Wajah Rayhan merah padam karena menahan amarahnya, Rose membela pria itu dan hatinya tidak dapat menerimanya.
Dengan kasar Rayhan membuka pintu ruangannya dan membanting tubuhnya keatas kursi yang biasa ditempatinya ketika tengah mengaransemen sebuah lagu.
"Aku sudah menciumnya..." Benarkah secepat itu? Secepat itukah Rose berpaling sehingga ia membiarkan pria lain menciumnya?
Pikirnya Rayhan begitu kacau, nafasnya berseru menahan gejolak kekesalan dalam hatinya.
"Rayhan!" Suara Rose terdengar terengah-engah ketika memanggil Rayhan begitu ia sampai diruangan Rayhan setelah sebelumnya ia harus berlari menaiki anak tangga karena semua lift penuh.
"Untuk apa kamu datang kesini? Bukankah kamu membelanya tadi." Tanya Rayhan dingin.
"Aku tidak membelanya Ray, kamu salah mengira." Elak Rose seraya duduk tepat dihadapan Rayhan.
"Begitukah? Bodoh sekali aku, lantas mengapa kamu terlihat sangat marah karena aku memukul pria itu, apa karena kalian sudah berciuman?" Ucap Rayhan, ia menekan suaranya pada awal kalimatnya tapi kemudian memekik diakhir kalimatnya.
Rose terdiam mematung, ia merasa seperti orang yang baru saja ketahuan berselingkuh ketika Rayhan meneriakinya.
"Apa kalian sungguh sudah berciuman?" Tanya Rayhan kali ini tatapan matanya melembut dan kedua tangannya merengkuh lengan Rose menanti jawab tidak tapi Rose tetap diam dan tidak mau menatapnya.
"Aku sudah tahu jawabannya, jadi kamu akan meninggalkanku dengan cara seperti ini?"
"Semua itu diluar dugaan ku. Dia begitu cepat dan aku sama sekali tidak mengiranya tapi sedikitpun aku tidak tertarik padanya. Aku hanya mencintaimu Ray, percayalah padaku, aku tidak akan pernah meninggalkanmu." Jelas Rose, Rayhan masih terdiam. Rose dapat mengerti bagaimana kecewanya Rayhan saat ini bahkan ia kecewa pada dirinya sendiri.
"Aku bukan membelanya tadi, aku takut dia akan memperkarakan pukulan mu. Aku hanya tidak ingin kamu terkena masalah." Lanjut Rose.
Rayhan terlihat berpikir sejenak sebelum mengacak rambutnya dengan kasar.
"Maafkan aku, aku sudah membentak mu. Aku hanya merasa cemburu." Ucap Rayhan menyesal. "Dan aku takut kehilanganmu." Sambungnya.
Rose akhirnya tidak dapat berkata selain hanya memeluk Rayhan erat dan meminta maaf.
"Maafkan aku, aku akan menjaga diriku dengan lebih baik lagi."
"Menginaplah di rumahku malam ini. Dia mengatakan sesuatu yang membuatku khawatir." Pinta Rayhan setelah melepaskan pelukan Rose.
Rose sedikit terkejut dengan permintaan Rayhan karena sebelumnya ia tidak pernah menginap di rumah Rayhan tapi melihat reaksi Rayhan saat ini pasti pria menyebalkan itu mempunyai rencana buruk untuknya.
William sangat mengerikan, ia seperti memiliki banyak wajah jadi Rose harus ekstra berhati-hati padanya.
"Baiklah." Rose akhirnya menyetujui permintaan Rayhan.
***
Baik Rayhan ataupun Rose sudah kembali pada pekerjaannya masing-masing. Rayhan sibuk di studio rekaman sedangkan Rose sibuk berada diruang latihan.
Saat ini sudah jam dua belas siang, itu artinya sudah berjam-jam berlalu dan William masih tetap berada di posisinya, duduk dikursi yang tidak berani ditempati oleh penari latar Rose karena William terlihat misterius dan memiliki tatapan mengerikan yang dingin.
"Dia siapa?" Tanya Rini pada Rose yang sedang mengambil waktu untuk beristirahat sejenak.
Rini adalah asisten pribadi Rose yang sudah lama bekerja pada Rose hampir lima tahun, gadis berbadan gemuk dan berambut keriting itu sejak tadi tidak dapat melepaskan pandangannya dari William yang menurutnya sangat tampan seperti seorang bintang film bahkan lebih tampan lagi.
