Chereads / One Night with a pervert Cousin / Chapter 66 - Enam Puluh Enam

Chapter 66 - Enam Puluh Enam

" Mungkin ia kebelakang" Pikir Vian ikut duduk di sana.

Tapi setengah jam lewat Fayza belum kembali.

" Leo... " Teriak nya bangkit dari sana. Pria itu berada didepan kasir cafebar dan segera datang menghampiri.

" Cari di toilet. Fayza belum balik-balik"

" Baik" Leo segera beranjak dari sana.

Ada firasat tak nyaman menguar. Apalagi melihat sendal yang terbenam di pasir yang membungkus nya. Ia baru ngeh. Tidak mungkin Fayza ke toilet tanpa sendal. Kalau jalan jalan ke pantai mungkin.

Apa ini ada hubungan nya dengan pesan yang ia kirim tadi, pikir Vian merasa menyesal lagi.

Tunggu atau cari. Vian sempat bingung hingga Leo muncul lagi.

" Tidak ada di toilet"

" Mungkin dia main air, cari di pantai. Aku sebelah sana" Pinta Vian lagi lalu segera menuju arah bibir pantai yang tampak penuh dengan wisatawan dan luas nya pantai membuat nya ragu bisa menemukan Fayza dengan cepat.

Sepanjang Vian mencari tak menemukan Fayza. Bahkan perawakan nya saja tidak ada.

" Bagaimana? " Tanya nya saat Leo juga dari arah berlawanan bertemu.

Leo menggeleng dengan muka sangat merah. Panas terik disana memang lagi panas panas nya.

Vian kembali kebingungan. " Apa dia balik ke hotel?"

" Tanpa sendal? " Sela Leo.

" Kau benar kecuali ia beli yang baru. Tapi Fayza bukan orang yang langsung mengabaikan barang miliknya "

Vian kembali menghubungi nomor Fayza yang tak kunjung mengangkat. Mungkin sudah 20 kali ia menelepon sejak mencari Fayza disepanjang pesisir itu.

Tuuuuuutt..

Tek.

Hingga telepon itu terangkat rasanya ada kelegaan yang terlihat diwajah Vian. Bahkan ia memberi kode pada Leo kalau telepon nya bisa di hubungi.

" Fayza. Kamu dimana?? " Tanya Vian dengan suara pelan sambil memikirkan pembicaraan mana yang bisa diterima perempuan itu.

Fayza tidak menjawab. Ia pikir Fayza masih merajuk.

" Kamu masih marah?? , hmm aku minta maaf! Sekarang aku ada di-

" Who is this? "

Suara pria dengan parau menyahut. Dan menggunakan bahasa asing. Vian mendelik mendengar suara pria yang mengangkat. Suasana hatinya yang tadi nya sudah tenang dan cemss sekarang berubah dratis. Serasa darahnya mendesir sampai ke atas, Sekilas ia sudah berpikiran yang Tidak-tidak. Fayza saat ini sedang bersama pria lain. " Apa dia bersama model model itu lagi!! "

" Who are you ??? " Seru nya tajam. " Dimana istri gue!! "

"Sorry! I found this cellphone on the beach" Sahut pria itu tampak panik dengan suara lantang Vian yang berubah dratis.

" What!! "

" Telepon Fayza! "

" Where are you?? " Vian mencari cari seseorang yang mungkin saja sedang menelepon, apalagi suara pantai dari seberang telepon yang mengangkat telepon Fayza sama persis dengan desiran ombak pantai disana.

Matanya lalu menangkap seorang pria asing tak jauh dari sana dengan ponsel di telinga nya. Ia segera berlari kearah pria itu dan segera merampas ponsel di telinga nya. Meski pria ini berang Vian tidak peduli. Tapi sayang nya ponsel itu bukan milik Fayza.

" Where are you??? " Tanya nya lagi dengan suara menekan. Bahkan mengacuhkan kemarahan pria yang Vian usik. Beruntung Leo segera menenangkan pria itu sebelum berhasil meninjok Vian yang acuh tak acuh.

Vian kembali melihat pria asing di dekat Cafe tadi yang seperti nya juga melihat kearah nya. Vian segera memberi arahan pada Leo disana. Mereka kembali berlaru ke Cafe itu lagi. Dan benar saja ponsel itu milik Fayza. Pria itu. Mengatakan kalau ia menemukan di bibir pantai satu jam yang lalu.

