Lisa berada di kamarnya sedang asyik membaca cerita di salah satu aplikasi, yaitu webnovel hingga dia tak sadar jika Juna sudah masuk ke dalam kamarnya.
Juna melihat Lisa yang asyik dengan dunianya pun berdehem pelan.
"Ekhem."
Seketika Lisa langsung berteriak kaget. Dia terkejut karena tiba - tiba Juna berada di kamarnya dan Juna langsung menutup kupingnya karena teriakan Lisa yang cetar membahana.
"Isss, apaan sih lo. Berisik," ujar Juna kesal dengan teriakan Lisa.
"Lo yang apa - apaan. Tiba - tiba di kamar gue kayak jelangkung. Datang tak diundang pulang tak diantar." Lisa pun juga ikutan kesal pada Juna.
Perempuan itu tahu ini memang rumah Juna, tapi tidak mengetuk pintu dulu ketika masuk ke kamar orang lain bukankah itu tidak sopan? Bagaimana kalau dia sedang dalam keadaan sedang ingin memakai baju atau habis mandi gitu?.
"Nggak sopan banget sih," gerutunya pelan.
Walaupun pelan, Juna masih mendengar apa yang dikatakan Lisa.
"Lo nya aja yang asyik sendiri," kata Juna santai sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku training yang dipakainya.
Lisa hanya diam. Bodo amat, dia masih kesal pada Juna.
"Temen - temen gue nanti mau ke sini, jadi lo jangan keluar kamar." Itu bukan pertanyaan tapi pernyataan. Itu bukan permintaan tapi perintah.
Lisa memutar matanya. "Iya, gue bakal di kamar."
Lisa tahu betul siapa teman - teman yang dimaksud Juna, yaitu teman - temannya dari orok. Mungkin dari mereka TK sampai mereka sudah duduk di bangku SMA. Berarti sudah lebih dari 12 tahun. Bisa dibilang mereka ini adalah sahabat Juna.
Memangnya tidak bosan berteman selama itu?
Mungkin tidak tapi mungkin juga iya. Kalau menurut Lisa, persahabatan itu tidak akan ada rasa bosan - bosannya. Apalagi sudah bersahabat lama. Nama mereka adalah Reza, Fadli, dan Angga.
"Katanya kalian sahabat lama, kenapa nggak bilang aja sih kalau gue tinggal di sini?" Lisa menatap Juna datar.
"Banyak tanya kayak dora. Intinya lo diem - diem aja di sini," kata Juna tanpa menjawab pertanyaan Lisa.
Lisa hanya bisa mengehembus napas kesal dan mengiyakan saja perkataan Juna. Dan lagi pun dia tidak mau berlama - lama dengan Juna, apalagi jika dia ada di kamarnya.
Saat Juna akan melangkahkan kakinya keluar dari kamar Lisa, dia merasakan kalau ada yang menahan pergelangan tangan kirinya yang ternyata pelakunya adalah Lisa. Juna menolehkan kepalanya ke arah Lisa dan menatapnya kesal seolah bertanya 'apa lagi?'
"Nanti, gimana kalau gue laper?"
"Makan."
"Tahu gue kalau laper tuh makan. Tapi kalau makanannya ada di bawah gimana?"
"Tahan."
"Apa maksud lo dengan, tahan? Nahan laper gitu?" Lisa mengangkat alisnya menatap kesal Juna.
Dia mendengus pelan dan berkata, "Gue bisa nahan apa pun, kecuali makan. Jadi - " belum Lisa menyelesaikan perkataannya tapi sudah dipotong oleh Juna.
"Nanti gue bawain makanannya ke sini. Lo bisa SMS atau whatsapp gue. Puas?" ujarnya sambil menggeram kesal.
Mendengar ini Lisa memberi jempol kepada Juna pertanda bahwa dia setuju dengan perkataan Juna sambil menganggukan kepalanya.