Tidak mungkin mengatakan jika William adalah pria yang dijodohkan kedua orangtuanya padanya jadi Rose hanya diam sampai Rini kembali bersuara "Apa dia pengawal utusan ayahmu?" Tebak Rini.
"Dia terlihat menyeramkan bukan?" Tanya Rose.
"Astaga! Apa penglihatan mu memudar? Dia luar biasa tampan Rose. Kenalkan aku padanya siapa tahu kami berjodoh." Pinta Rini sedikit merengek.
Rengekan Rini memberikan ide bagi Rose agar William tidak terus menatapnya tajam seperti saat ini seolah ia adalah mangsanya, jadi tanpa membuang waktu, Rose segera berbisik dan Rini tanpa bantahan sama sekali Rini segera berjalan menghampiri William sambil membawa sekotak nasi yang akan ia berikan kepada William.
"Hai." Rini menyapa dengan malu-malu.
William menoleh dan tersenyum "Hai." Balasnya.
"Oh astaga tampan sekali." Gumam Rini tanpa sadar membuat William terkekeh pelan.
"Kamu pengawal baru Rose ya?" Tanya Rini basa basi dengan maaih memega kotak nasinya tanpa memberikannya kepad William seperti niat awalnya. Kegugupan ini membuat Rini alah tingkah sedangkan Rose menahan tawanya melihat Rini ynag terus bergerak merapat kearah William.
"Aku calon suaminya." Bisik William.
"APA?!" Lengkingan suara Rini yang memekik membuat perhatian selulur ornag yang berada di ruangan itu langsung mengalihkan pandangan mereka kearah Rini.
"Tapi Rose dan Rayhan?" Rini bergumam bingung.
"Aku tidak perduli dengan hubungan mereka. Jadi katakan pada Rosie segera untuk menghampiriku sekarang sebelum aku benar-benar menculiknya dari sini." Ucap William, Rini hanya dpt mengangguk pasrah kini dan kembali berjalan cepat menghampiri Rose yang baru akan mulai makan.
"Ada apa dengan wajahmu?" Tanya Rose bingung.
"Kamu membohongiku! Cepatlah hampiri dia sebelum dia menculikmu dari sini. Dia sangat mengerikan. Bagaimana bisa kamu meninggalkan Rayhan dan memilih calon suami seperti pria es itu!" Oceh Rini mendumal.
Rose kembali mengintip William dari balik tubuh besar Rini dan terlihat William seperti seorang diktaktor yang tengah menunggu pelayannya. Sungguh mengesalkan tapi tubuh ini malah bergerak menghampirinya, Rose sungguh frustrasi dibuatnya.
"Apa? Aku baru akan makan." Dumal Rose dengan nada ketusya seperti biasa.
"Ayo kita cari makanan sehat diluar, bukannya kamu sedang diet." Ajak William.
"Tidak bisa! Aku masih harus latihan, jika kamu jenuh maka pulanglah, aku akan membantumu memanggil taksi."
"Aku hanya ingin makan berdua denganmu." Ucap William tidak lupa ia menyentuh tangan kini Rose dan menatapnya sambil tersenyum.
"Aku tidak ingin makan berdua denganmu!" Tolak Rose menepis tangan William kasar dan bergegas meninggalkan William sampai kemudian William sudah berhasil menyusul langkahnya.
"Aku tidak mau makan denganmu Will! Aku mual hanya dengan melihat wajahmu jadi bagaimana aku bisa makan bersama mu."
William tersenyum seolah penolakan yang dikatakan Rose tidak dapat dipahaminya dan sedetik kemudian ia telah berhasil menggendong tubuh Rose di bahunya.
"Turunkan aku Will! Aku bukan karung beras!" Ronta Rose tapi William tetap tidak mendengarkan Rose dan terus menggendongnya tanpa perduli banyak pasangan mata yang menatap mereka tidak percaya karen sudah menjadi rahasi umum dalam perusahaan jika Rose menjalin hubungan asmara dengan Rayhan.
"Oh Sial!" Rose mengumpat pelan sebelum menyembunyikan wajahnya di curuk bahu William karena takut akan ada paparazi yang akan mengambil keuntungan dari keadaannya saat ini.