*

*

Tasya merasa asma dan Phenumia mendadak saat sodara nya itu mehajar bertubi tubi memukuli dan menedang seorang pria yang terikat di disana, bahkan ada pisau kecil ditangan Varo yang seperti bukan kakak nya yang suka tengil dengan siapa saja. Di depan sana Varo sangat mengerikan. Tanpa segan terus mehajar pria malang nya

Pria berkulit sawo matang itu sudah sangat babak belur. Gigi nya sampai patah dan bibir nya ikut pecah. Kepala nya juga terkoyak dengan darah mengalir disela rambut ikalnya. Tasya terus meringis dn merasa iba dengan kondisi pria itu.

Dia adalah pria pelayan yang diketahui sebagai pengantar makanan untuk Fayza.

" Katakan!!! Siapa yang membayar mu memberikan obat tidur di makanan nya??! " Tanya Vian menarik kasar rambut pria itu yang sudah lemas kesakitan.

" Tidak ada... " Sahut pria ini terbata-bata.

Bugh!!

Pukulan kembali mendarat di kepala nya. Tasya kembali memekik ngeri. Disana sodara nya itu sangat tak manusiawi. Tanpa rasa iba terus mehujamkan kepalan nya. Bahkan setelah nya pria malang itu ia benturkan ke bawah dengan kasar.

" Kau tau istri ku sedang hamil. Kalau kenapa-kenapa dengan janin nya. Aku tidak akan membiarkan mu hidup! " Ketir Varo sangat ingin menyiksa pria itu lebih.

" Bang... Bang.. Jangan bunuh orang Bang" Cicit Tasya ketakutan.

" Keluar kalau tidak berani" Hardik Varo membuat Tasya lagi lagi spot jantung. Seolah ia akan jadi sasaran penyiksaan berikutnya. Kakak nya sungguh menjadi pribadi Varo seutuhnya bahkan sorot mata kakak nya sangat tajam dan hitam. Tasya langsung mingkem tidak berani buka suara lagi. Tapi ia akan menghentikan kakak nya kalau berbuat berlebihan. Ia tak mau kalau Varo bertindak kriminal apalagi membunuh orang. Itu akan panjang kisah nya.

Kemudian Leo muncul dengan ponsel di telinga nya. Rasanya Tasya mau menarik pria itu agar membujuk Varo tapi reaksi Leo biasa saja seolah sudah terbiasa melihat seorang manusia bersimbah darah penuk luka dan penyiksaan.

Saat Varo melihat kedatangan Leo. Ia malah mendapat pukulan juga.

" Bang.. Apa apaan! Kenapa menyerang kak Leo" Sengit Tasya membantu melerai serangan Varo lagi.

" Kalau bukan karena dia meninggaljan Fayza sendirian. Dia tidak diculik" Teriak Varo sangat marah.

Tasya meringis lalu melihat kearah Leo yang sudut bibir nya merah. " Fine" Katanya memberi tahu pada Tasya.

Tasya meringis lagi kearah kakak nya yang sudah semakin tak terkontrol.

" Jangan nyalahin orang dong! Abang sendiri suami apaan. Malah ninggalin kakak Fayza! Yang salah itu Abang!!! "

" Kamu... " Varo tersulut lagi, melihat itu Tasya segera merikuk kearah Leo.

Tapi Varo menahan emosi nya. Ia kembali mengerang kesal.

" Sudah! Jangan berdebat! Aku minta maaf karena meninggalkan Fayza sendirian! Aku dapat informasi" Kata Leo menengahi.

Varo melihat nya tajam lalu sorot itu sedikit meredup. Leoa segera mendekati Varo da berbisik.

" Ok" Sahut nya dengan menyipitkan mata kearah pria malang itu yang sudah tidak berdaya. Lalu tersenyum tipis.

Varo mengambil ponsel Leo lalu menarik kasar rambut pria itu lagi. Darah segar kembali mengucur dari mulutnya yang membengkak membuat Tasya nyaris muntah melihat nya apalagi bau amis darah sedari tadi sudah membuat perut nya diaduk aduk.

" Lihat ini. Apa dia adik mu?? "

Dengan nafas terputus putus dan mata yang sudah mengabur. Pria itu beraksi meski sesaat kemudian ia langsung bungkam lagi. Rahang Varo kembali mengeras ia semakin menarik paksa rambut pria ini, mengabaikan lolongan kesakitan yang memekikan telinga nya.

