Hari semakin larut namun suasana masih tampak ramai apalagi sekarang Dariel sedang membuka satu per satu kado dari teman-temannya.
"Nih kado dari aku, Rena kasiin sama kakak.." Kay mengambil sebuah kotak yang kemudian dia berikan pada Serena yang tampak nyaman duduk dipangkuan Kay. Dariel lalu membuka kadonya yang sudah mulai terlihat penampakannya. Kini sepatu branded berwarna biru sudah ada dalam genggamannya.
"Cukup ga kak?, kemarin bingung cari nomernya takut kegedean.."
"Cukup kok, Makasih Kay." Dariel mulai mencoba salah satu sepatunya.
"Kalo kado aku ga bisa aku bungkus kak.." Jay membuat Pak Stefan tertawa kecil.
"Kok ga bisa dibungkus Jay?"
"Ribet banget.."
"Ya udah kedepan aja sekalian liat sisa kadonya pada di depan.."
"Di depan?." Dariel terheran-heran.
"Iya, kado yang ga dibisa dibungkus kalo kata Jay.." Pak Stefan mulai bangkit ditemani Dariel dan yang lainnya untuk berjalan ke depan.
"Nih kado dari aku, nanti pasang sendiri aja ya.." Jay membantu Dariel membuka kardus Sepeda lipatnya.
"Wah makasih Jay.."
"Kakak kan suka sepedahan sama temen-temen kakak.."
"Nih..dari bapak sama ibu.." Tante Vani memberikan sebuah kotak kecil pada Dariel yang ketika dibuka menampakkan benda kecil.
"Kunci?."
"Dariel kemarin-kemarin bilang pingin punya motor, tuh bapak sama ibu beliin.." Pak Stefan membuat Dariel tersenyum kali ini dan menghampiri motornya.
"Jaga baik-baik ya.."
"Makasih ibu, makasih bapak.."
"Nih..dari Tante sama om..." Jesica memberikan kotak kecil lagi dan ketika Dariel buka dia sudah tahu itu kunci apa.
"Mobil?."
"Tuh.." Jesica menunjukkan ke arah Garasi yang sempat tertutup tadi. Tampak mobil berwarna putih bersih keluaran terbaru terparkir digarasi. kilatannya membuat siapa saja yang melihat ingin memilikinya.
"Om..Tante.." Dariel kehabisan kata-kata saat melihat mobilnya.
"Buat Dariel supaya tambah semangat kerjanya.."
"Makasih om, Tante.."
"Kalo Ara kasih apa?." Goda Mia kali ini merasa penasaran kado yang akan diberikan Ara.
"Ga ada, gw ga bawa kado.." Ara merentangkan kedua tangannya seolah ingin menunjukkan bahwa tak ada yang dia sembunyikan.
"Pingin berduaan tuh.." Sandi ikut menggoda.
"Tes Drive dulu Riel bisa keliling komplek tuh.." Kenan merangkul Dariel dan mengarahkannya ke mobil barunya sementara Kris yang ada di gendongannya asyik mengemut jempolnya sendiri.
"Ya udah Mas tes Drive dulu sana sama Dariel kita makan-makan lagi.." Jesica meninggalkan mereka berdua untuk pergi sambil mengambil Kris yang tadi dalam dekapan Kenan sementara kedua lelaki itu langsung berjalan menaiki mobil baru.
"Om, harusnya om sama Tante ga usah beliin aku mobil segala. Inikan kado mahal." Dariel mulai membuka pembicaraan saat mereka didalam mobil.
"Ya terus kenapa?om sama Tante pingin ngasih ini kok."
"Aku kan jadi ga enak.."
"Om udah duga kamu bakalan kaya gitu. Riel om sama Tante kasih ini karena kita rasa kamu butuh sama rasa terimakasih om karena udah bikin Ara seneng."
"Tapi ga usah pake mobil juga om.."
"Kenapa?kamu pingin yang lain?rumah?atau apa?"
"Engga kok om, maksud Dariel bukan itu. Dengan Tante atau om kasih perhatian sama Dariel aja Dariel udah seneng."
"Sekali-sekali om boleh dong kasih yang lebih selain perhatian atau omongan terimakasih doang."
"Iya om, makasih sekali lagi. Dariel ga nyangka dapet semua ini."
"Riel..kayanya udah saatnya deh.."
