Mata Wira kadang tertuju pada lingkaran yang ada dijari manis Ara. Semakin dia melihatnya semakin sadar pula dia bahwa Ara sudah dimiliki orang lain. Wira mengambil lagi gelas kecilnya dan meminumnya cepat sambil tetap fokus pada permainan truth or dare yang dengan refleks tadi dimainkan. April bilang pertanyaan dan jawaban yang paling menarik perhatiannya akan mendapatkan hadiah yang sudah dia persiapkan.
"Ra..kenapa ga minum?." Chiko menawarkan.
"Engga makasih."
"Udah ga boleh ya sama suami?, padahal dulu doyan dugem.."
"Ya bedalah udah married sama belom fer.." Sinta membela.
"Married kan bukan buat jadi terkekang, kok kalian jadi terbatas mau lakuin ini itu.."
"Pril lu jangan banyak-banyak besok lu bangun pagi." Tegur Via yang langsung menarik gelas.
"Engga, dikit aja. Ini udah.."
"Ah cupu sekarang kalian semua.." Ferdi meledek.
"By the way makasih ya guys surprisenya, mudah-mudahan besok acaranya lancar.."
"Amin…" Semua serempak dan tanpa disadari kali ini botol berhenti didepan Ara namun sialnya iu putaran dari ferdi.
"Truth or dare?." Ferdi dengan senyuman devil, aku yakin dia sudah menyiapkan sesuatu yang aneh. Semua menatap Ara.
"Dare.."
"Nih minum sampe habis.." Ferdi langsung mengisikan gelas ukuran besar dengan minuman yang sudah susah payah Ara tolak dari tadi. Ara menatap gelas itu, dia terdiam atau kaget tepatnya.
"Kenapa diem? Ayo.."
"Gw aja yang minum.." Aku langsung menarik gelasnya.
"Eits apaan sih, kan Ara yang kepilih." Ferdi langsung menahan tanganku.
"Dia bilangkan ga mau daritadi, lu jangan macem-macem Fer, Beneran mabok lu ya.."
"Berhenti deh wir belain Ara, inget loh dia udah punya suami." Ferdi malah memanasiku.
"Lu ngomong apa sih…"
"Oke-oke gw rubah deh supaya lu seneng Wir. Ra…cium Wira…"
"Hah?."
"Pipinya aja Ra, kan ke temen.."
"Ih si Ferdi, gedeg deh beneran gw dari tadi." SInta kesal.
"Bawa ke kamarnya deh dia, udah gila." Via ikut-ikutan malas menanggapi ocehan Ferdi.
"Lu ya dari tadi udah gw sabarin juga.." April ikut emosi.
"Udah deh mending kita pamit aja.." Chiko langsung menyeret lengan Ferdi dengan dibantu Andri.
"Iya bawa aja, aneh deh dia dari awal. Lu make ya?." Sinta malah curiga ke yang lain.
"Apaan sih, lepasin!."
"Fer udah, lu kenapa sih?." Andri mencoba terus membantu Ferdi.
"Asal lu tahu ya WIr, waktu lu pacarana sama Ara, dia deketin gw.." Ferdi dengan suara keras. Ara menatapnya sementara aku berusaha bersikap tenang padahal aku terkejut.
"Ud.." Ucapan Chiko terhenti saat Ara menggebrak meja karena sepertinya dia marah.
"Heh kalau ngomong jangan asal ya, kapan gw deketin lu? Najis! Lu tuh bukan selera gw."
"Alah…terus ngapain lu bales WA sama telepon gw, Dasar cewek genit!!."
"Lu nya aja baper, ya temen kalau ngebuhungin gw ya gw baleslah. Dasar bego!."
"Udah ra, udah .." Sinta menenangkan Ara.
"Udah yuk, pergi aja.." Via membawa tasnya dan pergi bersama April. Mereka berempat pergi begitu saja.
