Meskipun di luar aku terlihat tenang dan teguh, namun jika Laura benar-benar menamparku, aku pasti akan menampar balik.
Kenapa? Karena aku tidak pernah merasa, aku pernah membuat kesalahan yang membuatku pantas mendapatkan tamparan darinya.
Selama ini aku bersikap halus padanya, menjawab pertanyaan yang tidak pernah berakhir.
Melihat perbedaan kekuatan di antara kami, malah bisa di bilang Laura cukup beruntung aku tidak memilih kekerasan dan paksaan untuk membuatnya menurut padaku, di cukup beruntung karena aku percaya pada pembalasan hingga membuat ku berprinsip untuk berbuat baik, jika tidak semuanya pasti akan jadi lebih mudah.
Untungnya Laura sepertinya tidak kehilangan alasannya, dia menurunkan tangan kanannya kembali. Wajahnya masih berpaling dariku, tapi berbeda dengan sebelumnya aku tidak lagi melihat rona kemerahan di pipinya.
Sulit untuk mencari tahu apa yang terjadi dalam pikiran Laura ketika aku sedang menyatakan cinta padanya, hingga membuatnya memiliki dorongan untuk menamparku. Aku hanya bisa membaca ekspresi tapi tidak bisa membaca hati dan pikiran.
Untuk saat ini aku lebih baik melepaskan Laura, membiarkannya sendiri berharap dia sudah kembali tenang saat aku menemuinya lagi nanti.
Aku memutuskan untuk berjalan pergi meninggalkan Laura, dan sesuai perkiraan ku Laura tidak lagi mengikuti.
Saat berkeliling aku berniat mencoba mencari petunjuk sambil melakukan penghafalan sekilas kota ini hingga matahari terbenam nanti, tapi baru 30 menit berjalan aku tanpa sengaja teringat kembali tentang peta reruntuhan yang di miliki Laura.
Tanpa banyak berpikir aku memutuskan untuk kembali lagi untuk meminjam peta yang di miliki Laura, baru setelah itu aku akan berkeliling lagi dan menandai objek mencolok ke dalam peta, Laura sekarang pasti juga sudah sedikit lebih tenang.
****************
Laura memang sudah kembali tenang, pikiran dan hatinya sudah tidak lagi kacau. Hanya sedikit rasa bersalah dan malu karena tindakannya sebelumnya hingga membuatnya bingung ekspresi seperti apa yang akan ia pasang saat menemui Sedhulur lagi nanti.
Laura sendiri tidak mengerti mengapa saat itu dia memiliki dorongan untuk menampar Sedhulur, itu tidak masuk akal apalagi Sedhulur baru saja menyatakan perasaan cinta kepadanya.
Karena itu, untuk menutupi rasa bersalahnya Laura berniat membantu Sedhulur memenuhi permintaannya, menandai objek mencolok di kota ke dalam peta.
Tentu Laura sendiri dia tidak akan mampu melakukannya jika hanya mengandalkan ingatannya tidak, untungnya Laura sudah menyimpan banyak sekali foto bersama teman-temannya saat mengunjungi reruntuhan ini.
Laura mengeluarkan kristal seukuran jempol dan sebuah patung kucing kecil dari tasnya.
Kristal adalah semacam perangkat penyimpanan data di dunia ini sedangkan patung kucing di gunakan untuk membaca isi kristal.
Laura memasukkan kristal ke dada kucing, menekan ujung jarinya pada bagian belakang kepala patung kucing untuk mengaktifkannya.
Tiga detik kemudian sebuah sinar keluar dari dahi patung kucing dan menyinari dinding, menunjukkan beberapa daftar gambarnya bersama teman-temannya dengan latar belakang objek unik dan menarik dari kota ini.
Sambil menggerakkan jarinya dan beberapa kali mengklik bagian belakang telinga kucing, Laura mulai mengamati dan menandai objek mencolok ke dalam peta.
