Soo Yin masih bermalasan di ranjang, hanya melirik sekilas jam yang ternyata sudah tengah hari. Sudah beberapa hari ini Soo Yin jarang berjumpa dengan Dae Hyun karena pria itu tengah sibuk dengan cabang hotel yang baru akan dibangun yang ada di luar kota.
Ternyata kedatangan Park Ji Hoon ke Korea untuk melakukan peninjauan lokasi yang strategis bersama dengan Dae Hyun terkait pembangunan hotel.
Dae Hyun tidak mengajak Soo Yin karena takut istrinya kelelahan. Percuma juga mengajak jika ada ayahnya selalu bersamanya.
Soo Yin menguap sembari membentangkan kedua tangannya. Meregangkan ototnya yang kaku. Berulang kali mengecek ponselnya namun tidak ada panggilan ataupun pesan dari suaminya. Membuatnya semakin tidak bersemangat. Bahkan selama Dae Hyun berada di luar kota, tidak pernah sekalipun berangkat bekerja.
Saat melihat ponselnya, ada foto berdua dirinya dengan Dae Hyun yang diambil oleh Jo Yeon Ho. Foto yang diambil saat mereka tengah duduk di tangga kawasan Namsan Park. Dae Hyun memaksa agar foto itu dijadikan walpaper.
Melihat foto itu membuat Soo Yin ingin pergi ke sana kembali. Ternyata memang tempat itu sangat indah. Tidak heran jika Jo Yeon Ho sangat menyukai tempat itu. Hari saat dimana dia mengunjungi Namsan Park bersama dengan Dae Hyun dan Jo Yeon Ho, saat itu tidak menikmati pemandangan di sana sama sekali karena terbakar oleh api cemburu dan iri melihat kedekatan ayah dan anak.
Soo Yin segera berjalan menuju jendela. Mengecek cuaca hari ini yang agak mendung. Sepertinya cocok untuk pergi ke sana karena cuaca tidak terlalu panas.
Sebelum pergi Soo Yin terlebih dahulu membersihkan diri kemudian makan siang karena sejak tadi pagi bahkan belum makanan apapun. Makanan yang dibawakan Bibi Xia ke kamarnya bahkan masih utuh tidak tersentuh sama sekali.
"Bibi, aku ingin pergi ke luar sebentar," pamit Soo Yin sesudah selesai makan siang.
"Apa Nona akan pergi bersama Chung Ho?" tanya Bibi Xia. Tiba-tiba saja tidak enak perasaannya.
"Tidak, aku ingin pergi sendiri. Lagi pula aku hanya ingin pergi ke taman saja," ujar Soo Yin sembari mengecek tasnya. Ternyata ada pisau kecil yang waktu itu pernah dibawanya saat mengikuti Peter Anderson. Sudah mengeluarkannya dari dalam tas namun segera memasukkan lagi. Barangkali membutuhkannya untuk mengupas sesuatu.
"Sebaiknya Nona pergi bersama Chung Ho saja," saran Bibi Xia.
"Aku bisa naik taksi, biarkan dia istirahat." Soo Yin tersenyum sembari mengusap pundak wanita paruh baya itu agar tidak perlu mengkhawatirkannya. Tidak akan terjadi sesuatu di siang bolong seperti ini.
Sekitar tiga puluh menit perjalanan akhirnya Soo Yin sampai di depan pintu masuk area taman. Terlebih dahulu ke minimarket terdekat untuk membeli camilan dan minuman yang cocok dinikmati di bawah pohon ginko yang sejuk. Tak lupa membeli dua buah es krim dengan rasa coklat. Soo Yin memang sangat menyukai es krim.
Soo Yin mulai menaiki tangga sembari mengambil beberapa foto pemandangan dengan menggunakan ponsel yang dibawanya.
Brukkkk ....
Saat tengah asyik mengambil foto tiba-tiba ada seorang wanita yang menabraknya hingga menyebabkan ponselnya terjatuh ke tanah.
"Hei ...." Soo Yin hendak memanggil orang yang menabraknya. Namun segera mengurungkan niatnya saat mengetahui siapa orangnya. Ternyata wanita itu adalah Aeri yang berjalan sambil menelepon tanpa peduli dengan keadaan sekitar. Terlihat kalau sangat tergesa-gesa saat menuruni tangga.
'Ada apa dia datang ke tempat ini?' ~ batin Soo Yin sembari menautkan kedua alisnya. Segera mengambil ponselnya yang masih di tanah, untung saja tidak pecah.
Soo Yin langsung naik ke atas, tidak ingin memikirkan wanita itu pergi ke tempat ini. Gadis itu mencari tempat duduk yang sangat cocok untuk menikmati angin sepoi-sepoi yang berhembus. Begitu menyegarkan di bawah langit yang tertutup awan.
Soo Yin menikmati camilan yang dibawanya sembari melihat anak-anak yang tengah bermain di kejauhan. Seperti melihat Jo Yeon Ho, namun tidak percaya anak itu adalah Jo Yeon Ho. Mana mungkin anak itu pergi ke sini kalau tidak bersama dengan ayahnya.
