Karena jawaban ayahnya semalam Ara jadi menyalahkan dirinya sendiri. Andai saja dia tak berbuat macam-macam dengan Dirga mungkin ayahnya akan setuju. Andai saja di bersikap lebih dewasa mungkin ibunya akan mendukung idenya. Wajahnya yang sedikit sedih bahkan tergambar jelas sejak pagi membuat Dariel merasa heran.
"Ini pasti ada sesuatu yang terjadi, kok Ara ga cerita ya?." Dariel dalam hatinya begitu penasaran. Dia melangkah keluar menuju ruangan Ara.
"Chan..Ara ada ga?." Dariel tanpa bicara formal langsung menanyakan dimana keberadaan kekasihnya.
"Ga ada, tadi keluar.."
"Kemana?."
"Ga tahu.." Jawaban Chandra cukup jelas. Tangan Dariel menyaku celananya. Dia meraih Handphonenya.
- Halo..
- Kamu dimana?.
- Di rooftoop.
- Ngapain?.
- Pingin cari udara seger aja.
- Ya udah jangan kemana-mana, aku kesana.
Dariel segera menyusul ketika tahu keberadaan Ara. Dia mengambil seribu langkah untuk sampai kesana.
"Ngapain sih disini? anginnya gede juga."
"Enak aja..."
"Kamu kenapa sih? murung gitu, ada masalah?." Dariel menarik badan Ara dan menghadapkan kearahnya.
"Riel...daddy.."
"Daddy kenapa?."
"Daddy belum setuju kalo kita nikah."
"Loh kenapa? apa... gara-gara keluarga aku?."
"Bukan karena itu kok. Daddy pingin ngobrol langsung sama kamu."
"Ya udah biar aku yang bilang. Aku juga udah niat kok bilang langsung sama Daddy kamu kemarin." Dariel dengan mantap. Ara menunduk diam. Dia senang Dariel mau tapi tetap saja dia masih merasa bersalah. Dariel menarik bahu Ara lagi membawanya kedalam pelukan.
"Udah jangan dipikirin, ini yang bikin kamu cemberut dari pagi?." Pertanyaan Dariel disambut anggukan oleh Ara.
"Mungkin Daddy punya pertimbangan lain makannya dia bilang gitu sama kamu. Aku juga udah bilang bapak kemarin. Kalo bapak gimana aku sama kamu. Dia dukung kita aja, waktunya juga dia serahin sama kita..."
"Karena mereka ga tahu masalah aku."
"Itu bukan masalah tapi pelajaran."
"Coba kalo mereka tahu mungkin mereka ga akan ijinin kamu nikah sama aku."
"Ra jangan buat aku marah ya dengan bahas-bahas ini, yang udah ya udah. Kalo emang kamu seurius pingin nikah juga, sekarang kita cari solusi yang baiknya gimana supaya Daddy kamu ngerti."
"Aku seruius kok.."
"Ya udah makannya ga usah sedih atau ngerasa gimana gitu. Aku pasti bakalan usaha buat bujuk orang tua kamu."
"Makasih..." Ara mengeratkan pelukannya.
"Makannya cerita sama aku dong.."
"Aku tadi udah mau cerita, kamunya sibuk keluar terus."
"Iya maaf. Kamu udah makan?."
"Belum.."
"Ya udah ayo makan dulu, udah jam makan siang nih." Dariel melepaskan pelukannya.
"Aku dibekelin mommy..."
"Ya udah kita makan di kantin, aku juga bekel kok."
"Kita?."
"Temen-temen aku suka makan disana, kita bisa makan bareng jadikan tambah seru.."
"Nanti orang-orang..."
"Kenapa? curiga? bukannya kamu pinginnya orang-orang tahu?, kenapa sekarang jadi khawatir?."
"Kalo kamu ga nyaman ya udah ga usah."
"Eh jangan sedih lagi dong. Aku kemarin bilang apa?. Aku ga masalah orang sekantor tahu tapi ga jadi serta merta kita langsung ngasih pengumuman kita pacaran. Ya..biasa aja, biar mereka nilai sendiri kita gimana. Aku ga keberatan sayang.." Dariel mengecup tangan Ara. Kekasihnya itu tersenyum.
"Nah gitu dong kan cantik.." Puji Dariel membuat Ara tersipu.
"Ya udah ayo turun." Ara merasa malu sekarang. Dia langsung berjalan duluan untuk pergi dari tempat itu. Dariel mengarahkan ke kantin kantor yang jarang sekali dia datangi setelah mereka mengambil bekalnya. Beberapa karyawan disana memandang aneh dengan kehadiran Ara yang tiba-tiba datang ke tempat itu sementara Dariel hanya diam berjalan tenang disampingnya. Ara benar-benar menjadi pusat perhatian sekarang.
