Sebulan telah berlalu. Di hari yang ke 32, Andrew terbangun dari koma. Sonya tak dapat menutupi kebahagiaannya. Begitu anak lelaki satu-satunya membuka mata, dia langsung mencium dan memeluknya dengan erat. Rasa syukur, terharu, dan bahagia melebur jadi satu. Karena terlalu bahagia, Sonya sampai meneteskan air matanya. Dia masih tidak percaya, Andrew telah bangun dari tidur panjangnya.
"Sayang, kamu sudah bangun? Ibu sudah sangat merindukanmu," ucap Sonya penuh haru.
"Bu... dimana Clarissa? Aku ingin melihatnya, aku terlalu merindukannya," ujar Andrew sangat lirih.
"Fokuslah untuk kesembuhanmu dulu." Sonya keluar dari kamar perawatan, lalu memanggil Dokter yang menangani Andrew.
Dokter yang mengetahui Andrew telah sadar juga sangat terkejut. Kesembuhan Andrew adalah sebuah mukjizat atas doa yang dipanjatkan oleh Sonya siang dan malam.
Setelah kesadarannya, Andrew menjalani beberapa tes untuk mengetahui kondisinya. Benar-benar diluar dugaan, kondisi Andrew ternyata sangat baik. Besok pagi dia sudah bisa meninggalkan Rumah Sakit. Walaupun begitu, Andrew harus rutin check up seminggu sekali selama masa pemulihan.
Andrew memaksakan diri pulang ke apartemennya. Diperiksanya semua barang-barang Clarissa, wanita itu benar-benar telah meninggalkannya. Ada sedikit rasa kecewa dalam hatinya, namun Andrew masih yakin bahwa Clarissa tak mungkin meninggalkannya jika tak ada hal yang mendesaknya. Dia duduk sambil memandang foto pernikahan yang masih tergantung di kamar. "Clarissa... dimana kamu Sayang?" gumamnya.
Tiba-tiba saja Andrew mencurigai Ayahnya. Selama ini Ferdinand masih saja mengganggu Clarissa. Andrew pun langsung menaiki taksi ke kantor Ferdinand. Tanpa peduli orang-orang yang menatapnya, Ferdinand langsung masuk ruangan Ayahnya.
"Ayah... dimana Clarissa sekarang?" tanya Andrew serius.
Ferdinand sedikit terkejut dengan kedatangan anaknya, dia pun mendekati Andrew lalu menepuk pundaknya. "Clarissa itu istrimu, bagaimana kamu bisa bertanya padaku?" jawab Ferdinand.
Andrew terlihat kesal mendengar jawaban Ferdinand. "Jangan munafik Ayah, selama ini Ayah mati-matian mengejar istriku. Bahkan berulang kali Ayah melecehkan Clarissa. Apa yang sudah Ayah lakukan pada Clarissa selama aku koma?" tanya Andrew dengan amarah di matanya.
Pertanyaan Andrew membuat Ferdinand memucat seketika. "Apa maksudmu? Aku tak tahu apa-apa tentang Clarissa," ucap Ferdinand dengan nada yang aneh.
Andrew menyadari ada yang disembunyikan oleh Ferdinand. Dari ekspresi wajahnya, Ferdinand menjawab Andrew dengan ketakutan. "Ekspresi apa yang ingin Ayah tujukan padaku? Tanpa mengakuinya, Ayah sudah menunjukkan sendiri semua itu adalah kesalahan Ayah. Kalau sampai terjadi apa-apa dengan Clarissa, kali ini aku tak akan memaafkan Ayah." Andrew pun pergi dengan membanting pintu ruangan Ferdinand.
Nancy yang melihat amarah di mata Andrew, langsung berjalan cepat ke ruangan atasannya. "Apa yang kamu lakukan pada Andrew?" tanya Nancy sambil mendekati Ferdinand.
Ferdinand tak menjawabnya, malah menarik Nancy lalu menciumnya dengan kasar. "Suasana hatiku sangat buruk, maukah kau membantuku membuatnya lebih baik?" tanya Ferdinand sambil meraba-raba dada Nancy dibalik kemejanya.
Nancy tak pernah mampu menolak Ferdinand, seperti sekarang ini. Ferdinand melepaskan kancing kemeja Nancy satu persatu, sambil terus menciumi bibirnya yang sensual. Ferdinand menarik wanita itu hingga terduduk di pangkuannya, lalu dengan sangat rakus memainkan bulatan padat di dada Nancy yang masih terbungkus bra. Nancy beberapa kali mendesah menikmati sentuhan lidah Ferdinand. Saking terlalu menikmati buaian nafsunya, mereka berdua tak menyadari seseorang masuk ke ruangan itu.
"Om.. aku mau bicara!" seru Nadine dengan kesal karena melihat adegan hot seorang sekretaris dan pimpinan.
