Ini sudah lewat 1 bulan dari kejadian penculikan itu dan semua terlihat kembali normal. Aku juga sudah lama kembali ke rumah kami. Walau selalu diawasi dan dijaga. Ke V. E pun hanya 2 kali seminggu, sisa nya aku di rumah saja. Bahkan profesi ku sebagai dosen harus rela aku lepas. Vian sangat protektif.
Sebenarnya teka teki penculikan, Jesicca dan Anthony masih menggantung dikepala ku. Hanya saja tadi pagi saat membereskan ruang kerja Vian. Untuk mengambil salah buku aku malah menemukan satu buku yang isinya hanya berupa kotak kosong ada pistol kecil dan sebuah foto foto mengerikan
Foto potongan kepala seorang pria yang aku kenal.
Bahkan saat ini masih mengisi kepala ku perut ku juga mulas mengingat bagaimana potongan kepala pria itu adalah yang aku kenali dan dia paman nya Arland. Fotonya sangat nyata. Lagian tidak mungkin Vian menyimpan foto foto mengerikan seperti itu. Kan tapi kok bisa???
Dengan tangan begetar aku mencari kontak Arland. Rasanya ingin mengetahui apakah paman nya masih hidup atau tidak. Tapi sesaat aku diam menatap kontak Arland. Kalau aku menanyakan nya dan ternyata paman nya sudah meninggal. Aku harus bilang apa kalau ia menanyakan nya. Karena sangat aneh kalau aku tiba-tiba bertanya seperti itu. Tapi aku masih punya Elysa.
Elysa walau kepo dan banyak omong, dia masih bisa jaga rahasia.
Segera aku hubungi Elysa.
" Iya madam.. " Sahut Elysa kadang memanggil ku, ibu, nyonya, bahkan ratu dan ibu negara.
" Coba kamu cari tau tentang Joseph. Paman nya Arland. Dia.. Dia.. " Aku kebinguan sendiri bagaimana menjelaskan nya. Aku hanya melihat muka Om Joseph tapi tidak tau dia tinggal di mana dan bagaimana aku menjelaskan pada Elysa. Dia bukan Leo yang punya jiwa intel.
" Ga jadi! Apa boss tadi pagi rapat ? " Kataku mengalihkan topik.
" Iya bunda ratu. Raja tadi pagi saya liat rapat "
"Oh baiklah. "
Aku lalu memutuskan telepon.
Tangan ku masih mencengkram ponsel ku.
Kalau aku menelepon adik Arland. Takutnya nanti tante Rose akan mencari ku. Jadi bagaimana ini??
Lalu apa aku harus tanya ke Vian??
Rasanya tidak mungkin. Lebih tepat nya aku takut realita.
Telepon ku berbunyi. Ada nama Farrel disana. Adik ku. Tidak biasanya ia menghubungi ku. Apa salah pencet atau ada sesuatu terjadi??
Aku segera mengangkat nya.
" Hallo.. Kak... "
Suara nya agak berat dan terdengar takut.
" Ya ada apa Farel?? "
" Anu.. Hmm anu...
" Apa!!! " Desaknku sedikit cemas Farrel kenapa napa.
Bandel begitu ia sodara ku semata wayang.
" Hu hu.. Kak.. Jangan kasih tau papa. Apa kakak bisa ke sekolahan ku " Kata anak itu dengan suara merendah.
" Apa lagi yang kamu perbuat??" Tanya ku kali ini menebak ia baru melakukan hal berat disekolah.
" Aaagh bukan apa apa! Hanya.. Hanya hanya..
" Hanya apaaa! "
" Duuh kak Fayza jangan teriak dong, Farrel hanya terlibat kasus aja. Si Aida dan Marcella berkelahi karena rebutin Farrel... Jadi huhu..
Aku mengatur nafas dan mengurut pangkal hidung ku.
" Ngerebutin siapa? Ga salah dengar?? Ck. Farrel kamu... Mau jadi tuman!!!!" Teriak ku marah. Di sana Farrel ikut teriak kaget
"Aku akan kesana! " Kata ku kemudian.
" Yes! " Seru anak itu bikin aku hanya bisa meringis kesal.
Seperti biasa aku harus menghubungi Vian dulu. Dia minta nya Video Call biar lebih abdol.
