Sejak barang-barangnya kembali kepadanya secara otomatis, Alan sudah tahu apa yang terjadi kepadanya.
Karena 'fitur' itu adalah semacam perlindungan yang diberikan oleh Gaia, agar semua orang yang pergi ke dunia lain bisa pulang membawa hasil. Jadi apa pun benda, yang dalam status 'kepemilikan' akan ikut di bawa.
Sama seperti fitur pulang otomatis (paksaan sialan) ini, juga Gaia berikan agar semua orang bisa pulang dengan selamat seperti yang dikatakan Alan kepada Polisi. Bahkan jika orang tersebut sudah mati, tubuhnya masih akan di paksa kembali pulang di bumi.
Alan tidak membenci fitur ini, hanya saja... F*ck bisakah timingnya harus menyebalkan seperti ini?
Meskipun nantinya akan tiba di bumi pada hari, jam, dan yang sama, tapi waktu setiap orang berkunjung di dunia ini akan selalu berbeda, dari perbedaan beberapa jam hingga hari, namun masih akan di sekitar waktu satu minggu.
Karena ketidakpastian inilah membuat Alan tidak bisa memperkirakan kepulangannya.
Timing kepergiannya terlalu buruk.
Padahal sedikit lagi ia bisa mengalahkan Necromancer dan mendapatkan rampasan tambahan, sayang sekali ia harus merelakannya untuk Laura.
Sementara itu Di dunia Fantasy, Laura sedang menatap kosong pada tubuh seorang pria yang sedang terjatuh dari langit.
"Aaaaaaahhhhhhhh....." Teriakannya bisa terdengar bergema ke seluruh kota.
Pria tersebut jatuh menembus atap gedung hingga ke dasar, meninggalkan suara-suara nyaring yang terdengar sangat menyakitkan, membuat Laura menutup matanya tidak tega.
Tapi karena peringatan Sedhulur Laura tidak mendekat dengan gegabah, baru setelah tidak melihat kilatan pertarungan apa pun di kejauhan selama lebih dari 1 jam, dia memutuskan untuk melihatnya.
Dia terlalu penasaran.
Ayah Ladur merasa tahun ini adalah tahun sialnya, terlalu banyak hal buruk yang terjadi tahun-tahun terakhir ini, menurunnya reputasi grup, kehilangan dukungan sponsor, tubuhnya dikendalikan oleh jiwa bangs*t saat menjelajahi reruntuhan, dan yang paling menyakitkan dia bahkan telah membunuh teman-temannya dengan tangannya sendiri saat dirasuki, dia juga bisa menebak grupnya yang hancur setelah kehilangan dirinya.
Dan sekarang bahkan saat tubuhnya telah di kembalikan pun, dia masih mendapat sial.
Dia hanya bisa meneriakkan semua kekesalan dan kesedihannya dengan tubuh yang terus jatuh dari udara tinggi, dengan tangan di belakang kepala.
"Aaaahhhh..."
Tubuhnya menghantam atap gedung, dan itu sangat menyakitkan.
"Aaaaaaaaa...."
Dia masih berteriak dan kemudian pingsan, tapi tidak ada yang tahu teriakan yang terakhir untuk melampiaskan kekesalannya atau karena kesakitan.
Saat dia membuka matanya kembali, dia sedang di kerumuni oleh seorang gadis dan empat hantu. Dengan tingkat kesadarannya yang tinggi dia bisa langsung tahu bahwa hanya ada satu Elves yang masih hidup di antara mereka.
Ia bangkit sambil menggeleng-gelengkan kepalanya yang masih terasa pusing.
Punggung tangannya juga di penuhi luka di penuhi darah, untungnya sebagai seorang ksatria tingkat 3 tubuhnya cukup kuat, tidak ada tulang yang patah, hanya sedikit encok pada pinggangnya.
Setelah rasa pusing sedikit menghilang, dia menatap pada 5 Elves yang telah mundur ke belakang saat ia bangkit.
Tapi tanpa berbicara 1 patah kata pun pada mereka, dia langsung berbalik pergi
Karena tubuhnya telah kembali dia sudah tak sabar untuk bertemu keluarganya lagi, dia tidak punya waktu untuk mengurusi permainan dengan lima bocah ini.
"Tunggu paman Solur"
Mendengar salah satu dari mereka memanggil namanya, Solur Ayah Ladur langsung berhenti dan berbalik, matanya memandang pada satu-satunya Elves manusia yang masih hidup.
"Eh kau anaknya Nara, gadis kecil Laura?"