" Dia boleh juga. Bagaimana kalau kami culik juga lalu dijual?? Hmmm"

Vian lalu mengukir ujung mata pisau yang tajam ke arah sekitar mata pria ini membuat nya takut bergerak bahkan nafas nya langsung tercekat. Melihat ketajaman pisau itu.

" Saya sungguh tidak tau. Saya hanya mengantarkan makanan dari chef! " Kata nya dengan mulut bengkak dan berdarah.

" Benarkah.. Jawab yang jujur. Atau mata pisau ini bertemu dengan matamu. " Ancam Vian mehunuskan mata pisau itu tepat didepan mata pria ini.

" Saya jujur... " Katanya lagi. Selang sedetik!

Brak blud. . .

Tasya melotot dengan memekik nyaring melihat didepan matanya sendiri pisau itu langsung di tusuk kedalam mata pria itu.

Bahkan lutut nya langsung lemah tak berdaya.

" Ini terlalu gila" Sungut nya menutup mulut tidak percaya dengan apa yang ia saksikan. kakak nya tak ragu ragu menusuk pisau itu ke mata kiri pria tadi.

Bahkan bisa ia saksikan sendiri bagaimana kakak nya tersenyum seolah menikmati kesengsaraan pria itu. " Jadi apakah ini Alvaro itu? " Pekik nya dalam hati sambil menggeleng tidak percaya. Jiwa labil nya seolah terkikis habis dengan tindakan kakak nya yang ia kenal sangat jahil dan suka membuat candaan. Sekarang sangat mirip seorang monster tanpa hati sama sekali.

Bahkan Erangan pria ini yang mengerang sangat menyanyat sampai ia harus menutup telinga dan komat kamit menyanyikan lagu lagu BTS sebagai pengalih suasana hati, psikologis nya yang terasa di cabut malaikat.

" Bereskan dia! Siksa sampai buka mulut. Dan adik nya juga seret sampai kesini"

Pinta Vian menyerahkan pada Leo. Lalu melihat kearah Tasya yang merikuk ketakutan. Jiwa Vian nya sedikit kembali mengisi.

Leo mengangguk lalu mengambil sarung tangan nya memggany posisi jongkok Vian saat menyiksa pria itu.

" Kenapa kamu ketakutan?? "

Tasya mengangkat kepala nya melihat Vian dengan kengerian. Bibirnya menyembik kebawah. Ia ingin sekali menangis.

" Bang.. Dia bahkan belum terbukti bersalah. Kenapa sampai melukai mata nya. Tasya ngeri dengan abang begini. " Ringis Tasya masih dilanda syok!

" Dia bukan waiters asli. Menunggu ada mayat Fayza dulu baru menyiksa nya begitu?? Ck! Bahkan aku ingin sekali mengutili nya! " Sahut Vian dengan suara dalam penuh kegeraman. Mengatakan kata mayat kembali membuatnya cemas dan marah bersamaan.

Tasya menutup mata saat melihat darah dari kaki pria itu mengalir. Leo mengangkat tubuh nya dengan sabuk mengikat di leher. Kali ini ia segera memalingkan wajah. Tidak ingin melihat kelanjutan nya lagi. Bisa-bisa ia tidak akan tidur nyenyak selama seminggu.

" Keluar lah kalau tidak berani melihat! " Perintah Varo dengan suara sedikit bersahabat meski aura nya masih sangat gelap. Lalu memapah Tasya keluar mobil Box itu. Tasya ngikut aja karena sekarang

Mereka masih berada di pesisir pantai. Ia rasanya mau piknik saja saat ini setelah mengalami ingatan yang ternodai.

Vian menarik nafas panjang melihat kearah pesisir pantai yang masih rame dengan wisatawan diujung sana, Beberapa orang nya masih mencari keberadaan Fayza di sekitar itu. Tapi firasat nya masih tidak tenang baginya 2 jam tak ada kemajuan membuat nya semakin cemas.

" Cctv di rusak. Apa ini perbuatan Albigail? " Pikir nya tambah panik.

Tampak di atas langit biru yang cerah ada suara helikopter dari kejauhan. Semakin lama semakin dekat bahkan rasanya tempat itu berupa gelombang besar dengan serbuan angin kencang dari baling-baling. Tampak pria kurus " Hans" Melambaikan tangan nya.

" Hans sudah datang. Kamu ikut dia cari Fayza"

Tasya mendelik kaget " Tasya? Abang mau kemana?

