Setelah selesai makan siang Soo Yin menyuruh Dae Hyun untuk membersihkan diri. Dae Hyun berendam cukup lama untuk menghilangkan sisa-sisa pengaruh alkohol. Hingga akhirnya dapat berpikir dengan jernih.
Dae Hyun ke luar dari kamar mandi hanya terlilit handuk sebatas pinggang hingga lututnya. Mencari keberadaan Soo Yin yang tak terlihat di sekeliling kamar. Sampai akhirnya mendengar seperti suara lemari yang tertutup. Dae Hyun segera berjalan menuju ruang ganti. Benar dugaannya, kalau Soo Yin yang berada di sana. Ternyata istrinya tengah mengambilkan pakaian untuknya.
Soo Yin memilih satu setel pakaian lengkap untuk suaminya. Jantungnya berdegup kencang saat ada sesuatu yang tiba-tiba melingkar di pinggangnya. Gadis itu menoleh saat merasakan hembusan nafas yang tidak asing lagi baginya.
"Sebenarnya apa yang kau lakukan sehingga minum terlalu banyak? membuat berantakan isi kamar tanpa mau bertanggung jawab. Hampir saja aku menghubungi polisi karena kupikir ada pencuri," gerutu Soo Yin sembari mengerucutkan bibirnya. Mencoba melepaskan pergelangan Dae Hyun dari pinggangnya. Namun pria itu malah semakin mengeratkannya.
Dae Hyun menghela napas panjang. Hampir saja berbuat nekat karena berpikir telah kehilangan istrinya. Justru gadis itu bahkan tidak menyadarinya sama sekali.
"Aku syok saat melihatmu tidak ada di kamar, bahkan semua orang tidak ada di rumah," ujar Dae Hyun sambil menempelkan dagunya di pundak istrinya.
"Bukankah ketika aku baru tersadar Bibi sudah menghubungimu?" Soo Yin mengerutkan dahinya.
Dae Hyun teringat saat Bibi Xia menghubunginya sambil terisak. Membuatnya langsung berpikiran sesuatu yang buruk pasti telah terjadi. Karena sudah ketakutan, ia langsung mematikan sambungan telepon tanpa bertanya lagi.
"Aku tidak mengetahuinya. Semalam saat mendengar Bibi Xia menangis, aku langsung mematikan sambungan telepon dan bergegas menuju bandara," jawab Dae Hyun dengan jujur.
"Jadi itu sebabnya kau bertingkah bodoh seperti itu. Aku tidak habis pikir." Bukannya tersentuh Soo Yin justru kesal dengan suaminya. Padahal seharusnya Dae Hyun bisa berpikir rasional.
"Kau tahu, aku sangat takut kehilanganmu." Dae Hyun membalikkan tubuh Soo Yin memegang kedua bahunya. Menatap mata istrinya dengan tatapan yang terlihat sayu dan sendu.
"Maaf, aku hanya takut terjadi sesuatu padamu," ujar Soo Yin sembari menundukkan kepalanya. Merasa bersalah telah memarahinya sejak tadi.
"Kau tidak perlu minta maaf. Aku yang seharusnya meminta maaf karena telah membuatmu hampir ...." Dae Hyun tidak sanggup melanjutkan ucapannya.
Soo Yin tidak menyangka jika Dae Hyun berbuat seperti itu karena takut kehilangannya.
"Terima kasih sudah menolong putraku." Dae Hyun memeluk Soo Yin dengan erat.
"Bukankah putramu juga putraku?" ujar Soo Yin sembari membalas pelukan suaminya.
"Terima kasih, ternyata kau sekarang jadi lebih dewasa," ujar Dae Hyun sembari mencubit hidung Soo Yin. Sebenarnya ingin menanyakan apa yang sebenarnya terjadi namun sekarang waktunya belum tepat dirinya tidak ingin merusak suasana ini.
Tiba-tiba Dae Hyun mengangkat tubuh Soo Yin. Gadis itu yang terkejut karena tindakan suaminya. Takut terjatuh buru-buru gadis itu mengalungkan tangannya di leher Dae Hyun.
Dae Hyun membawa gadis itu ke atas ranjang. Membaringkannya dengan lembut. Tak bosan-bosan dirinya menatap manik berwarna coklat itu. Gadis yang membuatnya bisa jatuh cinta kembali setelah sekian lama.
"Apa kau akan seperti itu terus?" ujar Soo Yin sembari mengamati tubuh suaminya yang begitu menggoda.
Dae Hyun bahkan sampai lupa kalau belum mengenakan pakaian.
"Tunggu sebentar." Dae Hyun segera bergegas ke ruang ganti. Mengenakan pakaian yang telah diambilkan oleh istrinya.
Soo Yin duduk di sisi ranjang seraya melihat pemandangan di luar melalui kaca jendela. Rasanya seperti baru terlahir kembali. Tiba-tiba teringat ayahnya, gadis itu segera mencari ponselnya yang berada di atas nakas.