"Saatnya apa om?"
"Kapan mau nikahin Ara?." Kenan membuat Dariel langsung mengerem mobilnya mendadak.
"Maaf om, Dariel kaget.."
"Iya ga papa, awas hati-hati.." Kenan kembali duduk dengan tenang sementara kini Dariel sudah memarkirkan lagi mobilnya di garasi.
"Apa om udah ijinin?."
"Sekarang pertanyaannya bukan udah om ijinin, apa kamu udah siap?karena om punya permintaan lain kalo kamu mau nikahin Ara."
"Apa om?"
"Kamu itu udah om anggap kaya anak sendiri Riel, Om bahkan udah percaya sama Dariel dan karena itu boleh om minta bantuan?kalo jadi nikahin Ara bantu dia jagain adik-adiknya ya, Ara punya 3 adik dan laki-laki semua bahkan yang paling kecil tuh 1. Darielkan tahu adik-adiknya Ara luar biasa banget, yang satu nakal yang satu istimewa banget, yang kecil ga tahu nih gimana. Kalo om sama Tante ga ada bisa Dariel jagain mereka?" Dariel terkejut dengan ucapan Kenan.
"Om... kenapa om bilang gitu?"
"Supaya om tenang aja kalo tahu ada yang bakalan jagain mereka."
"Om..Aku mau, aku bakalan usahain jagain adik-adiknya Ara. Waktu aku sayang Ara aku juga udah ngerti harus sayang keluarganya juga. Aku dulu cuman punya adik satu Serena aja ketemu Ara aku jadi punya empat. Om ga usah khawatir soal itu, Aku janji mau om sama Tante ada atau ga ada mereka aku jagain kaya adik aku sendiri."
"Makasih Riel, om kan jadi tenang sekarang.."
"Om kan tahu aku ga pernah ngerasain punya keluarga dari kecil cuman sama bapak dan sama keluarga om aku ngerasa...aku ngerasa punya orang tua, punya kakak, punya adik." Dariel sedikit meneteskan air matanya.
"Aku ga pernah om ngerayain ulang tahun aku sendiri. Aku bahkan lupain soal itu. Dari kecil aku ga pernah dikasih kado atau sekedar tiup lilin.."
"Kamu ga sendiri sekarang, udah mulai sekarang jangan panggil om lagi, mau jadi suami Ara harus panggil Daddy.." Kenan mengusap pelan punggung keras Dariel. Dia baru pertama melihat Dariel menangis seperti ini.
"Kalo kamu butuh apapun bilang sama Daddy, apapun Riel, jangan sungkan lagi.."
"Iya om.."
"Daddy.." Kenan mengulanginya lagi.
"Iya Daddy.." Dariel sedikit canggung dengan pelafalannya tidak lama mereka turun dan kembali masuk kedalam tampak Ara langsung menyambut kedatangan mereka.
"Kenapa kamu Riel?pilek?" Tanya Ara sambil berjalan santai ke arah Dariel dan Kenan.
"Iya tadi AC nya kekencengan jadi langsung flu.." Dariel mengusap hidungnya dengan Tisu.
"Maklumlah kak mobil baru..."
"Masa sih gitu doang?"
"Daddy masuk ya kak.." Kenan meninggalkan mereka berdua.
"Kamu bohong ya? kamu kenapa?Daddy apain kamu?" Ara tahu ada sesuatu yang aneh.
"Daddy ga apa-apain aku kok.."
"Masa sih?mata kamu basah.."
"Namanya juga flu ya gini.."
"Riel..aku ga suka ya ada rahasia-rahasia gini. Kenapa sih?" Ara terlihat kesal karena Dariel tak kunjung bercerita.
"Ngomongnya diatas yuk bentar.." Dariel menarik tangan Ara menuju tangga dan menuntunnya ke arah ruang tv lantai 2.
"Sekarang bilang ada apa?kamu sempet-sempetnya lagi suasana kaya gini bikin aku kesel."
"Kamu tuh ya apa-apa cepet marah, cepet emosi kan bisa ngomong pelan-pelan.."
"Aku ngomong pelan kamu ga jawab makannya harus aku marah dulu supaya kamu ngomong, akukan..." Ara terbungkam saat bibir Dariel menyentuhnya sekarang. Menciumnya dengan lembut disana lalu menarik badan Ara agar lebih dekat.
***To be continue