" Vi. Aku ke sekolahan Farrel ya. Dia di panggil sekolah. " Kataku menjelaskan sambil menata ringkas riasan ku.
"Apa? Sekolahan Farrel? Kenapa Kamu kesana? "
" Iya! Farrel takut bilang ke Papa dia dipanggil guru jadi hubungin aku"
Kulihat wajah Vian disana yang ditekuk. "Kamu mau ikut? " Ajak ku cari aman.
Vian mengerutkan alis nya.
" 10 menit lagi Leo akan menjemput ku.
" Kalau begitu aku sendiri saja. Meeting ini penting juga kan" Kata ku memang tak ingin Vian ikut. Ini kesempatan ku keluar selain mencari udara segar aku juga perlu waktu privasi sendiri walau hanya sebentar. Apalagi setelah kejadian penculikan itu. Hidup ku seperti dalam sangkar emas. Ya walau dinikmatin aja. Tapi lama lama juga jenuh.
" Aku hubungkan Tasya dulu. " Kata Vian disana lalu panggilan itu nemambah kan Tasya.
Aku berharap Tasya sibuk siang ini. Dan benar saja telepon nya sibuk.
" Mungkin dia sedang kuliah. Aku sebentar saja. Setelah itu aku pulang" Kata ku menambahkan.
" Tapi kamu sendirian! "
" Aku minta temani Elysa. Bagaimana? " Potong ku.
" Ya. Itu lebih baik. Segera kabari aku kalau urusan disana selesai"
" Siap boss"
Panggilan itu segera berakhir. Aku kembali mengirimi Elysa pesan untuk meminta nya menjemput ku.
Dan dia muncul setengah jam kemudian.
" Maaf kanjeng ratu. Macet parah.. " Umbar nya sambil nyengir kuda.
Aku segera masuk kedalam mobil mini bus nya.
" Sorry merepotkan mu. Ke daerah pasar minggu. Ke sekolahan Farrel. "
" Its oke kanjeng tiap saat juga okeh"
Aku segera memakai sabuk pengaman. Dan mobil ini berarak meninggalkan perkarangan. Yang selalu diawasi beberapa penjaga anak buah Varo.
" Sudah chek up belum kanjeng? Usia 5 bulan udah bisa cek jenis kelamin nya kan..
" Belum masuk tanggal El. Mungkin minggu depan.. " Sahut ku.
" Oh .. Eh bu Fayza. Firasat nya anak nya cewek apa cowok? "
Aku melihat kearah perut ku yang semakin besar. Bentuk nya agak maju kedepan. Kata ibuk sih perut aku ini lebih mirip ke anak laki-laki.
" Mungkin cowok"
" Ah ya Elysa juga mikir begitu bu. Perut nya moncong kedepan. Pantas aja ibu ngidam Nya cowok model ya. Mungkin pertanda anak ny cowok juga dan cakep nya seperti mereka" Cicit Elysa sudah pernah aku pikirkan juga begitu.
" Iya mungkin. Tapi cewek cowok aku ga masalah yang penting dia sehat"
" Betul sekali kanjeng..., bla bla bla..
Seperti biasa kalau sama Elysa tidak ada kata sepi. Ia banyak sekali yang di bahas dan di jabarkan. Hingga tak terasa kami sampai di sekolahan Farrel.
Anak itu sudah menunggu di ruangan Bimbingan Konseling plus dengan 2 cewek yang katanya jambak jambakan karena Farrel. Jujur aku bukan bangga tapi malu.
Kunjungan ku selesai cuman 30 menit. Itu mendapat arahan dari sang Guru juga selain masalah itu nilai-nilai Farrel juga menurun. Alhasil dia dapat beberapa pelanggaran plus omelan dari Guru Bp tersebut yang cukup killer.
Setelah aku keluar dari ruangan Guru Bp itu. Aku kaget ada Vania yang mau masuk. Ia juga sama kaget nya melihat ku. Vania itu adik nya Arland.
" Kak Fayza? "
Kami terdiam beberapa detik. Dan Vania menoleh kearah perut ku. Lalu kearah Farrel. Hingga aku mengerti ia datang juga sebagai perwakilan. Dari salah satu anak gadis di sana.
