" kurasa ini penyakit turunan karena ibuku juga sepertiku, ia meninggal sore hari saat hendak memasak, ia tiba-tiba jatuh pingsan dengan keadaan mimisan dan mulutnya mengeluarkan darah. Namun, sebelumnya ibuku tidak pernah mengeluh sakit atau semcamnya. Saat tangannya tersayat pisau ia tidak berteriak aw ataupun menyuruhku mengobatinya"
" maaf, aku tidak tahu soal itu"
" tidak apa-apa. Apa hanya itu yang ingin kau tanyakan?"
" sebenarnya masih banyak yang ingin aku tanyakan, aku sendiri mengambil jurusan kedokteran, dan jujur aku tertarik menangani penyaikitmu. Sebelum aku bertanya lebih banyak, maukah kamu menjadi partnerku?"
" untuk?"
" di saat skripsi nanti aku ingin membahas tentang penyakitmu, aku tidak akan membocorkan rahasiamu atau mencantumkan namamu dalam tugasku, maksudku disini selain kau membantuku untuk belajar, aku juga bisa membantumu mengontrol dirimu"
Ah.. begitu rupanya.. hanya saja jika dia membantuku, aku bahkan belum tentu bisa menyelamatkannya dari Rex, bahaya yang selalu mengincarnya. Jika aku tidak bisa menyelamatkannya aku akan selalu diintai hutang budi padanya.
" entahlah.. aku.."
" jika kau tidak mau tidak apa-apa, aku tidak memaksa"
" aku.. mau menjadi partnermu tapi, dengan satu syarat"
" apa?"
" kau harus berjanji padaku, jangan pernah mendekati robot yang tadi kita temui di lift, jika terjadi apa-apa padamu segera beritahu aku"
" baiklah, aku berjanji"
.....
Aku merasa aneh dengan sikap Jeon yang tiba-tiba berubah sangat baik dan ramah padaku saat ini. Apa aku membuat kesalahan hingga dia mulai membenciku lagi? Ada apa dengannya? Dia benar-benar sangat aneh. Kamipun melanjutkan makan siang kami, aku tidak yakin jika seteah ini kami bisa beristirahat mengingat suasana markas kami yang sangat sibuk. Sejak awal, aku sudah menduga bahwa robot yang kami jumpai dilift saat itu tidak baik, apalagi melihat bagaimana cara Jeon mendekapku seakan ia tidak mau robot itu melihatnya. Aku tidak dapat melihat pasti seperti apa robot itu, namun, yang kutahu dari penglihatanku di lift saat itu, robot itu sepertinya sudah setengah cacat.
" cepat habiskan makananmu, Chrysan memberitahuku ada suatu tempat yang harus kudatangi" Ujar Jeon
" baik"
Kupercepat makanku, setelah itu menunggu Jeon membayar dikasir. Dunia sudah banyak berubah, banyak manusia yang mementingkan ego mereka lebih dari apapun. Dan yang lebih parah lagi mereka tidak tahu bahwa ego yang selalu mereka turuti itu hanya akan menghancurkan mereka perlahan-lahan.
" memangnya kau harus kemana?" tanyaku saat Jeon kembali setelah membayar tagihan makan kami
" jika kau ingin ikut, tidak usah banyak bicara. Lepaskan cip pelacakmu, ini akan menjadi tempat rahasia kita nanti"
"cip?" aku tidak mengerti
" balikan badanmu!"
Aku hanya menurut saja, lagipula aku sama sekali tidak merasa bahwa tubuhku ditanamkan cip atau semacamnya
" ini akan terasa sakit jadi, tahan" Jeon mulai menekan punggung atasku
"aww!!" jeritku kesakitan, rasanya seperti mengeluarkan peluru dari bekas tembakan dan oh GOD! Its really reay hurting!
" sudah, apa masih terasa sakit?"
" lumayan, tapi, kapan mereka menanamkan itu ditubuhku?"
" gampang saja, semua yang datang pada Rex akan diperlakukan dengan baik sehingga mereka akan merasa bahwa Rex bukanlah orang jahat. Dan saat mereka lengah, Rex akan mulai memperalat mereka. Langkah pertamanya adalah menanamkan cip pelacak atau gps ini pada mereka. Aku tidak tahu pasti kapan ia melakukan hal itu, tapi sepertinya saat kau tertidur"
" what? Oh ghost! Jadi, tua Bangka itu melakukannya saat aku tertidur? Berani- beraninya dia!! Lancang sekali!" omelku
" kau ini berpikir apa? Tentu saja para robot yang melakukan itu, bukan tua Bangka itu"
" hhh… syukurlah kalau begitu"
" lagipula untuk apa ia repot-repot memasangkan itu padamu? Hahhh.. sok cantik sekali"
" apa?"