Tapi Juna masih menatap ke arah Lisa. Lisanya sendiri tentu heran mengapa Juna masih menatap dia dan masih belum beranjak dari kamarnya. Lalu dia bertanya, "Apa?"
Juna hanya diam, tapi matanya melirik ke tangan Lisa yang masih memegang pergelangan tangannya dan Lisa juga mengikuti arah dimana Juna melirik. Ternyata sejak bercakap - cakap singkat tadi Lisa masih memegang tangan Juna dan belum melepaskannya.
Lisa langsung melepas tanggannya dari pergelangan Juna. "Sorry."
Lisa merasa sedikit canggung sekarang, dan matanya berlarian ke sana kemari asal tidak ke arah Juna. Lelaki itu menghela napas keras sebelum keluar dari kamar Lisa.
Sementara Lisa sendiri kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan bermain hp, tentunya dia kembali membaca salah satu cerita di webnovel.
Lisa adalah tipe orang yang suka membaca. Dia suka membaca segala buku, seperti novel. Tapi entah kenapa, jika membaca buku mata pelajaran dia sangat malas. Lisa akan merasa pusing setelah membaca dua baris saja.
Mengherankan.
Tak berselang lama, rumah Om Toni ini beralih fungsi menjadi stadion sepak bola. Sungguh, sangat amat berisik.
Lisa menggeram kesal mendengar suara mereka sambil bangun dari posisi rebahannya membuat dia menjadi tidak fokus untuk membaca webnovel.
'Menyebalkan. Mereka sebenarnya ngapain sih?'
Lisa tidak menyangka bahwa, Juna yang kelihatan dingin dan sok cool di sekolah bisa seberisik itu bila bersama dengan sahabat - sahabatnya. Perempuan itu lalu berdiri dan melangkah ke arah pintu kamarnya sambil membukanya dengan gerakan pelan. Takut ketahuan. Padahal kalaupun ada pesawat jatuh, mereka tidak akan sadar.
Saat sudah berdiri di ambang tangga, dia melongokkan kepalanya, karena dia penasaran apa yang dilakukan mereka hingga terdengar sangat ribut. Ternyata mereka bermain game playstasion.
'Hanya sebuah video game, apa ada kebutuhan untuk seribut itu?'
Perhatian Lisa jatuh kepada Juna yang sedang tertawa lepas bersama dengan sahabat - sahabatnya. Tidak terlihat seperti Juna yang dia kenal. Lisa pikir, Juna tidak bisa tertawa karena mulutnya bermasalah, atau lagi sariawan. Tapi kalau sudah bersama dengan teman - temannya, bisa terlihat perbedaannya.
Mungkin karena mereka di sekolah tidak satu kelas? Itu mungkin saja, jadi waktu mereka terasa berharga. Jika Juna dan Angga berada di kelas IPA, maka Fadli dan Reza berada di kelas IPS. Jadi, mereka bersama hanya saat bermain basket atau berkumpul seperti ini.
Lisa yang melihatnya merasa sedikt ... iri. 'Huft, kapan aku seperti mereka?'
Pasalnya semenjak dia pindah di sekolah barunya, ia belum mendapat satu pun teman. Hanya Juna yang dia kenal, baik di sekolah. Mungkin karena dia baru pindah, jadi dia perlu beradaptasi baik di lingkungan maupun orang - orangnya.
Lisa juga mempunyai sahabat di tempat asalnya, namanya Wawa dan Feby. Mereka berdua yang selalu menemani Lisa bermain, apalagi Lisa adalah anak satu - satunya. Namun, semenjak dia tidak lulus sekolah Lisa harus berpisah dengan sahabatnya. Mereka masih bisa berkomunikasi lewat medsos.
'Ugh, sakit sekali'
Tiba - tiba saja perut Lisa terasa sangat sakit seperti ditusuk - tusuk oleh benda tajam dan wajahnya menjadi agak pucat dan terlihat badannya sedikit lemas.
Hamil? Isss, jangan mengada - ada.