Karena sebelumnya pandangannya masih buram Solur tidak langsung mengenalinya, penundaan ini mungkin juga dikarenakan perbedaan antara versi keci Laura yang ada dalam ingatannya dengan gadis remaja di depannya.
Sudah lama dia tidak menemui anak gadis dari temannya ini, sayangnya temannya itu tidak akan bisa melihat betapa cantiknya anak gadisnya setelah tumbuh dewasa, dia telah Solur bunuh 3 tahun yang lalu, saat tubuhnya di ambil Alih oleh Necromancer bangs*t.
Mengingat ini membuat kesedihan dan kemarahan Solur kembali bangkit.
"Syukurlah kau benar-benar paman Solur, kupikir itu musuh yang di katakan Sedhulur"
"Hahaha... Tak perlu khawatir Laura, Jiwa Necromancer bangs*t itu telah pergi sepenuhnya dari dunia ini, mengejar serangga 'genius' yang tubuhnya lebih menarik dari tubuhku"
Hanya saat membahas hal inilah dia bisa tersenyum bahagia. Tapi Laura sendiri tidak tersenyum terlalu lama, dia telah menundukkan kepalanya setelah mengetahui Sedhulur telah pergi.
Laura memang sudah menebaknya ketika barang-barang Sedhulur menghilang dan hanya meninggalkan secarik kertas surat untuknya, tetap saja dia masih merasa sedih. Pria jahat itu bahkan tidak pernah mengatakan dia akan pulang dalam waktu dekat.
Ketika melihat Laura bersedih, Solur berhenti tertawa, sebagai ketua grup arkeolog tingkat menengah ke bawah tidak mungkin dia tidak cerdas, dia sudah bisa menebak kepergian orang dikejar Necromancer mungkin adalah teman Laura.
Dia ingin menghibur dan mengatakan kepada Laura kalau temannya pasti akan baik-baik, tapi Solur sendiri yang tahu betapa kuatnya Necromancer itu, tidak mampu bahkan hanya untuk membohongi diri sendiri apalagi kepada Laura.
Solur juga tidak bisa mengobrol dengan temannya Nara karena dia sendirilah yang membunuhnya.
Alhasil suasana menjadi canggung.
"Laura, bagaimana kalau kita pulang sambil kau menceritakan kejadian 3 tahun belakangan ini pada paman"
Meskipun proyeksi jiwanya sering kali kembali ke rumah berkat Necromancer, Solur sama sekali tidak tahu apa saja yang telah terjadi di luar rumahnya 3 tahun belakangan ini.
"Baik paman, tapi biarkan aku berpamitan dengan teman-temanku terlebih dahulu, tak masalah kan paman?"
Karena Solur tidak tega membuat Laura lebih sedih, dia tidak mengatakan pada Laura bahwa teman-temannya sudah meninggal, menundanya dan mencari alasan untuk meninggalkan mereka saat pergi nanti. Tapi melihat sikap Laura, sepertinya dia sudah mengetahuinya?
"Tentu, tak masalah"
Di pagi hari seperti hari lainnya, Ladur sedang menyiapkan kereta bersiap pergi bekerja.
Hari ini sudah lebih dari seminggu Sedhulur pergi dari rumahnya, dan dia masih belum kembali dan memberi kabar apa pun.
"Sedhulur berkata kalau dia masih belum kembali setelah seminggu berarti dia sudah kembali ke kota asalnya, meski begitu aku masih saja khawatir"
Dia khawatir terjadi sesuatu pada Sedhulur. Tanpa sadar dia melamun sambil bekerja, hingga suara seseorang lelaki mengejutkannya dari samping.
"Jadi apakah kau juga merindukan orang tua yang sudah menghilang selama 3 tahun ini, nak?"
Ladur terkejut, tapi bahkan saat berbalik pun dia masih terkejut. Dia sulit mempercayai apa yang ia lihat, sosok yang telah menghilang selama 3 tahun kembali muncul di hadapannya.
Dia ingin mengucapkan sebutan itu lagi, tapi rahangnya terlalu kaku untuk bergerak, butuh usaha yang besar baru Ladur bisa mengucapkan satu kata sederhana ini.
"Aa..A..Ayah"
"Aku pulang nak"
Meskipun dia sudah dewasa sekarang, Ladur masih mencoba melompat dan memeluk ayahnya untuk memastikan apakah ini memang kenyataan atau hanya halusinasi, baru setelah dia merasakan kehangatan dari pelukan ayah yang ia sukai itu, Ladur langsung menangis dengan keras, seperti anak kecil hingga membangun kan tetangga di sekitar.
Tapi Ladur tidak peduli dengan mereka.
Dia bahkan ingin meneriakkan bahwa ayahnya telah kembali.