"Wih...udah go public nih.." Ledek Gio.
"Kamu duduk sini.." Dariel memberikan kursi untuk Ara.
"Bukan go public, Ara bosen kali makan diruangannya atau keluar." Dariel mencari alasan.
"Bu...eh Ra makasih loh oleh-olehnya.."
"Iya sama-sama Onya..."
"Makasih juga ya Ra..." Mia dan Farah ikut menyusul memberikan ucapan terimakasih.
"Iya sama-sama lagian ga seberapa kok." Ara sambil membuka bekalnya. Tadi pagi Jesica dengan baik hati memasakkan bekal untuk Ara padahal sejak dia melahirkan, Jesica sedikit kewalahan untuk mengurus Kris dan memasak. Ara sendiri sedikit manja, dia tak mau bekalnya dimasak oleh orang lain selain ibunya. Jika sang bibi yang memasak Ara lebih baik makan diluar. Dia hanya bekal masakan ibunya.
"Ra, pak Kenan gimana kabarnya?."
"Ada angin apa Lo nanyain pak Kenan?." Chandra aneh dengan pertanyaan Mia.
"Ya biarin, pingin tahu. Mikir apa Lo?."
"Alhamdulillah Daddy sehat kok mi, kapan-kapan main dong kerumah pasti ketemu Daddy.."
"Nah boleh tuh..." Sonya langsung bersemangat.
"Tapi ga papa emang Ra? malah bikin ribut.." Farah sedikit tak enak.
"Ga papalah, Daddy sama mommy seneng kok ada yang main kerumah. Mereka seneng kalo rumahnya rame."
"Iya juga, sekalian liat adik Ara..." Sandi justru mendukung Sonya dibanding calon istrinya Farah.
"Ayo...malam Minggu ini aja, jadi yang ngerasa jomblo ga sendiri..." Sonya langsung menentukan harinya.
"Curhat, dasar ga mau sendiri jadi ngajakin, kasian yang udah punya pacar tahu.."
"Kaya yang punya aja lu Gi..."
"Punya, tapi nanti..."
"Ya udah Sabtu sore, oke? gw tunggu dirumah.."
"Bentar dulu...kita ga tahu rumah lu dimana."
"Dariel tahu.."
"Nanti janjian aja depan kompleknya.." Dariel memberikan ide."
"Wih...pantes ya lu udah berani bawa Ara makan dikantin, kayanya kemarin ke Bandung udah official dikenalin ke keluarga Seazon.." Chandra melihat ekspresi yang berbeda dari wajah Dariel sejak pagi. Dia tampak berseri.
"Cie..." Semua meledek membuat Ara sedikit tersipu dengan senyumannya.
"Sst...jangan berisik. Bikin heboh aja.." Protes Dariel.
"Yaela Riel, ga papa kali. Gw yakin orang-orang juga bakalan aneh liat Ara makan disini."
"Enggalah, makannya kan ramean kalo berduaan ya pastilah aneh."
"Tapi katanya ada yang liat kalian jalan-jalan kemarin di Bandung..."
"Hah?!!" Ara kaget mendengar perkataan Farah.
"Seurius Ra, katanya dia lagi ke Bandung terus liat lu sama Dariel cuman katanya orang itu belum yakin kalo itu Dariel secara mereka tahunya lu Deket sama 'cowok lobi'." Julukan Farah merujuk pada Dirga.
"Siapa orang yang liatnya?."
"Ga tahu, katanya anak marketing.."
"Gio lu cari tahu dong.."
"Si Rania yang liat.."
"Lu tahu?."
"Tahulah, orang dia langsung cerita ke gw nanya Dariel lagi dimana, dia jugakan ngecengin Dariel eh maksud gw..." Gio salah berucap dan berhenti ketika Mia mencubit lengan nya.
"Ga papa Gi.." Ara dengan tenang.
"Ya pokoknya dia nanya Dariel dimana, gw jawabnya Dariel lagi sama Pak Stefan.."
"Padahal jawab di Bandung juga ga papa kok." Dariel memandang ke arah Ara sejenak agar dia tak kesal dengan ucapan Gio tentang Rania.
"Kan kalian kemarin-kemarin ga mau ketahuan, ya udah gw bohong."
"Ya udah mulai sekarang ga usah. Gw sama Ara udah mutusin ga akan sembunyi-sembunyi lagi." Dariel dengan tegas.
"Nah gitu dong punya pacar diakuin.." Sonya mendukung. Ara kini tersenyum lebih ceria dibanding cemberut akibat cemburu.
***To Be Continue