"Gw nginep dirumah lu Riel.." Ucap Gio saat mereka berjalan bersama menuju parkiran.
"Kenapa?."
"Supaya ke Bandaranya deket."
"Bareng Sandi dong..."
"Iya bareng sandi, boleh ga?."
"Boleh-boleh aja.."
"Udah nginep dirumah gw aja, jadi ke bandara bareng, supir Daddy anterin.." Ara menawarkan.
"Iya, gw juga nginep dirumah Ara sama yang kain.." Mia memanasi.
"Boleh?."
"Boleh.."
"Pak Kenan ga marah, ada cowok nginep?."
"Enggalah, kan banyakan.."
"Ya udah ayo sih.."
"Riel ga nginep sekalian?."
"Ngapain? orang gw ga kemana-mana.."
"Ya anterin kek, pacar mau pergi bukannya dianterin."
"bukannya ga mau, tapi Ara mau dianterin Daddy sama mommynya." Ucapan Dariel membuat Gio bungkam.
"Biasalah, Daddy sama mommy suka gitu. Gw mau dinas aja kaya mau kemana."
"Ya udah gw duluan ya.." Sandi sudah menemukan mobilnya. Dia pun pergi bersama Farah. Setelah Sandi, Chandra yang lainnya pun ikut berpamitan dan saling memisahkan diri termasuk Ara yang otomatis masuk kedalam mobil Dariel. Sejak pertunangan mereka, Ara sudah tak canggung lagi untuk memperlihatkan diri dengan Dariel bahkan rasanya bukan rahasia lagi jika dibeberapa kesempatan Dariel mengantarnya pulang.
"Cerah banget hari ini.." Dariel melihat jam tangannya. Ini sudah pukul 5 sore tapi matahari benar-benar masih terlihat bersinar.
"Kalau gitu ayo jalan-jalan dulu.."
"Jalan-jalan kemana? udah pulang aja, istirahat."
"Dasar udah tua jadi gampang cape.."
"Gitu ya ngeledek.." Dariel hanya tersenyum mendengarnya.
"Habis apa-apa istirahat mulu.."
"Punggung aku sakit, kurang minum.."
"Suruh siapa kalo udah liat laptop lupa segalanya."
"Bukan lupa itu namanya fokus." Dariel kini meraih tangan Ara lalu mencium punggung tangannya. Mengecup-ngecup kecil disana.
"Ke rumah aku dulu yuk sayang..."
"Ayo tapi jajan dulu."
"Mau beli apa?."
"Oke, mau beli apa sayang?."
"Aku pingin roti anne's.."
"Ada lagi? eh...aku ada wine dirumah.."
"Uuuu....tumben." Ara menatap aneh.
"Kemarin-kemarin pergi sama ibu terus ga sengaja ada jadi kepikiran buat beli."
"Ya udah nanti liat-liat dulu deh dipinggiran kali aja ada makanan yang aku pingin beli."
"Kurus-kurus makannya banyak."
"Kenapa? takut aku gemuk?."
"Engga, kamu gemuk pun aku sayang."
"Ah...gombal." Ara mengalihkan pandangannya keluar.
"Di Korea jangan jauh dari temen-temen aku. Ga boleh misah apalagi jalan sendirian."
"Enggalah, kan judulnya juga liburan bersama."
"Ya kali aja kamu pingin kemana tapi temen-temen aku ga bisa. Pokoknya jangan sendiri."
"Kenapa sih kamu ga ikut aja?."
"Aku ga bisa sayang, sabar oke?, one day kita bakalan liburan bareng lagi. Kemarin kan baru ke Bali bareng."
"Liburan kemarin tuh bikin bete, kamunya marah."
"Yang sering marah tuh siapa?."
"Oh..udah ngitung-ngitung."
"Bukan ngitung ya...inget aja. Tuh...tempat beli rotinya." Dariel segera menepi untuk memarkirkan mobilnya.
"Kamu mau ikut atau di mobil aja?."
"Ikutlah, kalo ada cowok yang gangguin kan bisa aku labrak sekalian."
"Ish..apaan sih, belakangan kamu lagi cemburuan banget.." Ara membuka safety beltnya.
"Ga tahu, mungkin lagi sayang-sayangnya.." Dariel tanpa malu dan langsung membuka pintu mobil. Ara senyum-senyum sendiri mendengarnya.
****
Ara merapikan bajunya yang dimasukkan kedalam rok berwarna merah sementara Dariel terlihat turun dari tangga dengan pakaian warna hitamnya. Dia terlihat lebih segar akibat baru selesai mandi. Rambutnya yang disisir menggunakan tangan membuat Dariel justru lebih terlihat tampan.
"Wangi banget."
