Seperti yang kuduga Laura memang sangat pandai melakukan perhitungan, awalnya membutuhkan waktu 1 jam tapi sekarang setelah dia mulai terbiasa Laura sudah mampu menyelesaikan satu perhitungan dalam waktu sekitar 30 menit.
Dengan ini waktu mencari koordinat telah di potong hampir setengahnya.
Tapi tetap membutuhkan lebih dari 3 jam baru menemukan koordinat yang tepat.
"Sial, kepalaku terasa hampir mengepulkan asap"
Laura terlalu efisien, aku merasa menjadi orang bodoh jika sampai di susul olehnya, karena itu aku mencoba selalu menyelesaikan satu perhitungan dalam waktu kurang dari 20 menit.
Jujur saja aku cukup kagum dengan kemampuannya untuk tetap terus mempertahankan konsentrasinya, terkadang bahkan aku melihatnya tersenyum, seolah dia menikmatinya.
Ah, aku lupa memberi tahu Laura bahwa aku sudah menemukan koordinat inti formasi.
"Sudah cukup perhitungannya Laura, aku sudah menemukan koordinatnya"
Laura sama sekali tidak mendengarkan, masih hanya fokus pada perhitungan matematika di depannya.
"Laura! Lauraa!!"
"Ah...Yaa!!!"
Lihat, sebegitu fokusnya hingga panggilan kecilku berhasil membuatnya terkejut.
"Aku sudah menemukan koordinatnya, ayo cepat berkemas dan pergi ke sana"
"Ah sudah selesai? Tapi aku belum menyelesaikan perhitungan ini..."
Keengganan dalam kata-kata Laura bisa dengan mudah kurasakan tanpa membaca ekspresinya.
"Tidak masalah jika kau mau menyelesaikannya terlebih dahulu..."
"Benarkah!?"
Laura terlihat menyala-nyala. Membuatku tidak tega dan ingin membiarkannya menyelesaikan perhitungan, sayangnya aku tidak punya banyak waktu lagi.
"Ya, tapi aku tidak akan menunggumu"
Nyala Laura langsung meredup.
Sepertinya rasa penasarannya telah mengalahkan rasa enggannya, dia lebih memilih ikut denganku melihat inti formasi dari pada menyelesaikan perhitungan.
"Lupakan, lagi pula ini bisa kulakukan lagi nanti"
Ah itu juga benar, tidak perlu merelakan perhitungan, karena masih bisa di lakukan nanti. Tapi jika itu aku, sekali aku lepas dari matematika mustahil aku bisa mengumpulkan niat lagi untuk melanjutkannya nanti.
"Apakah berhitung sebegitu menyenangkan? Kau bahkan sesekali tersenyum saat menghitung"
"Mungkin? Aku memang sudah sering di beritahu orang lain kalau aku akan tersenyum saat mengerjakan perhitungan, tapi aku sendiri tidak pernah menyadarinya, aku tidak merasa menghitung cukup menyenangkan, tapi saat menghitung aku anehnya selalu merasa tenang"
Mataku langsung menyipit mendengar perkataan Laura, aku mulai merasa Laura sebenarnya menikmati menghitung bukan karena menyenangkan tapi karena menghitung dapat membuatnya sibuk dan mengalihkan perhatiannya dari masalah yang ia miliki.
Yang berarti jika Laura menemukan sesuatu yang lain yang dapat mengalihkan perhatiannya tapi lebih menyenangkan dari pada menghitung dia pasti akan dengan mudahnya berganti ketergantungan.
Tapi fakta bahwa dia mampu dengan cepat membiasakan dengan rumus baru dan kemudian menyelesaikan perhitungan dengan cepat, menunjukkan bahwa bakatnya tidak bohong.
Orang yang mau berusaha dan mampu memahami perhitungan dengan cepat, adalah ciri dari penyihir yang berbakat.
Ya meski sihir lebih mirip fisika dari pada matematika, lagi pula sihir juga ilmu alam sama halnya fisika.
Ini memang belum pasti, tapi jika Laura benar-benar menjadi bawahanku aku akan melatihnya menjadi Penyihir, menjadi bagian dari grup penjelajah terutama karena rasa penasarannya yang tidak berakhir juga membuatnya cocok menjadi Arkeolog.