Setelah menghabiskan beberapa bungkus camilan, Soo Yin terus berkeliling hingga tak terasa hari sudah sore. Matahari sebentar lagi akan terbenam tapi Soo Yin belum ingin beranjak dari taman. Ingin menikmati matahari terbenam seperti waktu itu. Meski agak mendung namun samar-samar masih terlihat cahaya yang berwarna jingga.
Suasana taman kini sudah sepi karena di jam seperti ini seharusnya memang sudah berada di rumah. Tiba-tiba ada dua orang yang berjalan di depannya sembari terus mengobrol. Soo Yin hanya mendengar samar-samar kalau mereka akan mendapatkan uang banyak jika tugasnya kali ini berhasil. Kedua pria itu berjalan menuju tempat dimana anak-anak tadi bermain.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Hari sudah mulai gelap namun belum ada tanda-tanda kehadiran Aeri di Namsan Park. Jo Yeon Ho sudah berjalan kesana kemari mencari ibunya namun tidak kunjung menemukannya.
"Ibu lama sekali," ujar Jo Yeon Ho lirih. Padahal sudah berjanji kalau Aeri akan menjemputnya. Cacing di perutnya juga sudah berbunyi karena sudah lapar dan memang sebentar lagi seharusnya waktu makan malam. Anak itu terus berjalan sambil memegangi perutnya. Hingga tiba-tiba ada dua orang pria bertubuh besar yang menghalangi langkahnya. Tampangnya seperti preman yang memiliki banyak tato di sekujur tangannya. Membuat Jo Yeon Ho memundurkan langkahnya.
"Hei, tidak usah takut," ujar salah seorang di antara mereka yang berkepala botak sembari memicingkan mata dan tersenyum miring.
"Siapa kalian?" teriak Jo Yeon Ho dengan gemetar. Benar-benar sangat takut melihat wajah mereka.
"Kami? siapa kami?" Kedua pria itu tertawa secara bersamaan. Suaranya yang menggelegar begitu menyeramkan.
Tanpa berpikir panjang Jo Yeon Ho berbalik badan segera berlari menjauhi mereka. Namun langkahnya terlalu mudah dijangkau oleh kedua pria tersebut. Hingga dengan mudah mereka sudah menghadang kembali Jo Yeon Ho.
"Tolong ... tolong ... to ...." teriak Jo Yeon Ho berusaha untuk meminta bantuan seperti yang dilakukan anak-anak di film yang pernah dia tonton.
"Hmphhh." Salah seorang di antara mereka membekap mulut Jo Yeon Ho. Mengangkatnya ke atas pundaknya.
Jo Yeon Ho memukul dengan tangannya yang kecil yang sama sekali tidak berarti apa-apa bagi pria itu.
Di tempat yang tidak begitu jauh Soo Yin tanpa sengaja tadi mengikuti kedua penjahat itu. Saat ini tengah bersembunyi fi balik pohon ginko. Membelalakan matanya ketika melihat ternyata Jo Yeon Ho lah yang kini bersama mereka.
Tadinya Soo Yin hendak membiarkan saja tanpa ingin menolongnya. Tapi dirinya masih memiliki hati nurani. Meski tidak menyukai anak itu, bagaimanapun juga dia adalah darah daging suaminya. Jika terjadi sesuatu padanya, tak ingin menyesal di kemudian hari.
Soo Yin langsung berjalan mendekat ke arah mereka dengan langkah tergesa-gesa. Dengan berani menampakkan diri.
"Hei, lepaskan anak itu!" teriak Soo Yin dengan berani.
Kedua penculik itu langsung berbalik menoleh ke arah Soo Yin.
"Sepertinya ada yang ingin jadi pahlawan," ujar pria botak yang tersenyum miring sembari mengamati Soo Yin dari atas hingga bawah.
"Dia sangat cantik, bagaimana kalau kita membawanya untuk bos kita sebagai bonus," sambung temannya yang berambut keriting.
Mereka kemudian tertawa bersama sehingga begitu menggelegar tawa mereka di telinga Soo Yin. Ingin berteriak meminta tolong namun tempat ini sudah sunyi sepertinya mereka memang sudah merencanakan dengan matang.
"Cepat bawa dia!" ujar pria botak.
Soo Yin langsung mengeluarkan pisau kecil yang ada di dalam tasnya.
"Jangan mendekat!" Soo Yin menodongkan pisau yang ukurannya tidak seberapa.
Tanpa takut pria berambut keriting tetap mendekat. Soo Yin benar-benar takut saat melihat pistol bergantung di pinggangnya. Dengan penuh tekad gadis itu sekuat tenaga menendang bagian selangkangan pria berambut keriting hingga membuatnya cukup kesakitan.
Pria botak marah melihat temannya kalah hanya dengan seorang wanita. Langsung menurunkan Jo Yeon Ho dari pundaknya.
Begitu melihat pria botak tengah lengah karena sedang menurunkan Jo Yeon Ho, Soo Yin segera menusuk tangan pria itu dengan menggunakan pisau kecil sehingga lengannya mengeluarkan darah yang cukup banyak. Ini diingatnya saat tragedi Lee Joung Youn menyerang Dae Hyun.
Dengan cepat Soo Yin segera menggandeng tangan kecil Jo Yeon Ho dan mengajaknya berlari. Terus berlari tanpa tau kemana arah mereka karena saat ini sudah gelap. Yang terpenting segera menjauh dari penculik tadi.