak. Ngapain sih tanya begituan."
"Ya kali aja ..."
"Tunggu-tunggu..." Tania berusaha mengalihkan arah pembicaraan. "Kalau Kakak udah setengah jam di sini berarti Kakak liat Pak Kevin dong?"
"Ya liat dong. Tadi kalian bimbingan di sini kan? Tadinya aku pengen ngobrol sama Kevin, Tapi saat kamu selesai, keliatannya dia buru-buru, jadinya aku nggak temuin dia."
"Tadi yang bimbingan sama kamu, itu temanmu?"
"Iya, dia Tasya. Dia satu kelompok kajian juga sih sama aku, Kak."
"Kenapa tadi kamu kok kayak kelihatan kesel sama dia."
"Nggak kok biasa aja, Kak. Lagian Kakak kok kepo banget sih hehe..."
"Bukan kepo, tapi iya hehe. Ya kan kakak bisa lihat, masa harus tutup mata gitu..."
"Nggak tahu, dia tadi gaje, Kak..."
Krecek ... krecek ...
"Itu suara apa ya, Kak?" Tania mencari-cari sumber suara.
"Perutku, Dik. Laper. Kita ke kantin yuk!"
Tania pun mengiyakan. Kakak beradik itu beranjak meninggalkan perpustakaan menuju kantin kampus.