"Ada apa Sedhulur, kenapa kau tersenyum begitu?"
Ah gawat, aku terlalu memandang ke depan, jika Laura tidak jadi ikut denganku bukankah rencanaku hanya akan menjadi khayalan? Aku harus mengurangi sesuatu yang seperti ini.
"Bukan apa-apa, mari kita pergi"
************
Tidak seperti yang kuduga, ternyata lokasi inti formasi berada di tempat cukup terpencil.
Di sebuah tanah lapang di utara kota, di sana terdapat pohon raksasa dengan patung seorang gadis cantik di depannya, tapi bahu kiri patung tersebut telah rusak, hanya sekali lumut dan kotoran yang menempel pada, mengurangi keindahan patung dengan sangat banyak.
"Ah Ini patung Purbasari, Ratu pertama kita para Elves"
Tak perlu Laura sebutkan sebenarnya di bagian bawah patung sudah ada penjelasan tentang sosok patung beserta legenda singkat dan gelar yang di milikinya.
"Pantas saja kota ini menjadi kota hantu, ternyata patung telah menjadi rusak seperti ini"
Laura mengulurkan tangannya ke arah patung seolah dia ikut bersedih atas patung yang telah tererosi oleh waktu.
Seharusnya akan menjadi pemandangan yang menyentuh, kenyataan malah terlihat lucu untukku.
"Kerusakan sekecil ini sebenarnya tidak akan merusak formasi, tapi bahkan jika patung hancur lebur aku yakin formasi tidak akan terpengaruh, karena inti formasi bukanlah patung melainkan pohon besar di belakangnya"
Tidak mungkin mereka akan menjadikan sesuatu yang sangat mencolok dan tidak tahan lama seperti patung, sebagai inti formasi.
Awalnya aku pikir Pohon penjaga adalah inti formasi, lagi pula pohon penjaga sangat tahan lama dan tidak mudah untuk di hancurkan, penduduk yang kemudian pergi setelah pohon penjaga layu semakin mendukung teoriku, karena itu koordinat pohon penjaga adalah koordinat yang pertama kali kuhitung.
Melihat hasilnya, sepertinya pembuat formasi adalah tipe orang yang tidak menyukai inti formasi yang mencolok.
"Eh? Benarkah?"
Laura menundukkan kepalanya malu.
"Melihat dari lokasi, kemungkinan besar patung di buat hanya untuk mencegah orang-orang tidak sengaja menebang pohon ini, karena alasan yang sama gaya patung pasti sengaja di buat seolah sedang beristirahat di bawah pohon agar orang-orang bisa merasa pohon adalah bagian dari keindahan patung sehingga orang-orang akan semakin menghargai pohon"
Tipuan yang bagus, aku mulai merasa sedikit beresonansi dengan pembuat formasi ini.
Ugh...lupakan lebih baik aku fokus pada tujuan utamaku.
Aku segera berbalik dan menghadap ke kota.
"Jika inti ada di sini dan kota ada di sana maka..." aku mencoba melakukan perhitungan dengan rumus lain untuk mengkonfirmasi, sekaligus menentukan letak inti sekunder dari formasi.
"Eh apa ini Sedhulur ada ukiran tengkorak di pohon"
Mendengar itu aku langsung berbalik menuju lokasi yang di tunjuk Laura.
Di sana memang terdapat gambar kepala tengkorak, dan bukan hanya tengkorak biasa ini adalah lambang penyembah dewa kematian.
Membuatku tersenyum, akhirnya aku menemukan petunjuk yang selama ini aku cari.
"Kerja bagus Laura"
Karena ada lambang ini di sini pasti memang ada seorang Necromancer yang menyebabkan fenomena kota.
Dia pasti telah memanfaatkan formasi pertahanan kota untuk melakukan sebuah ritual.
Ini pasti akan membutuhkan waktu berjam-jam untuk penyelidikan lebih lanjut, karena itu sebelum menyelidiki...
"...mari makan terlebih dahulu, aku sudah lapar" lagi pula matahari sudah mencapai titik tertinggi, ini waktunya untuk makan siang.
Aku perlu banyak makan untuk membangun tubuh lemah ini.
"Baiklah mari makan"
Meski aku berkata untuk berhenti menyelidiki kepalaku masih terus bekerja memikirkan berbagai teori dan kesimpulan.