Seandainya ada satu saja kebahagiaan yang tersisa untukku di tempat ini, maka aku akan bertahan dan terus hidup...
***
Lancaster, Inggris, 10 Juni 2018
"Hah..." Lucia menghela nafas, tak menyangka dirinya akan sampai juga di tempat ini. Tempat yang nyaris 12 tahun tak ia kunjungi, tempat ia lahir dan dibesarkan sebagai seorang bocah nakal yang berpenampilan seperti laki-laki.
Lucia menyimpan secarik kertas yang ia tulis malam itu, sehari sebelum pesawat yang membawanya terbang ke tempat ini. Gugup, takut, sedih, semua perasaan tercampur aduk.
Dulu, Lucia pergi tanpa kabar, meninggalkan begitu saja orang-orang yang ia sayangi karena begitu takut mengucapkan perpisahan. Apa yang harus ia katakan saat bertemu lagi dengan mereka ?
"Drrtt...drrtt..." ponsel Lucia bergetar, setelah tiba di kota ini, ia sama sekali belum membuka ponselnya dan memeriksa pesan masuk.
"Kenapa kau pergi tanpa bilang dulu pada Ibu ?" begitulah isi pesan yang pertama kali dibaca olehnya. Lucia menarik nafas, berusaha memantapkan hatinya sebelum benar-benar mengetik pesan untuk Ibunya.
"Maafkan aku, Bu. Tapi aku sudah mengatakannya beberapa minggu yang lalu. Aku akan tinggal di Inggris dan mencoba mencari pekerjaan di sini," Lucia membaca pesannya terlebih dahulu sebelum mengirimnya.
Lima menit menunggu, namun tidak ada balasan. Lucia kembali menyimpan ponselnya di saku jaket yang ia kenakan.
"Kita turun di sini, Nona ?" tanya supir taxi yang membawa Lucia ke Jalan Nothingville.
"Ah...iya benar, saya turun di sini !" Lucia langsung keluar dari taxi bersama sang supir yang membantu mengeluarkan koper berisi pakaian milik Lucia yang ia bawa dari Louisiana.
"Tidak ada lagi yang ketinggalan ?"
"Sepertinya sudah semua, terima kasih banyak"
"Terima kasih kembali, saya permisi dulu !" ucapnya sembari berlalu pergi.
Lucia menarik nafas panjang, matanya memandang setiap sudut tempat yang sudah tidak asing baginya. Di seberang jalan, sebuah tempat di mana ia dan teman-temannya bermain, Taman Rottenbir. Tidak banyak yang berubah dari taman yang penuh kenangan ini.
Dari taman ini, Lucia harus berjalan sejauh 50 meter menuju rumah, tempat di mana ia, Ayah, Ibu dan Kakak perempuannya, Lily tinggal. Namun kali ini, Lucia tidak akan pulang ke rumah itu. Ya, tentu karena itu bukan rumahnya lagi. Rumah itu dijual saat mereka pindah ke Louisiana, Amerika 12 tahun lalu.
Tiga orang wanita lewat dan meliriknya bingung. Mungkin, dalam pikiran mereka bertanya-tanya, "Siapa perempuan yang membawa koper besar itu ?"
Karena merasa canggung, Lucia membalas tatapan mereka dengan senyuman kecil, kemudian berjalan secepat mungkin menuju rumah di mana dia akan tinggal untuk sementara waktu.
Sekitar 30 meter dari Taman Rottenbir, sebuah rumah besar yang terlihat tua dengan papan nama bertuliskan "Terima Kos" dan rumah ini, satu-satunya tempat terdekat yang bisa ia tinggali untuk sementara waktu.
Lucia berdiri di depan pagar tua dengan cat yang sudah mengelupas. "Permisi !" serunya, berusaha memanggil seseorang yang bisa membantunya di dalam sana.
Hening, tak ada jawaban. Sekali lagi, Lucia mengeluarkan suaranya dan berteriak "Permisi...!" dan tetap tak ada jawaban.
"Apa rumah ini kosong ? dilihat dari penampakannya memang tidak meyakinkan. Tapi bukankah dulu ada dua wanita yang tinggal di sini ?" batinnya. Namun, Lucia tidak boleh menyerah sebelum benar-benar memastikan, apakah benar-benar tidak ada orang di rumah ini.
"Permisi ! apa ada orang ?" sepertinya, Lucia terpaksa harus mencari rumah lain yang bisa ia sewa untuk sementara waktu.