"ML sana lo sama laki lo jadi hamil!! Dasar mandul!!." Ferdi dengan suara keras. Langkah Ara langsung terhenti bahkan badannya refleks menoleh ke belakang. Aku tak tinggal diam. Aku kesal mendengarnya. Aku langsung menarik kerah baju ferdi dan memukulnya. Dalam satu pukulan saja dia langsung jatuh tersungkur. Aku naik keatas badannya meninju wajahnya yang so ganteng itu ke kiri dan ke kanan. Aku muak dengan komentarnya. Aku tak mengerti apa yang merasuki Ferdi sampai dia harus berkata hal yang menyakitkan untuk Ara.
"Wir, udah wir…" Kali ini Andri yang menarik tanganku tapi aku belum mau berhenti untuk memberikan orang ini pelajaran.
"Udah stop wir.." Ara sudah ada dihadapanku. Hanya suaranya yang bisa menghentikan aksiku saat ini. Aku menatap kearahnya yang justru malah mendekati ferdi dengan membukukkan badannya.
"One day lu punya istri dan istri lu ada di posisi gw, lu bakal ngerti kalau punya anak itu bukan sekedar tentang hubungan suami istri tapi rejeki dari tuhan." Ara dengan tatapan begitu tajam tapi perkataannya jauh lebih tajam.
"Udah wir biarin aja, makasih." Senyuman Ara membuat amarahku meredup dan dengan cepat aku berdiri sambil merapikan kemejaku yang sudah kusut.
"Bilangin om Ken, baru tahu rasa lo.." Sinta gemas dan menendang pinggang Ferdi dengan kakinya sebelum pergi. Kita kini memilih meninggalkan ferdi sendiri untuk berpikir. Andri dan Chiko menanyakan keadaanku tapi sebenarnya yang lebih harus mereka perhatikan adalah perasaan Ara yang jutsru terlihat santai bahkan dia sempat meminta maaf pada April atas kekacauan yang dibuat Ferdi. Aku jadi penasaran apa yang sebenarnya terjadi antara Ferdi dan Ara dulu.
"Kamar kamu dilantai berapa?."
"Lantai 5.."
"Kok beda? Bukannya April udah sewa satu lantai buat kita?."
"Soalnya kemarin aku bawa ade jadi pesen sendiri aja.."
"Oh..bawa adik kamu.."
"Harusnya tadi kamu jagan mukul dia.."
"Dia udah keterlaluan Ra ngomongnya.."
"Masalahnya dia besok harus ke undangan nanti orang-orang aneh.."
"Baguslah jadi dia ga berani datang karena mungkin malu liatin mukanya."
"Dia malu bukan karena wajahnya bonyok tapi karena kelakukannya." April ikut berbicara.
"Tapi lu keren Ra, ngena banget kata-kata lu.." Via memberikan dua acungan jari.
"Besok-besok jangan ajakin dia ah, males bikin kacau acara."
"Nah setuju…" Andri yang diam-diam juga kesal dengan tingkah pria itu.
"Besok pokoknya kalau dia bikin yang aneh, gw seret…" Chiko sambil menu jukkan gerakan menyeretnya membuat yang lain tertawa kecil.
"Mana liat tangannya? Sakit ga?."
"Ga papa nanti aku obatin di kamar.."
"Bener ga papa? Nanti jadi bahan omongan lagi gara-gara aku."
"Iya ga papa, tenang aja." Wira tak melanjutkan lagi pembicaraannya. Mereka berpisah dan menuju. ke kamar masing-masing.
"Udah selesai acaranya?." Ucap Dariel saat melihat Ara datang.
"Udah..."
"Seru?.."
"Se....seru..." Ara segera beralih ke arah lain untuk duduk dan melepaskan anting-antingnya. Ara sedikit memikirkan ulah-ulahnya dulu. Flasback jika dulu dia memang salah dan banyak lelaki yang menjadi korbannya jadi mungkin saat ini adalah karmanya.
"Aku mandi dulu ya bang.." Ara berjalan lemas dan dijawab anggukkan oleh Dariel.
***To be continued