Lalu Lisa kembali berjalan menuju kamarnya sambil memegang perutnya dengan mimik wajah menahan rasa sakit. Sesampainya di dalam kamar, dia mendudukkan pantatnya di atas ranjang.
'Atau aku belum makan kali, ya? Jadi sakit perut.'
Iya, mungkin saja perutnya sakit karena dia lapar. Tapi... makanannya ada di bawah, bagaimana Lisa akan makan sementara teman - teman Juna ada di bawah dan si Juna nya menyuruh Lisa agar tetap di kamar.
Tingg!!
Lisa teringat bahwa dia hanya tinggal chat Juna jika dia mulai merasa lapar.
"Kan gue bisa chat Juna, kalau gue lapar," gumam Lisa sambil mengambil hpnya di saku celana dan menulis sebuah pesan.
Mendengar nada dering dari hp yang berada di sampingnya, Juna mendengus pelan. Dia mengechecknya yang ternyata ada pesan dari Lisa yang isinya adalah bahwa dia lapar. Laki - laki itu bangkit dari duduknya dengan malas.
Melihat Juna berdiri, Angga penasaran, "Mau ke mana, lo?."
"Mau ke dapur, ambil makanan."
"Bagus - bagus. Bawa yang banyak, gue laper." Fadli ikut menimpali perkataan Angga.
"Hmm." Juna hanya membalas dengan gumaman malas.
Nyatanya, dia hanya mengambil makanan untuk Lisa. Namun, karena dia tidak ingin teman - temannya tahu bahwa ada makhluk lain di rumah ini, Juna hanya meng-iyakan permintaan temannya.
Lalu Juna menuju dapur dan mengambil makanan untuk Lisa dan ciki - ciki untuk teman - temannya.
Dia kembali ke tempat semula dan menaruh ciki - ciki di depan jidat, eh salah. Di depan Fadli dan Angga. Kemudian ia berbalik menuju kamar Lisa. Sebelum Juna melangkahkan ke anak tangga kedua, ada suara yang mengintrupsinya.
"Lah, lo mau kemana? Kok bawa makanan segala ke atas? Bukannya makan itu buat kita?" Ternyata suara itu berasal dari Fadli yang bertanya dengan heran dan beruntun.
Juna yang mendengarnya tentu saja agak cemas. Dia diam tidak segera mejawab pertanyaan Fadli. Lalu dengan wajah datar dia berkata, "Buat gue." Singkat, padat, dan tidak jelas. Tanpa menunggu balasan dari mereka, Juna langsung berlalu pergi ke kamar Lisa.
Fadli dan lainnya hanya memandang Juna heran lalu mereka kembali ke kegiatan semula. Bermain PS.
Di kamar.
Lisa masih meratapi perutnya yang masih terasa sakit sambil dia membaca webnovel untuk mengalihkan dari rasa sakitnya.
Cklek!
Pintu kamar Lisa dibuka dan muncul lah Juna yang membawa nampan berisi makanan dan minuman untuk Lisa. Lisa pun menoleh ke arah sumber suara dan dia melihat Juna berjalan ke arahnya.
"Nih, makanannya," kata Juna sambil menyodorkan nampan yang dia bawa kepada Lisa.
"Oke, makasih."
"Ya udah, gue ke bawah dulu." Juna membalikkan tubuhnya dan segera keluar dari kamar Lisa tanpa menunggu balasan dari sang empu yang punya kamar. Tapi sebelum dia memegang gagang pintu, tiba - tiba Juna berhenti dan kembali menatap Lisa.
Lisa yang sedari tadi diam mengangkat alisnya heran melihat Juna. 'Kenapa lagi anak ini?'
Juna hanya menatap diam Lisa dan berkata, "Muka lo pucet. Kenapa?"
Jarang - Jarang Juna bertanya seperti ini. Biasanya juga diem kayak patung es. Saat Juna masuk tadi, dia melihat wajah Lisa agak pucat. Awalnya dia mau bertanya tapi tidak jadi, nanti dikira sok care. Namun, lama kemudian tidak bisa menahan pertanyaan yang bersarang di benaknya, akhirnya dia bertanya apa yang terjadi.