Namun, saat kakinya mulai melangkah. Suara hentakan kaki terdengar ramai dari dalam rumah. Lucia kembali menoleh, seorang wanita paruh baya keluar dengan tergesa-gesa sambil mengatakan sesuatu, dia terlihat marah pada seseorang, entah pada siapa.
"Iya ! ada yang bisa saya bantu ?" tanya wanita itu. Lucia ingat persis wajah wanita ini, ia adalah Bibi yang dulu bekerja di restauran burger di dekat pusat pertokoan. Dulu, Lucia dan Pasukan Nothingville sering nongkrong di restauran itu sampai berjam-jam.
"Bibi ?"
"Apa kita saling mengenal ?" tanya wanita itu bingung.
"Saya Lucia Peterson yang dulu tinggal di depan Danau Milliam Blue" ucapnya. Ya, dulu Lucia sangat menyukai rumahnya. Rumah yang baginya sangat nyaman dan indah, 20 meter di belakang rumah, ada sebuah danau kecil yang airnya sangat jernih dan dikelilingi pepohonan serta padang bunga pansy.
Dulu, Lucia dan Pasukan Nothingville sering berenang di danau itu, terutama di musim panas. Dari pada berenang di kolam renang Bryan, berenang di danau jauh lebih menyenangkan.
"Lucia ya ? Lucia yang dulu sering berkelahi itu ? yang dulu sering nongkrong berjam-jam di restauran burger ? yang pernah ketahuan mencuri coklat di mini market ?" wanita itu mengatakannya dengan penuh keyakinan.
"Kenapa yang diingat hal-hal buruk saja ?" batin Lucia sembari menunjukkan senyuman pahit.
"Hahaha...iya benar !"
"Hah ? kau Lucia ?" wanita itu seolah tak percaya melihat kenyataan yang terasa sangat mustahil baginya, mengingat wanita muda yang berdiri di depannya saat ini adalah wanita yang sangat cantik, berkulit putih dengan rambut coklat bergelombang dan bentuk tubuh yang indah.
Wanita itu memandang Lucia dari ujung kaki sampai ke ujung rambutnya, dengan mata melotot yang nyaris tak berkedip.
"Kalau tidak salah nama Bibi, Joana, bukan ?"
"Iya benar, wah...kau masih ingat ya ? ayo silahkan masuk !" ucapnya yang akhirnya mempersilahkan Lucia yang sudah kelelahan untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Bibi hampir tak percaya kalau kau Lucia yang sangat tomboy itu, kau sudah sangat berubah !"
"Hahaha...mungkin karena saya sudah dewasa, ehm...Bibi tinggal sendiri ?"
"Tidak, Bibi tinggal bersama Ibu. Kau masih ingat Nenek Maria'kan ? yang sering memarahimu dan pasukanmu itu saat bermain terlalu berisik ! ayo, silahkan duduk !"
"Ah...terima kasih ! tentu saja saya ingat, di mana Nenek ?"
"Nenek di kamar, karena sudah tua jadi pendengarannya terganggu. Kalau mau bicara dengannya harus dengan suara yang keras, baru dia bisa dengar. Bukannya kau pindah ke Amerika ? bagaimana kabar Ayah dan Ibumu ?"
"Iya, kami tinggal di Louisiana. Ayah dan Ibu baik-baik saja. Sekarang saya bermaksud untuk mencari pekerjaan di sekitar sini, apa saya boleh menyewa kamar di rumah Bibi ?"
"Kenapa kau mau bekerja di sini ? bukankah di Amerika sudah bagus ?"
"Iya...saya ingin suasana baru, sekaligus mencari inspirasi untuk buku yang saya tulis"
"Begitu ya ? kalau mau, kau bisa tinggal di lantai dua. Ada kamar yang cukup besar dan ada kamar mandinya juga. Mungkin sekarang sedikit kotor karena dijadikan gudang. Sudah lama tidak ada yang menyewa kamar, jadi Bibi jarang membersihkannya."
"Tidak apa-apa, nanti akan saya bersihkan. Berapa saya harus membayar sewanya selama satu bulan ?"
"Kau tidak perlu memikirkan itu, kau boleh membayar berapa saja. Lagi pula, rumah sebesar ini hanya ditinggali dua wanita tua, rasanya sangat sepi.
"Terima kasih banyak, Bibi Joana."
"Tidak perlu berterima kasih, kalau begitu, ayo kita bersihkan bersama, setelah itu kau bisa langsung istirahat !"
"Baik."
***