" Ah.. Jadi kakak ini kakak nya cowok yang di ...
Aku mengangguk kikuk. Kemudian Vania tertawa kecil. " Ya ampun bocil bocil ini memang nyusahin kita ya kak! Huh.. Kalau saja bukan bang Arland. Aku juga malas kesini. Malu... "
Bisik Vania sambil nyengir.
" Arland? "
" Yaa well. Yang namanya Marcella ini anak nya Om Joseph. Dia takut bilang ke mama nya jadi Bang Arland minta ke aku! " Bisik Vania.
Menyangkut nama Joseph membuat rasa kepo ku meronga-ronta. Tapi waktu nya seperti nya tidak tepat.
" Aku sudah selesai. Mau mampir dulu ke kantin disini. Mau makan... " Kata ku memancing nya.
"Wah. Aku juga mau. Tunggu aku ya kak. Nanti aku nyusul selesai ketemu sama Guru nya"
Aku mengangguk, seperti dugaan ku ia akan menyusul ku.
Lalu aku dan farrel beranjak dari sana.
" Kak.. Ga langsung pulang? Beneran mau makan di kantin?? "
Aku melirik Farrel dengan pedas. Belum lagi semua laporan dari Bp tadi masih ingin ku jewer telinga nya. Pemanggilan Farrel bukan hanya semata mata terlibat keributan antara dua gadis. Ia juga ketahuan merokok dan membolos. Bahkan nilai nya merosot. Ingin sekali ku uyul uyel rambut nya sekarang juga.
" Kenapa! Kamu mau punya kakak bunting?? " Hardik ku bikin ia kaget.
" Eh! Ya amplop. Kak sensian banged sih. Ya engga lah. Ya udah ikut aku kak. Kantin nya di sana.. " Kata anak itu mendahului ku.
Kami menuju kantin sekolah nya yang memang sepi. Mungkin karena semua murid masih belum jam istirahat.
Dan aku memesan soto betawi dan es teh manis.
Didepan ku Farrel menunduk dengan sesekali melirik.
" Kalau mau jadi fuckboy.. Harus pakai otak!! Pintar itu perlu jangan sampai dibegoin lingkungan! "
Aku menatap nya tajam. Kulihat ia menyebik kan bibirnya.
Karena kesal langsung saja aku pletok kepala nya sampai ia meringis dan menenggelamkan kepala nya celingak celingukan ke sisi kanan kiri. Khawatir ketahuan teman-teman nya. Masa bodo. Rasa kesal ku ada di ubun ubun sekarang.
" Merokok dan membolos! Kau tau. Kalau Papa tau kamu akan di pondokin.. Ngerti! "
" Huaa iya kak ngerti! Maka nya Farrel ngadu ka kakak. Hu hu ampun kak. Jangan galak galak gitu dong. Ingat lagi hamil kak ingat. Ntar bandel nya sama Farrel lho. "
"Kamu nyumpahin..! " Dengus ku lalu melemapari nya dengan kerupuk.
" Ah. Bukan. Cuma mengingatkan. Udah nya bumil jangan galak galak jangan teriak-teriak juga malu ama tetangga" Farrel mengelus bahu ku. Tapi mata ku masih pedas melirik nya.
" semester ini kalau nilai mu kembali bagus. Aku tidak mengadukan ke papa. Kalau masih merosot dan kenakalan mu bertambah. Siap siap out dari sekolah ini. Mondok biar jadi lebih baik. Jugaaa.. Kakak akan jadi guru private mu. Bagaimana...
Seketika wajah Farrel semendung awan diatas sana.
" Kenapa ga ada terdengar bagus ya... " Ringis nya menggaruk tekuk nya dibelakang.
Aku semakin memicingkan mata, seketika ia seperti seekor anjing kuping nya melorot kebawah.
" Fine fine kakak. Okee Farrel janji bakal ga macem-macem dan semester ini nilai nya kembali baik. " Katanya sangat antusias. Walau ragu tapi tak apalah. Lihat saja kalau dia tidak tepat janji. Siap siap mondok biar akhlak nya tetap terjaga.
" Good. Anak baik!! " Aku mengulas senyum lalu mengambil sepasang garfu dan sendok. Perut ku sudah ingin menyantap soto betawi didepan ku ini.