"Iyalah, kalo bau kamu ga suka."
"Ganteng sayang..." Ara membenarkan rambut Dariel.
"Aku mandinya lama ya, maaf bikin kamu kelaperan.." Dariel melihat banyaknya makanan di meja tamunya.
"Mandi kaya anak perawan.." Ledek Ara dan mulai melahap makanannya.
"Iyalah, aku juga gini-gini masih perjaka."
"Ehm.....ini enak banget stik rotinya..."
"Iyalah kesukaan kamu.."
"Ini enak tahu, dalemnya cream keju.." Ara dengan manis menyuapi Dariel.
"Makin deket aja sama Chandra.."
"Iyalah dia sekretaris aku, kenapa? cemburu juga?."
"Engga cuman nanya aja.."
"Riel, aku mau nanya tapi jangan marah."
"Kenapa harus marah?."
"Takut kamu kesinggung."
"Insyallah engga, apa? mau nanya apa?."
"Engga ah ga jadi.."
"Ih...jangan bikin penasaran. Apa sih?."
"Tapi kalo kamu marah aku ga dianterin pulang."
"Ga mungkinlah, semarahnya aku sama kamu masih aku jawab kamu ngomong apapun."
"Hm...Riel, kamu disakitin, ditinggalin sama ibu kamu. Apa pernah kamu trauma sama perempuan?." Pertanyaan Ara membuat Dariel berhenti meneguk anggurnya. Pikirannya kembali mengingat kejadian tentang Nino. Bagaimana dia dengan kilatnya mencium bibir Dariel. Hari itu bahkan Dariel terdiam sakit terkejutnya.
"Bener mau tahu jawabannya?."
"Hah?, kok nanya gitu? Kamu...." Ara ragu untuk mengatakannya.
"Dengerin aku dulu, jangan dipotong nanti kamu salah tanggap."
"Jangan bikin aku jantungan."
"Mungkin....aku pernah mikir gitu tapi untungnya aku tetep dijalan yang lurus. Kalau bukan karena Tante Vani atau yang aku sebut ibu sekarang, bisa aja aku ga suka kamu. Aku pernah mikir perempuan itu kejam, ga punya hati, jahat, pokoknya semua sifat yang jelek ada di kepala aku tapi....waktu aku ketemu ibu, aku sadar ga semua perempuan itu kaya gitu. Ibu dengan baik hati sayang sama aku, ngurus aku, ngerawat tanpa marah yang berlebihan. Dia ngebimbing aku jadi orang yang lebih baik, berguna dan dicintai sama orang-orang. Ibu ga pernah malu bilang di depan semua tetangga kalo aku anaknya padahal dulu juga sempet heboh karena aku cuman anak yang ga sengaja ketemu sama bapak. Aku seneng ketemu ibu, aku seneng liat Rena. Aku ga pernah benci mereka."
"Oh...syukur..." Ara sedikit lega.
"Tapi Ra, aku belum pernah cerita ini sama kamu. Sama bapak pun aku ga pernah atau....hampir semua orang ga tahu kecuali...Farah.."
"Kok Farah sih?."
"Ada ceritanya, itu beda lagi."
"Ya udah jelasin yang ini dulu apa?."
"Aku ga pernah punya pacar dari dulu, sampe bapak terus-terusan nanyain. Mungkin dia juga ada ketakutan aku sedikit belok makannya ga pernah ngenalin perempuan ke dia. Waktu aku beli rumah ini, aku ketemu sama seseorang, namanya Nino. Rumahnya ga jauh dari sini. Orangnya baik banget bahkan kalo dulu aku kesini mau liat pembangunannya dia suka nyapa dan ngajak main kerumahnya.."
"Riel jangan bilang kamu..."
"Denger aku dulu. Dia itu anak orang kaya cuma kurang perhatian aja, mana pewaris satu-satunya. Aku ga pernah berpikiran yang buruk sama dia, sedikit pun ga ada. Ya...kaya aku temenan sama Chandra dan yang lain, main pun ga pernah yang aneh-aneh. Pas aku pindah kesini, dia mendadak disuruh pindah ke Tokyo. Dia bilang orangtuanya suruh dia belajar disana ga tahunya dan sebenernya dia ga mau dan nentang ide itu. Waktu itu dia sempet nginep disini dan dia buat pengakuan, dia suka sama aku dan....dan....dia cium aku." Perkataan Dariel membuat Ara berhenti mengunyah. Dia yang semula menjadi pendengar yang baik kini mengarahkan wajah terkejutnya pada Dariel. Jika Nino pernah mencium Dariel, apa itu artinya mereka pernah berciuman? seperti yang Ara dan Dariel lakukan?. Itulah yang ada dikepala Ara sekarang.
***To Be Continue