Soo Yin merasa panik takut ayahnya mengkhawatirkan dirinya. Berharap Dae Hyun tidak memberitahu ayahnya semua yang terjadi menimpanya. Berulang kali menghubungi namun nomernya tidak aktif. Sehingga Soo Yin mengirim pesan suara. Agar setelah ayahnya mendengar bisa langsung menghubunginya kembali.
Dae Hyun baru saja ke luar, mengenakan kaos berwarna putih yang sangat pas di tubuhnya dengan bawahan celana pendek. Cukup santai dan nyaman memakai pakaian seperti itu. Memang sengaja Soo Yin memilihnya, karena Dae Hyun juga sudah mengatakan tidak berniat pergi kemana-mana.
"Kenapa Sayang?" tanya Dae Hyun begitu melihat istrinya menggigit bibir bawahnya.
"Apa kau memberitahu Ayah mengenai keadaanku?" ujar Soo Yin sembari memandang suaminya.
Dae Hyun terdiam beberapa saat sambil terus berjalan menghampiri istrinya.
"Maaf, aku tidak memberitahu Ayah. Mungkin kau akan menganggapku sebagai pengecut namun aku hanya tidak ingin membuat Ayah sedih," ujar Dae Hyun. Bersiap jika Soo Yin akan marah padanya.
Cup ...
Cup ...
Cup ....
"Terima kasih," ucap Soo Yin tersenyum dengan rona pipi yang memerah.
"Kau tidak marah?" ujar Dae Hyun seraya memegang pipinya. Tidak menyangka ternyata istri kecilnya sudah berani mencium pipinya dengan suka rela.
"Untuk apa aku marah? aku justru khawatir kau memberitahu Ayah. Aku juga tidak ingin membuatnya sedih." Soo Yin menundukkan kepalanya. Merasa rindu karena sudah lama tidak berjumpa dengan Kim Nam.
"Aku sungguh takut kau akan memarahiku. Tidak kusangka justru mendapatkan sebuah hadiah kecil," ujar Dae Hyun merangkul pinggang Soo Yin.
Soo Yin menutupi wajahnya dengan kedua tangan karena merasa sangat malu.
Derrrt ...
Derrrt ....
Ponsel Dae Hyun kembali berdering untuk ke sekian kalinya. Membuat Dae Hyun kesal karena selalu saja ada yang menganggu momen di saat bersama istrinya. Pria itu membiarkan saja tanpa ingin melihat siapa yang menghubunginya.
"Kenapa kau tidak menjawabnya? barang kali itu adalah telpon penting," ujar Soo Yin karena Dae Hyun tidak beranjak dari sampingnya.
"Biarkan saja, aku sedang tidak ingin diganggu. Aku masih ingin berlama-lama bersama dengan istriku tercinta," ucap Dae Hyun dengan santai malah menyandarkan kepalanya di bahu Soo Yin.
"Bukankah Aeri itu juga istrimu?" timpal Soo Yin.
"Dia memang istriku tapi aku tidak pernah mencintainya. Yang kucintai saat ini hanyalah dirimu seorang," ucap Dae Hyun dengan tulus.
"Bolehkah aku meminta satu hal padamu?" sambung Dae Hyun.
"Hmmm, selagi aku bisa melakukannya," sahut Soo Yin.
"Tetaplah berada di sampingku sampai kapanpun juga."
"Apa kau juga mengatakan hal itu pada Aeri?" goda Soo Yin ingin mengetahui kejujuran suaminya.
"Ughh, kau selalu saja menyebut wanita itu. Bolehkah aku bertanya satu hal?" Dae Hyun berpikir sepertinya ini waktu yang tepat untuk menanyakannya.
"Apa?"
"Aku hanya ingin tahu bagaimana kau mengetahui Jo Yeon Ho diculik?" Dae Hyun perlu penjelasan untuk mengungkap semuanya.
"Entahlah, aku tanpa sengaja melihatnya saat aku berada di taman hingga sore. Memangnya kenapa?"
"Aeri bilang hanya meninggalkan Jo Yeon Ho sebentar namun aku tidak mempercayai begitu saja."
"Saat aku baru tiba aku memang melihat Aeri ke luar dari taman namun aku tidak tahu jika dia membawa Jo Yeon Ho ke sana," ujar Soo Yin seraya mengingat-ingat.
"Benarkah?" Dae Hyun mengepalkan tinjunya. Jika sampai dia berbohong maka tidak akan ada lagi kesempatan baginya.
"Jangan terlalu berpikiran buruk tentangnya. Mungkin juga yang dikatakannya benar. Tidak mungkin seorang ibu tega meninggalkan anaknya." Soo Yin mengusap punggung tangan suaminya mencoba menenangkannya.
"Aku berharap juga begitu," ujar Dae Hyun menghela napas panjang. Ia akan mencari kebenaran yang terjadi.