Rose duduk dengan nafas yang terengah-engah setelah tidak mampu lagi berlari menghindari kejaran William, begitu juga dengan William yang memilih duduk disebelah Rose sambil mengatur nafasnya, ia tidak tahu jika Rose akan sangat gesit menghindari kejarannya walaupun ia memakai sepatu hak tinggi.
"Aku yakin selain menjadi penyanyi kamu juga akan cocok menjadi seorang atlet lari." Ucap William sambil tersenyum menatap Rose yang terlihat kelelahan.
Rose menoleh dengan sisa tenaganya dan tertawa "Kamu saja yang lambat." Ucapnya mengejek sebelum menyandarkan kepalanya dibahu William dan menatap kolam air mancur yang sepertinya berada tepat ditengah-tengah kebun anggur ini.
"Kakimu sudah tidak terasa sakit?" Tanya William mengalihkan pembicaraan.
"Masih terasa sakit, tapi aku pernah tampil selama satu jam sambil menari ketika kakiku terkilir jadi aku sudah terbiasa dengan rasa sakitnya." Jawab Rose sedikit bercerita.
"Kamu bisa mengeluh sakit padaku kapan saja. Jangan pernah terbiasa dengan rasa sakit. Aku akan mengobati lukamu hingga sembuh untuk itu katakanlah jika memang terasa sakit, jangan menyembunyikannya. Terbiasa dengan rasa sakit hanya akan membuatmu mati rasa."
"Bagaimana jika hatiku yang merasa sakit? Apakah juga akan mati rasa? Apa kamu bisa menyembuhkan luka di dalam hatiku?" Tanya Rose mengangkat kepalanya dan menatap William menantang. William terdiam sejenak, Rose mengira William tidak akan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaannya tapi sebaliknya, William malah menyeka keringat di dahi Rose lalu perlahan membelai wajahnya lembut dan berkata "Jika kamu mengijinkan..."
Rose memalingkan wajahnya setelah mendengar jawaban William, debaran itu lagi rasa sesak di hatinya selalu tergeser oleh debaran yang muncul setiap kali William berkata dengan lembut membawa sebuah harapan.
"Kamu bahkan tidak bisa menyembuhkan lukamu sendiri." Ucap Rose tanpa mau melihat wajah William.
"Seorang dokter jika ia tiba-tiba terkena serangan jantung apakah ia dapat mengoprasi tubuhnya sendiri?" Tanya William.
Rose melirik mendengar pertanyaan William yang 'ada benarnya' juga.
"Jika aku mengijinkanmu mengobati luka dalam hatiku maka sama artinya dengan membiarkanku jatuh cinta padamu." Ucap Rose menoleh.
"Aku tidak akan terjebak kebaikan palsu mu lagi Will, wajahmu, senyuman mu dan segala hal yang kamu ucapkan padaku, segala bentuk perhatianmu, semua itu hanyalah kebohongan besar dan aku tidak akan terjebak, tidak akan pernah."
Dan pada akhirnya Rose dapat mengendalikan dirinya dari perasaan yang menggoyahkannya, sekarang Rose dapat berbicara dengan penuh percaya diri tersenyum menatap William tanpa gentar.
"Benarkah? Kamu berburuk sangka pada kebaikanku dengan sangat mudah." Ucap William tersenyum kecut, ia merasa tidak senang karena Rose menolak mentah-mentah kebaikannya dan kini William tidak sungkan untuk bergerak lebih dekat dengan mencondongkan tubuhnya dan membuat wajah mereka hanya berjarak beberapa centimeter.
"Tentu saja, sejak awal kamu menyuruhku untuk berhati-hati padamu bukan?" Sahut Rose tanpa gentar.
"Sepertinya kisah kita akan dimulai sekarang."
Ketika William menyinggung tentang 'kisah kita' artinya hanya ada mereka berdua, Rose mencengkram gaunnya cukup kuat untuk menahan guncangan hatinya yang mendadak merasa gentar setelah William mengatakan hal tentang memulai kisah mereka.
"Tadinya aku tidak ingin melukaimu, tapi sekarang aku jadi benar-benar ingin menaklukkan mu. Satu, dua, tiga, kamu akan segera jatuh cinta padaku." Ucap William, nada suaranya yang rendah membuat suaranya menjadi semakin berat dan mengintimidasi, sekali lagi Rose dan menyembunyikan perasaannya dengan sangat baik dan tanpa sungkan mendekatkan wajahnya menjadi semakin dekat dengan William dan hampir tidak berjarak jika saja tangan Rose tidak terulur dan menyapukan jari-jari lentiknya menyentuh permukaan bibir William dengan lembut.
Senyuman tersungging diwajah cantik Rose dengan sorot mata yang bergerak turun naik antara kedua bola mata William dan bibir William lalu berbisik pelan, "Satu, dua, tiga, kamu tidak akan dapat menahannya, aku akan membuatmu setengah mati mencintaiku."
William menyeringai, ia membiarkan Rose menyusuri bibirnya dengan jari-jarinya dengan tatapan yang menggoda bahkan mampu meruntuhkan pertahanannya saat ini juga.
