"Kamu cemburu?" Tanya Rose menatap curiga.
"Tidak!" Jawab William menahan gugup menjadikan Rose semakin ingin menggodanya dengan mendekatkan wajahnya dan menyipitkan kedua matanya dengan senyum curiga.
"Bohong!"
"Untuk apa aku berbohong? Aku sungguh tidak cemburu!" Elak William sekali lagi.
"Tapi kamu mengatakan seperti ini 'aku hanya tidak menyukai istriku memikirkan pria lain walaupun sedetik' apa itu namanya jika bukan cemburu!" Sergah Rose semakin intens tidak lupa ia juga mengulangi ucapan William sebelumnya.
"Kapan aku mengatakan hal seperti itu?" Elak William tergagap-gagap, ia juga menambahkan dengan beralasan "Aku hanya mengatakan aku tidak menyukai ponselmu, itu saja, karena ponselmu itu sudah ketinggalan jaman!"
Rose tertawa mendengar bagaimana William masih berusaha mengelak dan berkelit.
"Apakah kamu mendadak amnesia sayang?" Desak Rose dengan senyuman mengejek.
"Sudahlah, sebaiknya kita pergi membeli ponsel untukmu, ya sayang." Bujuk William akhirnya menyerah dan mengalihkan pembicaraan tapi tetap kekeh tidak mau mengakui jika ia memang cemburu.
"Tidak mau sebelum kamu mengakui jika kamu cemburu." Tolak Rose yang kini malah menahan tubuh William yang berusaha untuk bangun.
Oh Tuhan, selain desakan Rose kini William baru menyadari jika posisi mereka amat sangat berbahaya terlebih dengan Rose yang berada diatas tubuhnya membuatnya dapat mengintip kebalik gaun yang Rose kenakan dengan sangat jelas, bagaimana dada Rose memompa mengikuti tarikan nafas yang membuat William merasa tegang seketika.
"Aku tidak cemburu sayang!" Ucap William sekali lagi tapi Rose tetap menggeleng tidak percaya.
"Bohong!"
"Tidak!"
"Bohong... bohong... bohong!" Desak Rose semakin menjadi sampai akhirnya Rose tersadar jika ia sudah terlalu mendesak William dan kini wajah mereka nyaris tidak berjarak.
Tubuh Rose seketika mematung, ia menelan salivanya sendiri saat tubuhnya tiba-tiba saja memanas, belum lagi dengan William yang juga akhirnya terdiam, terhanyut kedalam pandangan mata Rose yang menatapnya tanpa berkedip.
Nafas mereka mulai teratur, menarik dan berhembus secara bersamaan, sementara detak jantung mereka sudah tidak dapat dikendalikan, suasana mendadak menggelap. Seperti memakan mereka bulat-bulat, suasan menjadi hening dalam sekejap mata.
Tidak ada yang berani bergerak, tidak ada yang berani bersuara lagi tapi kedua mata mereka bergerak kompak saling mengikuti.
Sekali lagi... Sekali lagi mereka terjebak dalam momen dimana waktu seakan berhenti bergerak kecuali desiran yang berasal dalam diri mereka yang terus memanas.
"Aku..." Rose akhirnya lebih dulu bersuara namun ia kehilangan kata-katanya kembali saat William tiba-tiba membalik tubuh mereka dan membuatnya berada dibawah himpitan tubuh William kini.
Mata Rose terpejam begitu William mengecup bibirnya lembut dan perlahan kedua bola matanya kembali terbuka ketika ciuman itu berakhir dengan sangat singkat.
"Aku cemburu, kamu satu langkah lebih unggul dariku." Ucap William yang akhirnya mengakui jika ia merasa cemburu.
"Dan aku juga merasa cemburu jika kamu berpihak kepada orang lain selain diriku walaupun itu adalah ayahku sendiri." Lanjut William masih dengan posisi yang sama.
Nafas Rose seolah susah untuk berhembus secara normal, ia merasa tercekat mendengar William mengatakan hal seperti itu seakan secara tidak langsung William menyatakan cinta kepadanya.
"Aku menyukaimu, ini masih bukan cinta tapi aku menyukaimu dan aku hanya ingin kamu melihatku saja."
"Lihatlah aku seperti kamu melihatku saat ini." Lanjut William.
Entah ini nyata atau hanya siasat William untuk menaklukannya tapi Rose seperti boneka yang menurut, ia menganggukkan kepalanya secara tidak langsung mengatakan jika ia setuju.
"Apa ini jebakanmu?" Tanya Rose.
"Aku sudah menjebak mu sejak awal, aku tidak perlu menjebak mu disaat kamu telah menjadi milkku. Aku sungguh menyukaimu." Jawab William.
"Kamu menakutkan." Ucap Rose.
"Aku tahu, maka berhati-hatilah." Sahut William sebelum akhirnya beranjak bangun dan merapikan pakaiannya, tidak lupa ia juga mengulurkan tangannya dan membantu Rose beranjak bangun.
"Aku akan sangat berhati-hati." Sahut Rose sambil mengalungkan tangannya di lengan William.
"Ayo kita beli ponsel untukku tuan pencemburu." Ajak Rose sedikit mengejek William.
William hanya dapat tersenyum tipis karena sepertinya ia harus mulai terbiasa dengan panggilan itu terlebih ia tidak kuasa unutuk tidak mengakui perasaannya kepada Rose.
"Baiklah.. Nona penakut." Sahut William, ia sengaja balas mengejek Rose dengan sebutan 'Nona penakut' karena Rose selalu saja menyebutnya menakutkan.
"Kamu harus membelikan ku ponsel yang paling mahal dan terbaru, mengerti tuan pencemburu?"
