"Dunia semakin lama semakin tua, dan aku juga belum menikah."
"Nadine…" panggil Bunda dari ruang tengah
Aku segera menutup buku catatanku, meletakkan pena di atas meja dan bergegas keluar kamar untuk menemui Bunda.
"Iya Bun ada apa?" Tanyaku
"kamu itu lho kalau Bunda panggil nyaut langsung jangan temui Bunda baru nyaut."
"Iya Bun maaf, ada apa ya Bun?."
"Ini ada makanan kamu antar segera ke rumah tetangga."Â
"Kok Nadine Bun?."
"Terus siapa lagi?"
"Iya iya."
Aku menggenggam makanan makanan itu lalu bersalaman dengan Bunda dan bergegas menuju rumah rumah tetangga yang ada di sekitar rumahku.
"Permisi." Ucapku setelah tiba di depan rumah tetangga ku
"Assalamualaikum." Sambung ku
"Ya waalaikumsalam" bales seorang lelaki sambil membukakan pintu untukku
"Ini ada makanan dari Bunda."
"Ada acara apa ya sampai kasih makanan gini."
"Sebenarnya sih enggak ada acara apa apa tapi emang Bunda sering kasih makanan gitu sama tetangga."
"Oh gitu, kalau gitu masuk dulu ya."
"Nggak usah deh, ke sini cuma untuk nganter ini doang kok jadi nggak perlu masuk."
aku memberikan beberapa kantong plastik kepada lelaki itu dan segera berpamitan.
"Kalau gitu aku pergi dulu ya assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah semua kantong plastik yang berisi makanan itu habis aku kembali pulang ke rumah dan berbincang kecil bersama Bunda, "Yang di depan rumah kita itu orang baru ya?."
"Kenapa emang?"
"Nggak apa-apa sih cuman tadi waktu Nadine antar makanan yang terima anak muda gitu Bun."
"Itu memang anak ibu itu, kamu aja yang kerjaannya di kamar sampai nggak tahu tetangga sendiri."
"Ya maaf Bun, lagian ngapain coba Nadine keluar keluar rumah mendingan di kamar kan?."
"iya, Bunda tau kok anak cewek itu bagusan di dalam rumah tapi kamu itu udah kelewatan banget sampai tetangga sendiri aja nggak kenal."
"Ih Bunda kok kayak gitu sih."
Bunda memalingkan pandangannya dari ku dan mulai menghidupkan televisi.
"Ih bunda mah nggak asik, tau Nadine masih cerita masa nonton TV sih Bun." Ucapku
"Kenapa kamu suka sama cowok itu kalau ya biar Bunda kenalin."
"Ih siapa juga yang suka biasa aja kali Bun."
"Ya terus kalau enggak suka kenapa kamu nanya-nanya tentang dia coba."
Bunda menghadap ke arahku, membenahi jilbabku sebentar lalu melanjutkan lagi kata-katanya, "Udah sana kamu beres-beres dulu baru nanti kita ke rumah dia."
"Ke rumah dia Bun?"
"Iya ke rumah dia."
"Untuk apa Bunda ngajak Nadine ke rumah dia?"
"Udah nggak usah banyak tanya sekarang kamu beres-beres nanti Bunda panggil lagi."
"Oke bos."
setelah berbincang-bincang dengan Bunda aku kembali masuk ke dalam kamarku, membersihkan diri dan memilih pakaian yang cocok untuk kukenakan pergi ke rumah cowok tersebut.
"Ah rasanya aku tak perlu menjadi cantik hanya untuk bertemu dengannya, baiknya aku tampil biasa saja." Ucapku dalam hati
aku ber beres dengan menggunakan gamis panjang berwarna hitam dengan jilbab bunga-bunga, setelah selesai mengenakan pakaian aku menggunakan bedak my baby dan sedikit polesan lip balm di bibirku, emang tak ada menariknya diriku ini, tapi tak seharusnya juga kan aku berpenampilan cantik untuk dia, tapi kalau dipikir-pikir dia itu kelihatan baik, kalem, dan pastinya taat agama. Semoga saja begitu. Setelah semua kegiatan ku selesai aku keluar kamar dan menemui Bunda di ruangan keluarga.
"Ya udah yuk " ajak Bunda kepadaku
" Emang kita mau ngapain sih Bun " tanya aku heran
"Nggak ada apa-apa sih cuman Bunda kemarin emang udah ada janji sih sama mamanya Arkan kalau Bunda mau ke rumahnya, nah dari pada Bunda sendiri jadi bunda ajak kamu aja, ya mana tahu anak Bunda yang namanya Nadine ini bisa suka sama Arkan ya kan. "Â
"Ih Bunda kok gitu sih, lagian ya Nadine itu nggak mau pacaran Bunda Nadine maunya langsung nikah aja gitu, kan biar nggak zina terus nggak nambah dosa juga. "Â
"Nadine nggak selamanya kalau kita pacaran kita itu berdosa, sebenernya sih tergantung bagaimana cara kamu pacarannya kalau kamu pacaran yang ke hal negatif berdosa, tapi sih Bunda dukung dukung aja ya kalau kamu sama Arkan."
"Bunda dalam Islam gak ada yang namanya pacaran, hm sebenarnya sih nggak papa ya pacaran tapi sesudah nikah ya Bun, misal Bunda bilang kalau pacaran nggak selama buat dosa coba dibunuh pikirin kalau nanti nanding pacaran sama akan pasti nanti banyak dosa secara rumah Nadine sama Arkan itu kan deket nah jadi pastinya nanti Nadine sering jumpaan sama dia, habis jumpaan pasti akan ada aktivitas-aktivitas lainnya, ya contohnya pasti nanti Nadine pegangan tangan kan sama akan nah itu kan dosa Bun."
