"Lu marah sama gue?" tanya Alex dengan sangat hati-hati.
"Nggak.." jawab Laura.
Alex pun mulai kesal, tapi ia harus menahan emosinya didepan gadis itu.
"Lu marah karena gue nggak mau nonton sama lu kemarin?" tanya Alex.
"Nggak" jawab Laura.
Alex pun mendesis pelan, tak ada gunanya juga bertanya lagi kepada gadis ini. Yang penting ia tidak berbuat salah apapun kepadanya. Alex pun angkat tangan, ia tak ingin bertanya lebih lanjut lagi. Ia bukanlah lelaki yang suka kepo. Alex pun berdiri dari kursinya dan berjalan keluar lab menyusul ke teman-teman lainnya. Ia pun meninggalkan Laura sendirian disana.
Di satu sisi, Laura pun mengigit bibirnya itu, ia pun menggerakkan kepalanya pelan-pelan, ia pun menatap kepergian Alex dengan hati retak dan pecah dibelah dua. Sifat Alex lebih dingin daripada dirinya. Pria itu nampak tak peduli sama sekali dengannya. Padahal sedari tadi Laura menahan mati-matian untuk tidak berteriak histeris.
"ARGGGHSS"
"GUE KANGEN LU, ALEX!!!" teriak Laura yang penuh dengan frustasi.
*****
Laura pun langsung buru-buru lari ke dalam kelas, untung saja guru kimia hari ini tidak datang, karena sedang ada pelatihan di kantor Dinas pendidikan. Laura pun mendekati Siska yang sedang asyik dengan hobby nya itu yaitu membaca buku. Laura pun duduk disebelah Siska sembari merengek.
"Siskaaa..." teriak Laura yang lagi merengek.
Siska pun menoleh, dan menatap temannya itu dengan tatapan aneh.
"Lu kenapa?" tanya Siska dengan heran.
"Alex tadi langsung ninggalin gue, dia kayaknya nggak peduli sama gue. Kayaknya strategi lu nggak ada gunanya deh" gumam Laura yang sangat pasrah.
"Alex pasti sangat marah sama gue, karena gue cuekin dia" sunggut Laura dengan sedih.
Siska pun menghela nafas dengan berat, dan meletakkan bukunya ke atas meja.
"Laura, lu harus sabar. Ini baru 1 hari loh. Belum seminggu. Tunggu sampai seminggu" ucap Siska.
"Gue nggak bisa Siska, gue nggak tahan" gumam Laura dengan sangat pasrah.
"TAHAN LAURA!! TAHAN" gemas Siska dengan sahabatnya itu.
Laura pun menaruh kepalanya di atas meja, dan membenamkannya. Dadanya pun terasa begitu sakit. Ia sangat merindukan Alex. Padahal belum sampai 24 jam ia menjalankan misinya. Laura pun menendang-nendang kakinya sendiri yang merasa kesal sekali. Ia harus bertahan 6 hari lagi.
"6 hari lagi Ya Allah"
"6 hari lagi" gumam Laura.
****
4 hari kemudian...
Waktu pun bagaikan 1 tahun bagi Laura, gadis itu pun tak memiliki semangat lagi untuk berangkat ke sekolah. Ia merasa malas untuk menyapa dan tersenyum ke siapapun itu. Misi sialan dari Siska membuatnya begitu menderita dan gila. Harusnya Alex yang menderita, ini malah dirinya sendiri yang tersiksa. Laura lagi-lagi harus menyimpan cokelat yang biasanya ia berikan kepada Alex, dan ia juga harus melewati lorong belakang untuk ke kelasnya agar ia tidak berpapasan dengan kelas Alex.
Laura pun telah menjauhi Alex selama 4 hari. Tidak mengirim pesan kepada pria itu, ia pun juga tidak menyapanya. Dan bahkan yang lebih menyedihkan lagi, Alex pun sama sekali tidak memberi kabar kepada Laura, lelaki itu seolah tak merasakan kehilangan keberadaan Laura dan seolah tidak peduli dengannya.
"Si Alex jahat.." lirih Laura dengan sedih, sambil membanting tasnya diatas bangku dengan kesal.
Seperti biasanya, Laura pun langsung memberikan wajahnya di atas meja. Dan kemudian membenamkan matanya untuk memilih tidur. Ia tidak ada energi untuk mengikuti mata pelajaran ini.
*****
Dan di satu sisi lainnya, Fahmi dan Exsel lagi-lagi harus membereskan cokelat-cokelat, surat-surat, dan bahkan bunga-bunga yang berantakan di lantai akibat ulah sahabatnya satu itu. Seperti 2 hari kemarin, Alex selalu mengobrak-abrik kolong mejanya sendiri. Tanpa ditanya, Fahmi dan Exsel tahu apa yang dicari oleh pria itu. Mereka pun tidak berani bertanya lagi, karena pasti jawabannya pun akan sama saja. Alex pasti tidak akan pernah mengakuinya. Karena, gengsi lelaki itu terlalu tinggi kayak langit dan bumi.
Fahmi duduk disebelah Alex, pria itu pun malah beralih ke arah ponselnya itu dengan sibuk, dan sambil mengotak-atik yang tak jelas.
"Lu punya MTIX nggak, mi?" tanya Alex dengan dingin, sambil menatap teman sebangkunya, Fahmi.
"Punya tapi masih belum gue isi lagi hehehe.." cengir Fahmi.
Alex menghela nafas dengan berat, ia kemudian melirik jam tangannya itu, mulutnya pun komat-kamit tak jelas yang memadukan rumus dan hitungan dalam otaknya. Alex pun tersenyum kecil, otaknya pun tersusun rapi dengan rencana yang akan ia lakukan setelah ini.
"Gue nggak pernah lihat si Laura lagi ke kelas ini, dia kemana Lex?" tanya Fahmi yang sok penasaran.
Alex pun hanya mengedikkan bahunya.
"Nggak tahu" jawab Alex dengan singkat.
"Lu marah sama si tikus kah? atau lu sama si tikus lagi bertengkar?" tanya Fahmi seadanya, sambil memasukkan cokelat-cokelat kedalam tasnya itu.
"Nggaklah, ngapain juga gue bertengkar ama dia?" sunggut Alex dingin.
"Lu nggak kangen sama dia kah?" tanya Fahmi yang lagi menggoda sahabatnya itu.
"Buat apa gue kangen sama gadis yang bawel kayak dia?" gumam Alex dingin.
"Iya, siapa tahu lu kangen sama dia?" gumam Exsel seadanya.
"Nggak bakal, gue Alex nggak bakal kangen sama cewek yang bawel seperti dia" gumam Alex dingin.
Fahmi pun hanya menepuk bahu sahabatnya itu dan berkata,,
"Gue tanya serius sama lu Lex, lu nggak ada rasa sama sekali ke Laura kah?" tanya Fahmi dengan nada serius.
Alex terdiam sejenak, dan kemudian menggelengkan kepalanya itu dengan ragu-ragu.
"Fahmi!!! Exsel!!!" panggil Alex ke arah kedua sahabatnya.
"Iya Lex?" jawab Exsel dan Fahmi bersamaan.
Alex menghela nafas dengan berat dan panjang.
"Dengar gue baik-baik, pasang kedua telinga gajah kalian" pinta Alex sambil menatap kedua sahabatnya itu.
"Udah kita pasang kok" jawab Exsel dan Fahmi, sambil memegang telinga mereka yang kayak gajah.
"Gue Alex, nggak bakal suka yang namanya Laura Ramadani, dan kalian semua saksinya" janji Alex di depan sahabatnya itu dengan sungguh-sungguh.