Namun seirin semakin banyak foto yang Laura lihat, dia mulai berhenti menandainya lagi, hanya menatap foto-foto itu dengan tatapan kosong.
Entah berapa lama, tiba-tiba Laura mendengar suara lelaki di belakangnya, menyodorkan sebuah sapu tangan biru muda kepadanya.
"Ambil ini" Kata lelaki itu.
Itu adalah sarung tangannya dan lelaki yang memberikan sapu tangan itu adalah Sedhulur.
Tapi bukannya mengambil sarung tangannya dari Sedhulur, Laura hanya memasang ekspresi bertanya-tanya di wajahnya.
Dengan senyum 'murni' Sedhulur menjawab pertanyaan di wajah Laura.
"Ambil ini dan usap air matamu itu Laura"
"ah.." setelah Sedhulur mengingatkannya baru kemudian Laura tersadar bahwa pipinya telah di aliri air mata.
Tanpa mempertimbangkan sejak kapan ini terjadi, Laura langsung mengambil sapu tangannya dari Sedhulur.
"Aku... Aku tidak menangis" kata Laura sambil menghapus air mata di pipinya.
"Ya, kau tidak menangis"
Dia memang benar-benar tidak menangis.
"Bahkan saat teman-temanmu menangis, kau sendiri hanya memasang wajah tabah, karena kau tidak ingin teman-temanmu melihatmu bersedih, kau ingin mereka kembali pelukan Pohon Permulaan dengan tenang, tapi sekarang tidak ada siapa pun di sini Laura, tak apa menangislah, keluarkan rasa sakitmu hingga hatimu merasa"
Kata-kata Sedhulur seperti hipnotis, Laura tidak bisa lagi membendung air matanya,
Sedhulur mencoba memberikan bahunya untuk menampung tangisan Laura, tapi karena terlalu malu dengan kejadian sebelumnya, Laura hanya menunduk dan menangis di atas meja sambil terus meneriakkan nama teman-temannya satu persatu.
Tapi tanpa Laura ketahui, Sedhulur yang menonton di samping telah diam-diam tersenyum licik.
Grinding kedekatan dengan Laura menggunakan pernyataan cinta memang tidak berhasil, tapi Sedhulur sama sekali tidak menyerah.
Kali ini dia menggunakan trik rasa bersalah dan rasa terima kasih untuk membuat hati Laura lebih terbuka kepadanya. Contohnya dengan membantunya atau berbagi rahasia tentang perasaan Laura.
Tapi Laura adalah tipe gadis yang selalu memendam perasaannya sendiri, bahkan saat dulu mereka berdua berpacaran, Sedhulur masih merasa kesulitan untuk membuat Laura banyak menceritakan tentang dirinya. Kecuali jika dia sedang membutuhkan bantuan dia sedikit mau bekerjasama, benar-benar sedikit.
Sebelumnya saat Sedhulur kembali untuk meminjam peta, ia melihat Laura yang sedang menatap foto teman-temannya dengan wajah datar, dia pun mendapatkan ide untuk melanjutkan grinding.
Sedhulur berniat membuat Laura menangis, tentu bukan hanya menangis sederhana, Sedhulur ingin Laura menangis dan mencurahkan isi hatinya.
Dan bagi gadis tegar seperti Laura sulit untuk membuatnya menangis atas kemauannya sendiri.
Karena itu Sedhulur memerlukan bantuan beberapa trik.
Menggunakan sihir "Artificial Touch" yang baru saja ia pasang ke tubuhnya semalam, Sedhulur membuat sensasi air mata tiruan di pipi Laura. Tentu karena Artificial Touch tidak menipu pandangan, Sedhulur perlu menambahkan mantra Dummy pada sapu tangan untuk membuatnya terlihat basah.
Dengan sedikit mantra untuk memperkuat efek persuasi dan sugesti, Sedhulur berhasil membuat Laura percaya bahwa dia baru saja menangis, jadi tidak masalah bahkan jika dirinya menangis sekali lagi dan mengeluarkan rasa sakit yang Laura pendam di hatinya.
