"Apakah aku masih punya kesempatan itu?" Bima bertanya dengan kedua tangan yang terkepal kaku menggantung di samping tubuhnya. Ia tahu ia telah lancang menyatakannya dan mungkin Anya akan segera menjauhinya.
"Bim? Maksud kamu apa?" Anya balik bertanya dengan wajah terkejutnya. Anya bahkan mengira ia telah salah mendengarnya.
"A-aku hanya ingin Teteh tahu, aku juga mengharapkan kesempatan yang sama," Bima mengulangnya lagi dan kian membuat Anya semakin jelas menangkap sinyal yang coba ia lemparkan padanya.
"Bim..."
"Aku sudah lama suka sama Teteh," ungkap Bima dengan nada serius. Tanpa tawa apalagi canda.
Tanpa ragu-ragu lagi ungkapannya telah menjadi sebentuk pengkhianatan bagi Artha dan Bima sangat menyadari itu.