Nancy langsung melompat turun dari pangkuan Ferdinand, membenahi pakaiannya lalu keluar. Ferdinand dengan dingin menatap kedatangan Nadine yang tanpa permisi. "Apa kamu tak tahu tata krama? Masuk ke ruangan orang lain tanpa mengetuk pintu," protesnya.
"Apakah Om Ferdinand malu karena ketahuan berbuat mesum di kantor?" ledek Nadine.
Ferdinand mendekati Nadine lalu mendorongnya ke kursi. "Tutup mulutmu itu. Lebih baik pakai mulutnya untuk memuaskan hasrat ku, dari pada menghujat ku seperti wanita murahan. Untuk apa kamu datang kesini?" tanyanya.
Nadine pun berdiri di hadapan Ferdinand lalu memeluknya. "Om... aku hamil, apa yang harus aku lakukan?" ucapnya dengan gelisah.
Reaksi Ferdinand sama sekali tak terkejut sedikitpun. "Apa kamu yakin itu anakku?" tanyanya tanpa perasaan.
"Om pikir aku wanita murahan. Selama aku kembali ke Indonesia, aku hanya melakukan hubungan seks dengan Om Ferdinand saja," jelasnya dengan memelas.
Ferdinand mulai berpikir, langkah apa yang harus dilakukannya. "Kemarilah," ucapnya sambil kembali memeluk Nadine.
" Mungkin ini terdengar sangat gila. Pakailah kehamilanmu untuk menjebak Andrew," tutur Ferdinand tanpa rasa berdosa sedikit pun.
"Aku tak mau Andrew, aku hanya ingin bersama Om Ferdinand. Aku tak peduli jika aku hanya menjadi simpanan," tolak Nadine.
Ferdinand seperti mendapatkan durian runtuh. Seorang wanita dengan sukarela menawarkan tubuhnya, namun itu tak langsung membutakannya. Obsesi terbesar Ferdinand hanya Clarissa. Ferdinand hanya ingin memakai Nancy untuk membuat Andrew melupakan Clarissa. Dengan begitu setelah Ferdinand menemukan Clarissa, dia bisa memilikinya secara utuh tanpa ada Andrew yang mengganggunya.
Ferdinand mencium Nadine sekilas, lalu membelainya dengan sangat lembut. "Kamu memang akan menikah dengan Andrew, tapi kamu masih bisa memiliki tubuhku secara utuh. Lagian didalam sini adalah benihku yang sudah tumbuh di rahimmu," rayu Ferdinand sambil mengelus perut Nadine.
Nadine akhirnya luluh mendengar rayuan yang Ferdinand ucapkan. Wanita itu akan menuruti kemauan Ferdinand. "Tapi Om Ferdinand harus berjanji, tak akan menolak ku jika aku menginginkannya," balas Nadine.
Ferdinand pun mendorong Nadine hingga terbaring di sofa ruangannya. Dia mulai menciumi leher dan bibirnya secara bergantian. Tangannya mulai meraba bagian bawah diantara paha Nadine. Sentuhan lembut Ferdinand telah membuat Nadine semakin terbang ke awang-awang. Ditariknya celana dalam wanita itu, lalu dilempar entah dimana.
Pria itu lalu memainkan lidahnya di area sensitif Nadine. Suara desahan dan rintihan kenikmatan menggema di seluruh ruangan. Ferdinand sengaja membuat Nadine merasakan kenikmatan yang tak pernah dirasakannya. Itu semua hanya untuk melancarkan seluruh rencananya. Dan membuat Nadine kecanduan permainan panasnya.
"Om... Nadine sudah tak tahan lagi. Cepat masukan Om..." ucap Nadine disertai desahan nikmat dari mulutnya.
Ferdinand lalu membuka resleting celananya, lalu berdiri di belakang Nadine. Mereka melakukannya dengan gaya doggy style yang sangat menggairahkan. Setiap sentuhan, desakan, dan hentakan lembut yang Ferdinand berikan telah membuat Nadine terpuaskan. Namun pria itu tak berhenti sebelum mendapatkan pelepasannya. Ferdinand semakin mempercepat gerakannya, hingga tubuhnya menjadi bergetar dan menumpahkan benihnya di dalam rahim Nadine.
Wanita itu langsung terbaring lelah di atas sofa. Ferdinand menghampiri dan memeluknya. Diciuminya leher Nadine dengan gemas. Nadine menggeliat kegelian. "Om... geli Om," ucapnya lirih.
"Setelah hamil, lubang kenikmatan milikmu menjadi semakin nikmat. Aku menginginkannya lagi, aku ingin memasukimu lagi," bisik Ferdinand di puncak gairah yang kembali bangkit.
Mereka berdua kembali melanjutkan hubungan terlarang itu, sampai keduanya kelelahan.
Happy Reading 🥰🥰