Varo tidak menjawab bahkan terlihat enggan menjawab. Melihat itu Tasya segeraberlari sambil menutup sebagian matanya karena angin disana langsung menerbangkan pasir kemana mana. Belum lagi suara helikopter yang bising.

" Came on princess... " Sambut Hans sambil membungkuk dan merentangkan tangan kanan nya.

" Princess pala lu.. " Sungut Tasya langsung menarik rambut Hans lalu pria itu langsung terjerambab kepasir dibawah kakinya.

Sang pilot langsung terbahak melihat Hans yang wajah nya penuh dengan pasir. Misuh misuh Hans tetap berupaya terlihat cool.

" Tasya...

Gavin menyusul sambil memanggil gadis itu dengan nyaring.

Tasya menoleh dan melihat Gavin yang berlari. Ia pikir Gavin sudah kembali ke hotel ikut rombongan lainnya.

" Aku ikut!! "

" Ikut! Oke masuk lah... " Sahut Tasya enggan. Tapi tidak mempermasalahkan Gavin juga mau membantu.

Gavin segera masuk kedalam. Duduk dengan apik dan terlihat ikut beraura suram.

" Kenapa melihat ku?? " Tanya Gavin sambil teriak saat helikopter itu sudah ada di atas permukaan tanah.

" Ga papa. Loe selalu ikut tentang Kak Fayza. Loe juga pernah mengaku jadi mahasiswa nya padahal loe master. Loe ga berniat jahat kan sama kak Fayza kan?? " Tuduh Tasya yang memang sedikit curiga dengan Gavin. Telebih pria itu selalu muncul secara kebetulan.

" Oh itu. Tentu tidak! Aku pernah suka dengan nya jadi wajar aku mengejar nya" Sahut Gavin mengalihkan pusat matanya kedepan.

Mendengar itu Tasya sedikit merasa sesuatu sakit di ulu hatinya. Tapi ia tidak tau kenapa. Padahal ia sudah tau hal itu.

" Itu kan dulu. Sebelum sodara kamu mencurangi aku dan Arland! Sekarang aku hanya temenan kok! "

" Aaah bagus lah" Tasya menghela nafas lega.

" Bagus? Apakah kamu lega aku tidak menyukai Fayza lagi? " Bisik Gavin sangat dekat bibir nya ketelinga cewek itu, membuat Tasya salah tingkah sekaligus gugup luar biasa. Bahkan ia bisa merasakan jantung nya gedebug gedebug didalam sana. Nafas Gavin membuat bulu kuduk nya meremang.

" Tentu saja! Aku akan buat pembinor rumah tangga abang gue ga mampu berdiri lagi burung nya" Sahut Tasya membuang muka menutupi kegugupan nya.

Mendengar itu Gavin hanya tertawa keras

" Apa kalian ikut hanya untuk mengobrol? " Teriak Hans di sebelah Gavin. Sedari tadi telinga nya sudah sakit mendengar teriakan dua pasangan itu yang seperti toak. Belum lagi suara baling baling heli yang cetar membahana.

" Fokus mencari nyonya!! " Hardiknya lalu mengambil teropong di tangan nya dengan kesal.

Plak..

Kepala nya langsung mendapat hantaman dari Tasya.

" Berani loe ngebentak guaaa" Sangar Tasya lebih galak. Sesaat Hans langsung mingkem. Ia lupa kalau Tasya adik Majikan nya sendiri. Dan gadis itu kadang bersifat absurd seperti sang kakak.

" Ampun princess... Soal nya saya jomblo akut jadi ga kuat liat kalian pedetake" Kekeh Hans minkem mingkem sambil nyengir kuda.

" Pedekate apaan" Sergah nya langsung memerah muka nya.

Tasya hanya mendengus jengkel. Apalagi Hans menyabut nya malah lagi PDKT itu sedikit membuat nya salah tingkah, Ia lalu merebut teropong di leher Hans sampai tali itu nyaris mencekik pria itu.

Disebelahnya Gavin hanya senyam senyum sendiri. Ia tau Tasya sudah mulai peka dengan pendekatan nya, meski masih galak tapi dimata nya Tasya sangat menggemaskan.

Helikopter itu semakin tinggi dan mengudara mengitari daerah pesisir pantai lalu berarak ke laut lepas yang terlihat tak berujung. Berkeliling dengan lambat melihat setiap jengkal yang ada dibawah sana. Bahkan beberapa kapal atau yang terlihat aneh menjadi perdebatan mereka. sesekali pesawat udara itu turun untuk memastikan lalu naik lagi. Begitu berulang kali.

