Ara memakirkan mobilnya di garasi. Hari sudah gelap sementara lampu-lampu rumahnya sudah menyala terang itu artinya Dariel sudah pulang. Ara berjalan perlahan memasuki rumah. Tidak ada tanda-tanda Dariel disana. Dia kemudian membuka pintu kamarnya dan terlihat Dariel sedang duduk dengan map biru disampingnya.
"Kenapa?kaget?" Sambut Dariel dengan sinis.
"Engga. Aku kan yang nyuruh kamu pulang." Ara dengan santai lalu menyimpan tasnya diatas kasur.
"Jadi gimana kabar selingkuhan kamu?dia pulang juga?atau tadi kalian bareng terus kamu anter dia pulang ke rumahnya?."
"Aku ga selingkuh Ra.."
"Masih ngeles juga, foto-foto itu nunjukkin kamu sama dia."
"Foto mana yang kamu maksud?"
"Ini..." Ara melempar handphonenya diatas kasur membuat Dariel meraihnya dan melihat foto yang dimaksud Ara.
"Kamu dapet foto ini darimana?"
"Ga peduli darimana yang jelas itu kamu kan?"
"Kamu buntutin aku?"
"Jawab aja kenapa sih?!!"
"Itu Nayla Ra. Nayla adik aku!!"
"Adik kamu?ga usah bawa-bawa dia deh buat jadiin alesan."
"Dia kerja dikantor Ra, dia sekretaris baru aku. Aku kan pernah cerita aku punya sekretaris baru lagi."
"Dia kerja di kantor dan aku ga tahu?!!!"
"Kamu sendiri ini apa?!!" Dariel sambil mengangkat map biru yang dia lihat tadi. Ara terkejut sekarang. Dia lupa kalo semalam dia membaca dokumen yang diberikan ayahnya itu dan dia simpan begitu saja diatas nakas.
"I..itu."
"Kamu dapet darimana ini?" Dariel kini mengintogerasi Ara padahal kedatangannya justru untuk menjelaskan semua pertanyaan Ara tadi pagi.
"Jawab!! Dari mana kamu dapet ini?!!" Dariel membentaknya.
"Aku minta tolong Daddy buat cari tahu tentang itu."
"Buat apa?buat apa kamu cari tahu ini hah?!"
"Aku..."
"Kamu sendiri yang nyuruh aku lupain keluarga aku tapi kenapa kamu malah cari keluarga aku?!!kenapa!!" Perlahan Dariel mendekati Ara sambil membawa mapnya itu.
"Aku pingin tahu aja ayah kamu dimana!!" Ara ikut emosi mendengar suara keras Dariel.
"Buat apa?!buat ngingetin kesusahan aku?!!aku ga suka ya Ra kamu sembunyiin ini dari aku, kamu pembohong!!"
"Kamu sendiri apa?!kamu memperkejakan adik kamu di kantor mommy tanpa kasih tahu aku!!kamu pikir itu jujur?"
"Karena aku ga mau kamu mikir aku sedih inget-inget keluarga aku terus!!"
"Aku juga sama, aku ga mau bikin kamu terus nebak-nebak tentang ayah kamu. Jadi aku cariin!!"
"Apa susahnya sih kamu bilang Ra?!"
"Aku mau bilang sama kamu tapi kamu udah tahu sendiri, sekarang kamu nuduh aku bohongin kamu."
"Jangan-jangan selama ini kamu sibuk mikirin ini jadi kamu tuh susah hamil Ra!!" Dariel dengan kejam melempar dokumen itu ke perut Ara. Wajah Ara yang semula emosi kini berganti menjadi sedih.
"Kamu jadi stres tahu mikirin hal yang ga penting kaya gini!!kamu tuh sebenernya niat ga sih punya anak?!!" Perkataan Dariel membuat Ara tambah terkejut. Setiap perkataannya tadi begitu menusuk hatinya. Kenapa perkara dokumen melebar ke urusan punya anak?apa hubungannya?. Ara tak bisa membalas perkataan Dariel dan kini suaminya itu menyadari ada sesuatu yang salah dengan ucapannya tadi. Ara menatapnya lalu tak lama dia berjalan turun.
"Ra..Ra maksud aku bukan gitu..." Dariel mengejar istrinya namun Ara tak peduli, dia segera mencari kunci mobilnya lagi.
"Ra berhenti dulu, kamu mau kemana?" Dariel mencoba mencegah Ara namun wanita itu hanya diam dengan mata berkaca-kacanya. Tega sekali Dariel mengatakan hal itu padanya. Ara segera berjalan menuju pintu.
"Berhenti..." Dariel mencegah langkah kaki Ara namun istrinya itu tak peduli. Dengan seribu langkah Dariel menggapai pegangan pintu terlebih dahulu lalu menguncinya.
"Aku bilang berhenti, ya berhenti!!" Dariel berteriak lagi membuat Ara diam. Dia tak tahu apa yang merasuki Dariel sekarang sampai begitu banyak teriakan dan makian yang ditujukan padanya.