" Ya sudah. Cepat kembali ke kelas! Kakak bisa makan sendiri tanpa di temani! " Kata ku membuat nya terparanjat disana.
" Ah iya. Ini juga mau bangkit kok. Huh.. Sebelum hamil galak. Pas hamil tambah galak ya ampun... Sabar sabar... Apes banged nasih pangeran Vian sii"
" Yaa. Aku dengar... " Teriak ku lalu menimpuk nya dengan satu sendok di tangan ku. Sendok itu sukses mendarat di pipi nya.
" Kakak.. Jangan kumat disini dong.. Uuhh sakit tau.. "
" Bilang sekali lagi" Ancam ku mengacungkan garfu.
Farrel tersenyum masam lalu ia segera beranjak dari sana, sebelum nya sempat memeletkan lidah nya. Aku mendengus kesal. Ya ampun... Jiwa bumil ku semakin terkontaminasi dengan kelakukan adik sendiri.
Segera aku tarik nafas dan membuangnya baik baik dan kembali menyanyap jatah makan siang ku.
Separo hampir habis kulihat di arah sana ada Vania yang seperti nya sudah selesai melakukan kunjungan di ruang Bp. Ia tampak melambaikan tangan nya sebelum sampai di depan ku.
" Sumpah malu banged. Aku di wajengin macam-macam kak. Ya ampun... Aku rasa Marcella stress akhir akhir ini jadi dia brutal di sekolah"
Kata Vania sembari duduk lalu melihat menu makanan disana.
" Brtutal? Brutal bagaimana maksud kamu? " Tanya ku sambil menyuap makanan.
Vania memesan dulu makanan disana dan kembali menghadap kearah ku.
" Ya. Dia mungkin terpukul setelah kehilangan Om Joseph. 3 minggu yang lalu."
Mendengar itu aku langsung menghentikan makan ku. Fakta bicara kalau Om Joseph benar benar sudah meninggal. Dan itu mengingatkan ku dengan gambar potongan kepala di perpustakaan Vian.
" Hmm. Kehilangan.. Maksud nya Om Joseph?? "
Vania mengangguk " Yeah.. Meninggal nya tragis banged kak. Dia di rampok lalu di mutilasi. Serem banged... Potongan tubuhnya ditemukan ditempat berbeda! "
Nafas ku langsung ngos ngosan segera aku menegak air putih banyak banyak.
" Di rampok. Dan dimutilasi? Lalu? Apa pelaku nya tertangkap?? "
Vania menggeleng. " Masih belum. " Sahut nya sambil membuang nafas berat.
" Ngomong-ngomong. Gimana kabar Kakak? Bayi nya cewe apa cowok?? "
Aku menetralkan emosi dan otot otak ku yang masih syok.
" Ya. Alhamdulillah.. sehat. Masih belum cek JK. Mama kamu gimana? Dia sudah baikan bukan?? " Kata ku kembali menghindari topik yang menguras guncangan jiwa.
Vania menyambut pesanan nya seporsi nasi goreng oleh mbak nya dulu " Ya alhamdulillah juga kak. Sudah ga kenapa-napa. Tapi-
" Tapi kenapa??? "
" Kadang masih suka nyariin kakak! Tapi tenang aja. Jangan di jadiin beban kak. Aku coba pelan pelan bilangin ke Mama"
Sahut Vania segetir membuat ku merasa tak nyaman juga sedikit tenang juga karena Vania sudah mau mengerti posisi ku saat ini.
Vania memakan nasi goreng disana dengan lahap. Berbeda dengan ku yang sudah tak nafsu makan lagi.
Apa aku tanyakan hal ini pada Vian. Rasanya tak nyaman menyimpan hal ini lama lama. Tapi tetap saja aku takut fakta kalau dia terlibat pembunuhan. Aku takut realita seperti itu.
Bahkan tangan ku terasa dingin. Kalau Vian seperti itu aku harus bagaimana?? Aku ga mau dia menyandang sebagai narapidana tapi tidak benar juga kalau aku membiarkan nya.
Sesaat aku mengusap perut ku untuk membuat ku bisa berpikir jernih.