"Gue nggak papa, cuman sakit perut aja. Habis makan juga sembuh," jawab Lisa ditengah acara makannya. Dia makan dengan lahap.
"Oh, ya udah." Juna lalu berlalu pergi dan turun ke bawah menemui sahabatnya serta melanjutkan permainan PS tadi yang sempat terpause.
Setelah perutnya terisi, Lisa duduk sejenak di ranjangnya lalu merebahkan tubuhnya untuk istirahat. Perutnya masih sakit, padahal sudah Lisa sudah mengisinya dengan makanan demi makanan sampai tak bersisa sebiji nasi pun di piring. Dia tidak tahu kenapa, akhirnya dia memutuskan untuk tidur sejenak.
***
Matahari mulai terbenam diiringi dengan warna - warna senja yang mempesona. Angga dan kawan - kawannya juga mulai menghentikan aktivitas yang mereka lakukan dan membereskan kekacauan yang mereka buat, agar yang punya rumah tidak meledak dengan api kemarahan.
"Gue balik dulu ya, bro," kata Reza sambil menepuk bahu Juna pelan.
"Besok kita ketemu di sekolah." Angga yang di sampingnya ikut bersuara.
"Hmm, hati - hati." Juna mengantar mereka sampai gerbang depan rumahnya dan pada akhirnya Fadli, Angga, dan Reza pun pulang ke rumah masing - masing.
Setelah tidak melihat bayangan teman - temannya, Juna berbalik untuk masuk ke dalam rumah dan masuk ke dalam kamar kemudian mandi.
Di samping itu, Lisa ternyata sudah bangun dari tidurnya karena dia merasakan bahwa perutnya sakit lagi. Ia menoleh ke arah luar jendela yang ternyata waktu sudah sore dan Lisa belum mandi.
"Perut gue masih sakit beut dah. Apa lagi datang matahari, ya?" monolognya sendiri sambil mengelus perutnya pelan dengan tujuan untuk meredakan rasa sakitnya.
"Bukannya karena laper?"
"Mungkin gue lagi datang matahari. Kenapa gue nggak sadar dari tadi, sih?" katanya sambil menepuk jidatnya yang tertutup poni itu dengan pelan.
Saat dia akan beranjak dari ranjangnya, Lisa merasa ada yang aneh. Seperti lengket - lengkat basah dan tercium sedikit bau amis. Kemudia Lisa merababa - raba dan melihat di antara pahanya dan Lisa merasakan ada yang terasa basah disana dan sedikit lengket. Lalu dia mengangkat tangannya yang ternyata ada bercak darah tertempel di sana.
Dengan bodohnya, Lisa mendekatkan hidungnya ke tangan yang terkena darah datang matahari dan mengendusnya pelan. "Iyyuh, bau," ujarnya dengan wajah jijik.
Lisa bodoh dan Jorok.
Dia bergegas bangkit dari ranjangnya dan cepat masuk ke dalam kamar mandi lalu membersihkan hal - hal yang harus dibersihkan, seperti darah datang mataharinya. Beberapa menit kemudian Lisa selesai mandi dan beralih untuk membersihkan jejak - jejak kejadian peristiwa tadi yang masih terpampang nyata dan tertempel di sprei kasurnya.
"Iss, ini harus cepet - cepet dibersihin. Kalau nggak, bakal susah nanti."
"Kenapa juga harus bocor, ihh. Biasanya juga nggak."
"Mana ini punya orang lagi." Lisa berbicara dan menggerutu sendiri dengan kamar yang menjadi saksi bisu peristiwa 'bocor' yang dialami Lisa.
Sementara yang punya sprei, maksudnya memang sebenarnya yang punya dia. Sedang asyik dengan dunianya sendiri di dalam kamarnya dengan earphone yang tertempel di telinga dan buku yang dibacanya. Dia sangat tenang dan damai dengan hal yang ia lakukan.