"Apa kamu gila?" Rose memekik tidak senang begitu William menurunkan tubuhnya dikursi mobil tapi William tidak menghiraukan ocehan marah Rose dan malah memasangkan sabuk pengaman untuk Rose.
Bibir Rose terkatup rapat ketika William berhenti bergerak dan menatapnya. Rose dapat merasakan wangi mint dari campuran wangi parfum yang William kenakan dan juga bibir William yang terlihat lebih merah dari sebelumnya dan ternyata masih ada sisa lipstiknya yang meninggalkan jejak pada permukaan bibir Will tapi justru itulah yang membuat tangan Rose bergerak untuk menyeka sisa lipstiknya yang di permukaan bibir William.
William sendiri awalnya hanya berniat memasangkan sabuk pengaman untuk Rose tapi ia malah terpaku melihat wajah Rose yang sangat dekat dan begitu Rose menyapukan ibu jarinya dipermukaan William tiba-tiba saja detak jantungnya terasa tidak beraturan dan membuatnya gugup seketika.
"Ada bekas lipstik ku." Ucap Rose malu setelah menurunkan ibu jarinya dari bibir William.
"Mengapa tidak memberitahu ku sejak tadi, kamu sengaja ingin menyentuh bibirku yang lembut ini ya?" Goda William.
Oh ayolah... William mulai lagi, ia sudah tidak memasang wjaah menyeramkan tapi haruskah ia kembali menjadi genit dan narsis lagi.
"Cepatlah, jangan terlalu banyak berpikir mesum. Waktu makan siang ku tidak banyak." Ucap Rose mengalihkan pembicaraan.
"Sayang sekali Rosie ku sayang, kamu tidak bisa kembali kesini lagi karena kamu harus mengobati pergelangan kakimu yang terluka itu." Ucap William sebelum bergegas eegi kearah kursi kemudi.
Rose sama sekali tidak memperhatikan jika pergelangan kaki kirinya membiru karena ia terjatuh pada saat latihan tadi.
"Kaki ku baik-baik saja tidak perlu repot-repot." Ucap Rose begitu William sudah duduk tepat disebelahnya.
"Tidak bisa, kesehatan adalah yang utama sayang."
Rose kembali terdiam, ia merasakan jika William mendadak menjadi pria hangat sebenarnya pria seperti apa dia sesungguhnya, mengapa banyak sekali wajah yang ia tunjukan hari ini padanya.
"Kenapa diam? Kamu sudah mulai tertarik padaku yang penuh perhatian ini?" Goda William.
Oh abaikan perasan hangat itu karena William kembali menunjukan wajah menyebalkan itu lagi.
"Tidak sama sekali, aku tidak tertarik padamu walaupun setitik!" Elak Rose dengan tegas.
William tersenyum sebelum menyalakan mesin mobil.
"Baguslah kalau begitu." Gumam William pelan namun Rose tidak dapat mendengarnya.
"Tunggu dulu, apa kamu sudah bisa menyetir sekarang?" Tanya Rose yang tiba-tiba merasa takut.
William tidak menjawab dan malah menunjukkan deretan gigi putihnya tapi itu malah membuat Rose sangat ketakutan hingga ia memegang sabuk pengamanannya erat-erat.
"Tenang saja lagi pula tujuan kita adalah rumah sakit..."
"Jangan gila! Kita kerumah sakit untuk mengobati kakiku bukan untuk menambah luka dalam perjalanan."
William kembali tertawa melihat bagaimana paniknya Rose saat ini, ia bahkan merasa gemas hingga tangannya terulur untuk mengusap rambut Rose.
Tanpa Rose sadari, kepergian mobilnya di ketahui oleh Rayhan yang melihatnya dari balik jendela ruang rekamannya, bahkan Rayhan masih dapat melihat tangan William yang mengusap kepala Rose dan Rose terlihat tidak melawan.
"Aku percaya padamu Rose." Gumam Rayhan, ia percaya tapi hatinya terasa sakit melihat pemandangan yang tidak ingin dilihatnya terlebih rasa cemas dan takut kehilangan Rose masih bersemayam di relung hatinya membuat Rayhan merasa tercekik rasa sakit dan membuatnya meneteskan air mata pedihnya.
"Aku percaya padamu tapi apa kamu dapat menepati janjimu padaku Rose? Hatiku terasa sangat sakit."
....