"Udah ah kamu mah ngedumel mulu." Putus Bunda sambil berlarut melangkah ke rumah Arkan
Sesampainya di rumah Arkan Bunda mengetuk pintu perlahan dan tak lama Arkan membukakan pintu untukku dan Bunda, aku mengikuti langkah Bunda duduk diatas sofa dengan gaya yang sedikit manis, aku mulai gugup nggak ada aku mulai dak dik duk, tapi ku coba untuk mengerti semua perasaan-perasaan yang ada di dalam hatiku. tak lama seorang wanita keluar dari suatu ruangan dan duduk ikut bersama kami, sementara Arkan dia duduk di samping Bundanya.
"Hei jeng, apa kabar udah lama ya kita nggak jumpa gini, gimana baik kan, oh ini ya anak gadisnya cantik sekali. " Balas Bunda Arkan
"Iya ini namanya Nadine, nah Nadine kenalin ini Arkan anaknya tante Lisa." Udah Bunda sambil memperkenalkan aku dengan Arkan anaknya tante Lisa
Lelaki yang bernama Arkan itu membiarkan tangannya melayang di udara beberapa menit, sementara aku aku meletakkan kedua tanganku di depan dada sebagai tanda perkenalan kan berdua, tak lama Arkan menurunkan tangannya Dan meletakkan kedua tangannya di depan dadanya sambil mengucapkan namanya, "Arkan. "
" Nadine " balasku
aku menundukkan pandangan ku ketika lelaki itu memberikan aku senyuman yang begitu manis.
"Ya udah sana kalian pergi dari sini, bicaranya berdua kan gak enak ganggu orang tua bicara. " Balas Bunda sambil tertawa dengan tante Lisa
Arkan pergi menjauh dari ruang tamu sementara aku terus mengikuti langkahnya, dia kan membawaku ke taman yang berada di belakang rumahnya. Mata aku menoleh ke kanan ke kiri menikmati arsinya pemandangan dan hijaunya dedaunan, udara di sana sangat sejuk udah nyaman ini benar-benar membuatku begitu tenang.
"Umur kamu berapa. " Tanyakan Arkan kepadaku
"18 tahun. " Balasku
"Oh.... berarti beda 2 tahun ya. "
aku mengangguk kepadanya sebagai kata ganti iya
"Kamu kalau kemana-mana emang pakai pakaian kayak gini? Emang ke mana-mana pakai kaos kaki ya, emang syar'i gini ya?. "
Mataku menatap matanya bibirku sedikit menganga lalu menelaaah setiap perkataan yang ia lontarkan, "iya emang kenapa "
"Nggak apa-apa sih cuman kan di zaman yang kayak gini jarang banget nemuin perempuan yang benar-benar terjaga, sebabkan kita hidup dijaman dimana definisi cantik itu harus kulit putih dan penampilan seksi. "
"Ya kalau emang mau menuruti dunia mah nggak akan ada habisnya kan, dari yang cantik masih ada yang cantik dari yang baik masih ada yang baik, itu nggak akan ada selesainya. Tapi kalau dipikir-pikir tujuan hidup ini kan untuk beribadah kepadanya (Allah)."
"Baiklah, jadi boleh minta nomor kamu?"
Aku menatap mata Arkan, lalu kembali ku tatap indahnya taman di sana. "Untuk apa?"
Setelah aku membuang tatapanku, Arkan malah justru berbalik menatapku begitu tajam tak lama dia baru melanjutkan perkataannya, "Kita tentu boleh berteman kan?"
"Tentu saja boleh, tapi apakah harus melalui telepon seluler?"
"Nadine... zaman sekarang kan zaman online ya masa aku kalau mau ngomong sama kamu harus ke rumah kamu dulu sih, kerumahnya nanti aja waktu mau ngelamar kamu" balas kan sambil tertawa
"Udah mulai muncul ya tukang gombalnya."
"Ah nggak gitu nggak gitu, aku memang mau niat serius kok."
"Aku menghargai niat kamu Arkan, tapi aku lebih suka dengan lelaki yang langsung berbicara kepada kedua orang tuaku daripada berbicara kepadaku terlebih dahulu."
Aku membalas setiap perkataan Arkan dengan nada yang sedikit tidak mengenakkan ya bisa dibilang tinggi, bukan tanpa sebab tapi memang karena aku tidak suka dengan lelaki yang banyak bicara dan gombal sana sini, aku menghargai niatnya yang katanya dia ingin serius tapi aku lebih senang dengan lelaki yang langsung datang menemui kedua orang tuaku dan melamarku, dari pada lelaki yang hanya memberikan ku janji yg nggak bisa aku pegang, aku tak ingin menempatkan hatiku di tempat orang yang salah, biarlah untuk saat ini hanya ada Allah dihatiku, lagian aku takut membuat Allah cemburu dikarenakan hatiku terlalu berharap kepada ciptaan-nya.
"Jadi kamu mau ngasih nomor kamu tidak."
Aku memikirkan untung dan ruginya ketika aku memberikan nomor ku kepada Arkan, aku berpikir cukup lama namun setelah aku pikir-pikir ini sepertinya bisa menjadi wadah untuk saling silaturahmi kan jadi tidak ada salahnya juga kalau aku memberikan nomorku kepadanya, semoga niat baik ku juga dibalas dengan kebaikan dan tidak ada perbincangan yang tidak penting nantinya, semoga saja begitu.
"Baiklah."
Aku memberikan nomor ku padanya dengan cara menuliskan sendiri nomorku aku di ponsel yang ia miliki, setelah ku tulis ku kembalikan lagi ponsel itu kepadanya, tak lama kata terima kasih itu melayang di udara dan ku balas dengan senyuman manis.