Sementara itu Varo segera berbalik menuju mobil lainnya. Ia melepas baju yang ia pakai. Karena bau darah yang pekat menodai kaos nya. Dan mengganti dengan kaos lainnya.

Ia harus menemui Albigail. Meski tidak memiliki bukti itu perbuatan nya, Vian tidak ada pilihan lain selain menemui pria itu. Mengirim seseorang untuk menculik Fayza kemungkinan besar perbuatan Albigail. Mencari pria itu sama saja dengan mengibarkan bendera perang. Tentu pria angkuh itu akan sangat marah kalau kedatangan Vian hanya menuduhnya. Bahkan kemungkinan ia jadi serangan balik oleh Albigail. Tapi tidak ada pilihan lain, selagi banyak yang membantu nya mencari keberadaan Fayza. Ia akan menemukan Fayza dengan caranya.

" Cari lokasi dimana Albigail berada. Kirimkan sekarang" Pintanya pada Siska melalui interkom. Lalu memutuskan komunikasinya.

Ia kembali mengeratkan kemudi dan menekan gas lebih dalam, perasaan campur aduk. Membayangkan hal terburuk pada Fayza membuat nya semakin tidak tenang saja.

Sementara itu Tasya cs masih mengelilingi pesisir.

" Apakah mungkin kak Fay dibawa pakai transportasi air. Bagaimana kalau lewat darat. Ini hanya akan sia sia saja" Keluh Tasya merasa putus asa. Tentu sulit mencari Fayza di atas laut luas seperti saat ini.

" Yang lain sedang mencari di darat princess. Kita kebagian di atas laut" Sahut Hans.

" Oh bagus lah.. "

Helikopter itu kembali berarak lurus lalu berbelok menuju kearah lain dengan cepat. Tiba tiba sang pilot menukik kekiri dengan cepat. Itupun membuat penghuni nya saling tindih. Nyaris saja Hans terlempar keluar.

Disana sang pilot tampak kesusaahan bernafas. Ia terus memegangi dadanya.

" Apa ini anda kenapa pak" Teriak Tasya cemas melihat kondisi jalan helikopter yang oleng.

Pilot itu membuka kacamatanya. Ia terus menahan dadanya dengan mulut yang kemudian berbusa.

" Yaaa.. Pak Danuar. Anda kenapa.. Mulut nya berbusa" Teriak Hans mengguncang tubuh pilot itu. Yang kemudian malah menghempas kedepan. Helikopter kembali menurun lurus. Semua nya langsung bertatapan horor.

" Gawat ! Dia sudah meninggal" Gavin meneriksa nadi sang pilot yang tak berdetak.

" Apa meninggal. Ba..Bagaimana bisa?? Lalu bagaimana ini. Kita akan mati juga.... "

Wajah Tasya langsung memucat. Hans juga demikian.

" Oke tenangkan sikap kalian, aku akan cari keberuntungan"

Gavin segera melompat ke depan sana mengambil alih kemudi yang nyaris terjun bebas. Perlahan pesawat udara yang biasanya muat 4 orang itu segera naik perlahan.

" Bantu aku memindahkan tubuh nya ke belakang " Teriak nya pada Hans.

Di belakang sana Tasya sangat gemetaran melihat bagaimana dua pria itu berusaha mengambil posisi sang pilot. Terlihat sangat kesusahan satu mencoba memindahkan satunya lagi mencoba menyeimbangkan Heli dengan sistem coba coba.

" Gavin lue jangan ngadi-ngadi. Loe bisa kan bawa nya!!! " Ragu Tasya yang merasa mual perut nya. Heli itu naik turun lalu bergeram tak jelas.

" Lebih baik dicoba ketimbang langsung meledak ke bawah" Teriak Gavin segera memposisi kan diri nya dan membiarkan Hans memasang alat alat yang sebelum nya di pakai si pilot. Mendengar itu Tasya makin lemas.

" Ya Allah...kakek uzur!!Loe nantangin malaikat maut. " Tasya mendengus dan kembali berdoa. Mimpi apa ia semalam sampai harus melihat dan mengalami kejadian mengerikan ini. Sebelum nya melihat mata manusia hidup yang di colok dengan sadis. Terus ini? Ini lebih extrem lagi. Nyawanya seperti tali layang layang yang siap di putuskan kapan saja.