Selesai makan aku dan Vania sama sama ke depan sana. Dan Elysa masih menunggu dengan anteng. Aku membawakan nya seporsi nasi goreng. Dan anak itu girang bukan main.
" Waah thanks nya Madam... Baek banged.. " Koar nya senyam senyum. Sebenarnya aku ingin mengajak nya makan sama-sama di kantin tapi karena target ku adalah Vania. Susah juga kalau ada orang ketiga ikut bergabung. Apalagi Elysa pembawaan nya suka ikut campur.
Aku mengangguk singkat. Kulihat Vania tampak kebingungn di sana. Ia turun dari mobil nya dan melihat keban mobil nya yang seperti nya ada masalah.
" Tunggu Ely. "
Aku membuka kaca jendela dan keluar sebentar dari sana.
" Ada apa Van?? "
Teriak ku.
" Ga tau ini kak. Kayak nya bocor... " Kata nya disana. Dan aku melihat sendiri ban itu memang melembek alias bocor.
" Kamu bawa ban cadangan???"
Vania menggeleng.
" Ada apa Kanjeng?? Dia siapa? Kenapa? " Tanya Elysa beruntun.
" Teman. Kamu panggilkan orang bengkel dong El. Lokasi nya sekolah ini. "
" Oh siyap Madam... " Sahut Elysa disana.
Aku kembali menengok keluar jendela.
" Ikut kakak aja Van. Nanti di bantu sama orang bengkel aja. Titip sama satpam depan. " Kata ku membuat riak diwajah nya berubah cerah lagi.
" Waah ga papa nih kak. Emang apes banged. Mungkin karena niat aku ga tulus kali ya bantuin Marcella jadi karma gini" Ucapnya lalu masuk kedalam mobil ke kursi belakang, sebelum nya ia melirik dulu ke pengemudi. Lalu bertampang biasa lagi. Mungkin ia pikir Elysa itu Tasya. Ya tau sendirikan mereka berdua kalau bertemu seperti tikus sama kucing.
" Ga masalah. Kamu titipin dulu kunci nya sama satpam di depan Van. "
Vania mengangguk. Ia lalu sibuk merogoh kunci dalam tas nya.
Selesai menitip kunci ke satpam. Mobil minibus Elysa segera berarak menjauh dari sekolahan Farrel.
" Kamu mau diantar kemana? " Tanya ku.
" Mmm.. Ke jalan Cempaka putih boleh ga? Ke rumah Om Anthony?? Soal nya tadi udah janji mau kesana"
" Tentu! " Sahut ku menyetujui.
Kami sampai hampir 1 jam. Biasalah macet Jakarta bikin dekat jadi terasa jauh.
Mobil Elysa melambat ketika Vania memberitahu tata letak rumah yang ia maksud.
" Masuk juga yuk kak.. Om lagi ngadain hajatan kecil-kecilan. Ngerayain ulangtahun anak Kak Fadli.. "
Aku terperanjat saat asik melihat bangunan mewah di depan sana yang tampak lagi ramai.
" Ah ga usah Van..
" Bang Arland ga ada juga kok kak. Dia ga bakalan mau datang ke sini apalagi acara keluarga sodara tirinya. " Potong Vania seolah menebah keengganan ku.
Mendengar nama Arland telinga Elysa langsung memanjang. Aku tau mulut nya sudah gatal mau bertanya.
Dan aku sendiri. Sebenar nya bukan mempermasalahkan nama Arland. Tapi nama Anthony. Terlebih saat Ibuk meyakini kalau foto yang aku kirim ke dia itu memang mantan pacar nya Jessica. Ibu kandung Vian.
Jadi apakah Tuhan sekarang mau memberi ku arah untuk sebuah fakta.
" Baiklah. Kami mampir sebentar" Kata ku langsung di pelototin Elysa.
" Serius kanjeng?? Ini ada nama Pak Arland. Bagaimana kalau dia ada dan..
Aku meminta nya untuk berhenti mencemaskan itu. Disana Vania sudah keluar dari mobil dan menunggu kami.
" Sudah ikut saja! Pesta ini kayak nya bau makanan dan kue enak. Kamu juga pasti mau kan" Kata ku langsung membuat Elysa kembali berwajah ngiler.