Untuk pertama kalinya, rasa sakit dalam hati William tersisihkan oleh perasaan ingin menaklukkan wanita yang saat ini menghembuskan nafas hangatnya dan perlahan bergerak menciumnya singkat.
"Permainan sudah dimulai Rosie ku sayang, bersiaplah duniamu hanya akan berputar padaku." Gumam William sebelum menarik tengkuk Rose dan memperdalam ciuman mereka.
Bukan sebuah perjanjian untuk tidak saling menyakiti, bukan sebuah tujuan untuk melindungi agar tidak ada yang terluka tapi hubungan ini berubah menjadi berbahaya dan semakin berbahaya dengan tujuan menghancurkan satu sama lain.
Jackson terlalu dalam menanamkan harga diri kepada William hingga ia melupakan dengan mudah apa tujuan awalnya menikahi Rose yaitu menjaga dan melindunginya agar kedua orangtua Rose tidak menyakiti Rose tapi kisah ini kemudian berputar seratus delapan puluh derajat, rasa belas kasih itu telah menghilang yang ada hanya rasa egois untuk memiliki Rose seutuhnya karena mulai saat ini selain mencari adiknya, ia bertekad untuk menaklukkan hati Rose yang dingin, Mawar beku yang dingin dan berduri.
***
"Setiap mawar memiliki duri...
Tidak terkecuali seorang wanita yang memiliki nama 'Rose', seperti namanya, dia anggun, dia mempesona, tapi memiliki hati yang dingin dan berduri.
Dia adalah Roseline Alexander, dia adalah istriku..." - William Alexander.
...
William menyunggingkan senyumnya ketika melihat ekspresi tegang Rose ketika berada di satu meja makan dengan Jane dan juga Jackson sedangkan Mark sedang pergi membeli manik-manik kristal beberapa saat yang lalu dan belum kembali.
Saat ini Jane duduk tepat dihadapan William dan Jane duduk tepat disebelah Rose.
Sebenarnya Rose menjadi tegang bukan hanya karena berada di satu meja makan yang sama dengan kedua orangtua William melainkan karena cara mereka bertemu sebelumnya, ia dan William nyaris kehilangan kendali ketika tanpa mau mengalah melepaskan esapan masing-masing dan tepat ketika William akan membuka pengait gaunnya bersamaan dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemeja William dan Jane datang dengan deheman yang membuat tubuh Rose dan William saling melepaskan dan saling membelakangi.
"Sepertinya kalian butuh kamar." Kalimat yang Jane katakan masih terngiang ditelinga Rose dan membuat wajahnya memerah dan memanas sampai saat ini.
"Apa kamu tidak menyukai menunya nak?" Tanya Jane dengan lembut setelah memperhatikan Rose sama sekali tidak menyentuh Delmonico's steak dihadapannya.
"Aku menyukainya." Jawab Rose tersenyum lembut dan mulai memotong kecil daging panggang itu lalu memakannya perlahan tapi meskipun ia sudah sangat berhati-hati tapi kegugupan Rose membuatnya tersedak tiba-tiba.
"Makanlah pelan-pelan." Ucap Jackson buka suara, baik William dan Jane mendadak merasa khawatir kalau-kalau Jackson akan melontarkan kata-kata kasar kepada Rose karena Jackson sangat tidak senang ada keributan di meja makan.
"Kamu seharusnya duduk disebelah istrimu dan bantulah dia memotong dagingnya. Perlakukan istrimu layaknya aku memperlakukan ibumu." Ucap Jackson menasehati, Jane dan William berbagi pandangan bingung kini, Jackson tidak marah dan lebih dari itu, bahkan Jackson menasehati William agar bersikap perhatian kepada Rose, 'layaknya aku memperlakukan ibumu', kalimat itu sungguh diluar dugaan.
Jackson memang selalu memperlakukan Jane dengan sangat baik kecuali menyangkut soal Mark. Entah malaikat apa yang mengusir setan-setan pemarah dan dingin yang biasanya selalu menyelimuti Jackson sehingga membuat Jackson tiba-tiba saja bersikap hangat.
"Aku melihat konsermu melalui media sosial, suaramu sungguh indah dan aku memperhatikan jika kelakuanmu juga sangat baik, itulah mengapa aku memilihmu untuk menjadi pendamping putraku William, terkadang ia sulit dikendalikan tapi aku percaya kamu pasti dapat menaklukannya. Aku akan berada di pihakmu mulai sekarang."
Rose hanya dapat tersenyum kaku mendengar ucapan Jackson yang terdengar aneh di telinganya sementara William merasa Jackson tengah menabur umpannya, Jackson akan selalu menjadi malaikat lalu kemudian menunjukkan wajah iblisnya ketika apa yang ia inginkan tercapai.
"Rosie hanya akan berada di pihak ku, ayah. Jangan mencoba memanipulasi istriku. Dia adalah milikku." Ucap William tersenyum tapi matanya menyorotkan kemarahan.
Melihat ekspresi William membuat Jackson tertawa cukup lantang sebelum kembali menurunkan nada suaranya "Apa kamu merasa terancam oleh ayahmu sendiri?"
Rose dapat membaca ketegangan situasi saat ini, walaupun mereka terlihat tersenyum dan berbicara dengan tenang tapi sorot mata William menggambarkan hal lain.
.....