"Mengerti nona penakut, bila perlu aku akan membelikanmu perusahaan ponsel untukmu." Sahut William terkekeh pelan.
"Oh ayolah tuan pencemburu, aku bukan penakut dan aku tidak membutuhkan perusahaan ponsel." Protes Rose sambil mengikuti langkah William yang menuntunnya untuk mengambil tas milik Rose dan membawakannya tanpa sungkan, tentu saja apa yang William lakukan membuat Rose sedikit terkesan, ya hanya sedikit mengingat perjanjian mereka sebelumnya ketika ditengah kebun anggur.
"Kamu selalu mengatakan jika aku itu menakutkan, itu artinya kamu takut padaku, jadi apa salahnya jika aku memanggilmu nona penakut?" Jelas William mengenai panggilannya kepada Rose.
"Benar juga." Sahut Rose tanpa sadar dan secepat kilat ia merasa menyesali ucapanya sendiri yang sudah pasti membuat William tersenyum menang.
***
"Kamu tidak takut jika ada pria lain yang mendekatiku?"
"Tidak, aku percaya padamu."
Rayhan menghela nafas berat setelah mengingat penggalan kenangannya bersama dengan Rose, seharusnya ketika Rose mengatakan jika ada pria yang mendekatinya maka seharusnya ia menunjukkan kecemburuannya, seharusnya ia menjaga Rose lebih keras lagi maka Rose tidak akan berpaling dan meninggalkannya.
Sambil melihat deretan foto-foto dirinya dengan Rose, Rayhan terus mengingat setiap momen yang ia habiskan bersama dengan Rose.
"Aku hanya melihatmu, kamu adalah duniaku, dan aku tidak bisa mati kesepian karena seseorang merebut dunia ku. Seseorang merebutmu dariku dengan mudah tapi aku tidak akan menyerah, Rose cepatlah kembali. Seperti manusia bodoh, aku hanya memikirkanmu, aku hanya merindukanmu setiap kali aku menghembuskan nafas hanya kamu yang aku rasakan, kamu menyakitiku tapi juga memberikanku harapan untuk hidup." Ucap Rayhan sambil terus memandangi wajah Rose yang tersenyum dalam rangkulannya di dalam foto ponselnya.
Sammy yang berpura-pura tertidur sejak ketika mendengar Rayhan menangis diam-diam hanya dapat menahan air matanya dan tetap berbaring menghadap sandaran sofa agar Rayhan dapat meluapkan kesedihannya dan merasa lebih baik ketika matahari terbit nanti.
****
Seperti janjinya, William mengajak Rose membeli ponsel yang ia inginkan lalu mengajaknya untuk membeli jam seperti janjinya kemarin.
Walaupun ada saja jalan bagi William dan Rose untuk bertengkar namun mereka dapat dengan mudah kembali berbaikan seperti biasanya.
Selesai berbelanja, William dan Rose akhirnya kembali ke mansion milik Jackson saat hari telah larut dan seluruh penghuni mansion telah terlelap.
"Aku lelah sekali." Rose membanting tubuhnya keatas tempat tidur yang empuk dan sangat nyaman membuat Rose ingin segera terlelap setelah cukup lama ia dan William berkeliling pusat perbelanjaan.
"Mandilah lebih dulu." Ucap William setelah meletakkan tas-tas belanjaannya lalu duduk tepat disebelah Rose.
"Aku malas mandi, tubuhku lelah sekali, aku tidak sanggup lagi untuk berjalan." Sahut Rose merengek malas, ia juga sudah memejamkan matanya karena begitu lelah.
"Kamu lelah?"
"Sangat lelah."
"Ya sudah." Rose mengira William akan bergerak meninggalkannya tapi William malah mengangkat tubuhnya dan menggendongnya ala bridal style, jelas saja Rose segera membuka kedua matanya dan menjerit.
"Turunkan aku!" Ronta Rose, tapi William tetap menggendongnya sampai ke balkon kamarnya lalu meletakannya diatas lantai balkon.
"Tidurlah disini jika kamu tidak mau mandi!" Ucap William sebelum meninggalkan Rose di balkon sendirian dan menutup pintu rapat-rapat.
"Pria gila! Buka pintunya..." Teriak Rose sambil mengetuk-ngetuk pintu.
"Kamu mau mati ya? Cepat buka pintunya atau aku berteriak!" Ancam Rose.
"Ya... ya aku tidak perduli." Sahut William yang sengaja bersandar di pintu kaca dan tersenyum mengejek Rose.
Rose mengacak-acak rambutnya menahan kesal, mengapa Tuhan menciptakan makhluk mengesalkan seperti William yang selalu saja memancing amarahnya.
"Oh aku hampir lupa, sebenarnya mansion ini berhantu dan ada hantu wanita yang selalu berdiri di atas balkon kamarku setiap malamnya, ia menangis sambil mengetuk-ngetuk pintu dan berkata 'aku butuh teman' jadi sepertinya kalian akan cocok." Cerita William membuat Rose semakin panik dan ketakutan dalam satu waktu.
"Cepat buka pintunya! Hey bagaimana jika hantu itu memakanku?" Teriak Rose panik, kepanikan Rose membuat William tertawa terbahak-bahak. Bagaimana Rose begitu penakut hanya karena cerita bohong yang ia karang.
"William!" Teriak Rose sekuat tenaga, ia takut juga merasa kesal dalam satu waktu terlebih William malah menertawakannya.
"Hantunya ada dibelakangmu!" Goda William semakin menjadi dan membuat Rose menoleh ragu-ragu karena dengan polosnya ia percaya apa yang William katakan.
"WILLIAM!!!!"
...