" Apa boleh buat Madam. Tolong bantu saya kalau Boss Varo mengomel dan menyalahkan saya yaaa"
" Bereess
Aku, Elysa dan Vania segera masuk kedalam rumah yang mewah nya memang menakjubkan. Seperti istana saja dan semua yang datang seperti nya dari kalangan rekan rekan nya yang punya anak seumur. Dan mereka menyewa kostum kostum princess princess ala dongeng sebagai penghibur anak anak yang datang.
Elysa sampai memekik kagum dan heboh melihat mereka mereka semua yang persis keluar dari buku dongeng.
" Acaranya di belakang kak. Garden Party" Kata Vania cengengesan melihat tingkah Elysa yang seperti anak kecil. memang tak mencerminkan usia nya saat ini.
Aku mengangguk dan mengikuti Vania.
Di dalam ruangan besar itu aku menemukan foto keluarga Om Anthony. Dia memiliki 3 anak. 2 putera dan satu perempuan. Istri nya terlihat sangat cantik, melihat itu aku sedikit mengingat Arland. Kehidupan nya juga tak semulus terlihat dari depan sama kacau nya dengan Vian. Broken home dan status nya masih tak terlalu di anggap di keluarga Bapak Biologis nya.
Setelah mutar dan melewati ruangan-ruangan kami sampai di sebuah taman yang lebih ramai dan heboh dari di luar. Anak anak nya lebih banyak disini. Bahkan badut badut berbagai karakter kartun memenuhi tempat ini.
Mata ku melihat batita yang digendong seorang laki laki berjambang dan sebelah nya wanita yang seperti nya adalah istri nya.
" Ya ampun. Baru usia 1 tahun saja. Sudah ulangtahun semewah ini. Boro boro aku ulangtahun kek gini di ucapin emak aja udah syukur" Cicit Elysa dengan mata berbinar binar melihat keriuhan acara itu.
Jangan kan Elysa. Aku pun begitu. Tak ada pesta meriah. Cukup doa selamat dari keluarga terdekat saja sudah sangat bahagia.
Aku kembali mencari cari seseorang di dalam kerumunan disana dan aku menemukan Om Anthony. Pria itu terlihat normal seperti seorang Ayah dan sosok seoramg kakek pada umum nya. Tapi melihat nya aku malah mencari kemiripan Vian.
Apakah mungkin dia memang ayah kandung Vian.
" Kenapa bengong"
Aku terperanjat saat Vania Menyenggol ku.
" Tidak. Acara nya keren sekali.." Kata ku mencari alasan.
" Yuk ah.. Mau dessert manis ga. Banyak disebelah sana.. " Ajak Vania lalu menyeret ku dan Elysa ke sisi tempat yang memang ladang nya kuliner kue juga dessert pemecah air liur.
Dan benar saja disana banyak sekali kue kue manis dan macam macam kudapan enak.
" Emang boleh makan sekarang? Kan belum waktu nya?? " Kata Elysa dengan tangan menggapai gapai kue itu diudara.
" Kalian tamu aku. Silahkan saja. Aku mau nemuin Tante ku dulu. Kalian nikmatin ya... "
Aku mengangguk pada Vania dan Elysa langsung menyambar piring kecil di sana.
Aku geli sendiri melihat Elysa yang terlalu bar bar padahal dia sekarang dengan jabatan sekretaris di V. E saja gaji nya bisa mehidupi nya dengan makmur tapi kalau gratisan sebanyak apa duit pasti ngiler juga kan ya liat makanan gratis tumpah ruah didepan mata seperti ini.
Sesaat aku merasa ekor mata ku menangkap kearah Om Anthony berdiri. Dan aku menoleh. Benar saja pria itu melihat keberadaan ku. Sebelum nya aku lihat ia tersenyum kesemua orang tapi entah kenapa ada perubahan dratis saat melihat ku. Tatapan kecemasan dan ada kemarahan disana! Apa dia tidak suka aku ada disini. Apa karena hubungan ku dengan Arland? Tapi tidak mungkin. Setahu aku Bapak Biologis Arland ini sangat tak peduli dengan Arland. Lalu kenapa dia itu berekspresi seperti itu?
Kulihat pria berumur namum masih punya kharisma besar itu beranjak dari sana. Dan ia mengarah kearah ku.