"Bisa ga sih kalo ada masalah ga usah pergi?mau pergi kerumah Daddy kamu?hah?!belajar dewasa dong Ra. Dalam masalah kita jangan bawa-bawa orang tua kamu terus. Kita selesain dirumah." Dariel menarik tangan Ara.
"Lepasin!!aku cape. Kalo kamu ngerasa aku udah bohongin kamu, aku udah bikin kamu marah, dan aku ga bisa ngasih kamu keturunan. Coba kamu cari cewek lain yang ga gitu. Kalo aku ga niat aku ga akan ajak kamu ke dokter Riel." Ara menahan air matanya yang sudah diujung lalu pergi menuju kamar tamunya. Kamar yang sebelumnya ditempatin Kenan.
"Ra....maksud aku.." Dariel mencoba membuka pintu kamarnya namun Ara sudah mengunci pintu itu. Dariel terus mengetuk-ngetuk pnamun Ara tak menyahut sedikitpun. Dia hanya menangis disana. Dia benar-benar terluka oleh ucapan Dariel tadi.
***
Sejak semalam Ara tak keluar kamar meskipun Dariel sudah beberapa kali mengetuk dan meminta maaf padanya, ia tetap tak mau keluar. Dariel benar-benar merasa bersalah. Dia tak sadar jika sudah mengatakan hal itu. Pagi ini entah Dariel akan ke kantor entah tidak yang jelas pakaiannya sudah rapi. Dariel mengambil map biru itu lagi lalu membukanya. Perlahan dia membaca lagi setiap detail informasi disana. Hal yang paling menarik perhatiannya tentu saja tentang ayahnya. Martin Sagara. Dia akhirnya bisa tahu bagaimana rupa sang ayah meskipun hanya berbentuk foto. Dia memang gagah. Dariel terdiam sejenak lalu menutup map itu lagi. Tidak lama dia turun kebawah dan melihat sarapannya ada dimeja. Itu artinya Ara sempat keluar kamar. Dia duduk menunggu Ara tapi wanita itu tak kunjung keluar. Piring disana pun hanya ada satu dengan secangkir teh dan segelas air putih. Apa Ara tak sarapan hari ini?. Suara pintu terbuka membuat Dariel senang. Terlihat Ara berjalan dengan koper mininya. Dia tak tahu kapan Ara mengemasi baju-bajunya mungkin ketika dia mandi.
"Aku mau kerja buka pintunya." Ucap Ara seolah tak terjadi apapun semalam.
"Kenapa bawa koper kalo mau kerja?"
"Aku udah pernah bilang ada dinas. Kamu ga usah khawatir. Aku pasti balik lagi, aku ga akan kabur kerumah Daddy."
"Lagi kaya gini kamu mau dinas?"
"Kaya apa?ga ada apapun yang harus aku urusin dirumah."
"Kita bicara dulu sebelum kamu kerja."
"Engga, ga ada yang perlu dibicarain lagi, udah jelaskan aku ngecewain kamu.."
"Ra maksud aku kem...."
"Buka pintunya atau aku masuk kamar lagi." Ara tak sedikitpun menampakkan senyuman diwajahnya.
"Mungkin kamu lebih seneng ngurung aku." Ara membalikkan badannya. Dia berjalan lagi ke kamarnya. Dia kini bak tahanan yang tak bisa kemana-mana.
"Oke. aku buka." Dariel mengalah. Dia lalu berjalan menuju pintu dan membukakan kuncinya untuk Ara. Dengan dingin Ara langsung berjalan begitu saja.
"Aku harus ngapain sekarang?" Ucapnya sambil melihat Ara keluar dari pagar rumahnya. Bukan tanpa alasan Dariel membukakan pintu. Dia pikir mungkin Ara butuh waktu untuk meredakan marahnya. Dariel meraih Handphonenya lalu menelpon sahabatnya Chandra.
- Halo Riel.
- Chan emang hari ini ada Dinas?
- Iya, rencananya sih Minggu depan tapi kemarin mendadak dimajuin hari ini. Katanya Ara mau sidak gitu di cabang, kenapa?emang Ara ga bilang sama lu?
- Bilang, cuman gw tahunya emang minggu depan.
- Kenapa?lagi ribut?duh mood Ara pasti jelek nih.
- Namanya juga rumah tangga ya ribut-ribut kecil lah.
- Terus kenapa lu telpon gw?telpon bini lu sana.
- Gw mau minta tolong sama lu, lu ikutkan nemenin Ara?
- Iya gw ikut, Sonya sama Gio juga ikut."
- Hubungin gw kemana istri gw pergi ya.
- Lu susul aja kenapa sih?
- Gw ada sesuatu yang harus diurusin Chan lagian Ara lagi ga mau ngomong sama gw.
- Iya-iya ntar gw liatin.
- Hubungin gw kalo kalian pulang.
- Siap bos.
Jawab Chandra dengan tegas.
***To be continue