" kau itu. SOK.CANTIK."
" kau ini!"
" I DON'T CARE"
Lihat?? Bahkan dia seaneh ini! oh sial, dia bahkan berhasil mengataiku tadi. Sungguh ada apa dengannya?. Tuhan, cepat beri dia kesembuhan dari kegilaannya ini.
" Kau mau ikut atau hanya akan melamun seperti patung?"
" tadi kau baru saja mengataiku sok cantik dan sekarang patung??"
" aku tidak mengataimu patung, justru kau sangat cocok berlaga seperti tadi dekat patung itu"
Aku melihat mengikuti arah tangannya yang menunujuk kearah sesuatu dan..
" kenapa? Masih tidak terima?" godanya
" arghhh! Terserah kau saja"
" baiklah, nona stalking "
"huhh.! Biiklih nini stilking"
....
Jeon membawa ku kerumah kosong yang mungkin dulunya adalah sebuah gudang, aku hanya mengikutinya masuk kedalam rumah itu, sunyi dan senyap mulai menyapa. Aku terpaku pada sebuah bingkai foto yang tergantung dipojok ruangan dekat perapian, ternyata itu adalah foto Jeon saat ia masih dibangku sekolah, ia sungguh menggemaskan walau dengan wajah sendu tapi, tunggu. Mengapa ada yg membelakanginya, ah aku yakin itu adalah pantulan bayangan saja, mungkin ia berfoto didepan kaca.
" apa yang sedang kau lihat?" suaranya mengagetkanku
" foto ini" jawabku
" kemari"
Akupun menghampirinya, ia membuka pintu kamar dan menyuruhku masuk. Ini benar-benar diluar dugaanku, Jeon menyimpan banyak alat sadap dan alat untuk menghack. Aku sungguh tidak menyangka bahwa Jeon pandai dalam hal semacam ini.
" ambil ini" ujarnya menyodorkan alat kecil semacam pulpen
" untuk apa ini?"
" pulpen ini berfungsi untuk merekam. Ini adalah bagian dari rencana ku untuk melaporkannya ke agen CIA, tapi, sebelum itu aku butuh bukti untuk membuat CIA percaya padaku jadi, tugasmu adalah membantuku untuk merekam semua percakapan Rex dengan siapapun itu. Ingat satu hal, kau harus melakukannya dengan sangat berhati-hati kau berhadapan bukan dengan manusia tapi, dengan para robot. Minggu depan akan kuajari kau cara menyadap mereka."
Aku hanya mengangguk tanda mengerti, melawan teknologi memang tidak bisa diadu dengan kekerasan hanya otak pandai yang mampu melawan kekuatan teknologi, jika manusia bisa membuat teknologi menjadi sangat berbahaya maka manusia juga yang mampu mengahncurkannya dengan sangat mudah. Sungguh semakin banyak yang kuketahui tentang Jeon semakin aku tidak bisa berhenti mengaguminya.
" ayo, kita kembali" ajaknya
" baik"
Aku menyusulnya keluar rumah itu, aku masih tidak habis fikir. Jeon sudah menyiapkan ini sejak lama dan kuakui bahkan mungkin jika aku beradu dengannya diolympiade dia akan menang dengan mudah. Bagai serigala yang akan menerkam mangsanya, ia memang sangat lihai dalam mengamati dan merencanakan.
Sesampainya aku dimarkas, Jeon langsung meninggalkanku tanpa sepatah katapun. Aku memilih untuk berjalan-jalan melihat-lihat isi markas ini yang belum kuketahui seluruhnya. Dilantai dasaraku bahkan menemukan café, bahkan robotpun mempunyai café? Oh boy.. manusia saja kalah dengan robot, aku akan keperpustakaan saja siapa tahu aku bisa mendapatkan ilmu yang luar biasa disana. Aku mengambil buku yang menurutku menarik dan duduk diposisi yang kuinginkan, selang beberapa detik aku melihat Rex dengan robot rongsok yang mengikutinya. Beruntung sekali aku menemukannya disini, ini adalah tugas pertamaku dan aku harus berhati-hati.