Alhasil Laura yang hampir tidak pernah menangis di depan orang lain baru saja menangis di depan Sedhulur, dengan ini kondisi 'berbagi rahasia' telah terpenuhi.
Setelah satu jam lebih mendengar isakan tangis Laura, akhirnya tangisan semakin lirih dan berhenti beberapa saat kemudian.
Sedhulur segera menghapus senyum di bibirnya, tapi untuk berjaga-jaga agar Laura merasa malu dan semakin canggung karena baru saja menangis, Sedhulur menggantinya dengan memasang senyum kemenangan di bibirnya, senyuman yang seolah mengatakan 'aku telah melihat semuanya' pada Laura.
Sesuai dugaan Sedhulur, saat Laura mengangkat kepalanya awalnya dia terlihat sedikit malu, baru setelah melihat senyum di bibir Sedhulur ekspresi malunya langsung hilang sepenuhnya, digantikan dengan ekspresi kesal.
Membuat Laura tidak tahan untuk tidak berkata:
"Dasar pria jahat"
Tapi justru melihat reaksinya yang seperti ini, membuat Sedhulur semakin lebar.
Ini adalah pengetahuan dasar, ketika seseorang mulai menggunakan candaan dengan ejekan, berarti orang tersebut tidak lagi menganggap orang yang di beri candaan adalah orang luar.
"Tapi... tetap terimakasih Sedhulur"
Alan merasa dirinya menjadi seperti seorang rubah tua, jadi dia menghentikan senyum di bibirnya.
"Tak masalah"
"Oh ya Sedhulur, tentang permintaanmu sebelumnya, aku sudah menandai objek mencolok yang kuingat ke dalam peta lihatlah..."
Laura berniat menunjukkan hasil pekerjaannya pada Sedhulur, tapi ketika dia berbalik dan melihat peta telah di basahi oleh air matanya sendiri, Laura langsung menunduk malu.
">///<"
Untungnya tinta pada peta tidak luntur, jadi masih tetap bisa di gunakan.
Masalah kertas yang basah seperti ini bukan masalah besar, dengan beberapa mantra Superb magic, Alan bisa memperbaikinya dengan mudah, tapi sebelum itu Alan ingin mengkonfirmasi sesuatu.
Sambil mengeluarkan spidol biru dari tasnya Alan berkata pada Laura.
"Laura, pinjamkan aku telapak tanganmu"
Tanpa bertanya maupun menolak Laura memberikan telapak tangannya. Ini menandakan Laura sudah memberikan sedikit kepercayaan pada sosok Sedhulur.
Menggunakan spidol biru, Alan menulis angka 8 mendatar dengan panah di sisi kanan di atas telapak tangan Laura.
Segera Aroma yang tidak asing tercium di hidung Laura.
"Bau ini... bau darah?" Laura berpikir tinta yang digunakan spidol Sedhulur adalah darah.
"Yup, tinta yang kugunakan adalah darah iblis" Tepatnya ini adalah darah dari kepala pelayan Alfred.
Berikutnya Alan memegangi ujung jari tengah Laura, bibirnya bergerak-gerak mengucapkan mantra dengan sangat lirih.
Dalam pandangan takjub Laura, panah berjalan mengalir pada garis di angka 8, terus berputar hingga Alan melepaskan jari tengah Laura baru panah berhenti.
Alan pun tersenyum.
'Yup dia masih perawan'
"Entah kenapa aku merasa kau memikirkan sesuatu yang tidak sopan padaku, Sedhulur"
"..."
Intuisi terlalu tajam bukan?
"Apa maksudmu Laura, tentu saja tidak"
"Kalau begitu, katakan padaku sihir apa yang baru saja kau rapalkan di atas tanganku!?"
"Baik, ku beritahu padamu itu hannyalah sihir untuk mengecek darahmu"
Aku jujur, sihir ini benar-benar untuk mengecek darah.