Dalam note itu ada tulisan tangan.
Selamat atas pernikahan mu.
Frm.
Jessica
Fayza mengulangi nya lagi.
Matanya mengedip beberapa kali apalagi nama itu sama dengan nama Ibu Kandung Vian dan entah kenapa angin bertiup cukup kencang membuat sebagian kain kain meja dan dekorasi di sana mengarah kesatu arah dan kertas itu juga terlepas dari tangan nya bergelung dengan angin yang membawanya kedalam gelap malam sebelah kiri. Serasa kulit Fayza meremang ia melihat jauh ada seorang wanita berambut panjang duduk disalah satu meja mengenakan gaun hijau tosca dan sekilas menoleh kearahnya. Wajah nya tidak terlalu jelas tapi matanya sangat mirip dengan wanita yang ada di foto bersama Vian waktu kecil. Spontan Fayza bangkit dari sana. Wanita itu juga bangkit dari kursinya ia tampak bergegas. Fayza mempercepat langkah. Tapi gaun nya terasa berat dengan angin yang seolah menolak nya untuk kearah itu. Itu memperlambat langkah nya.
Disana wanita itu terus melangkah lebar dan kemudian ia menghilang di pintu kedatangan disana.
Fayza terdiam. Matanya seperti mencari cari keberadaan wanita tadi. Siluet dan paras nya sangat mirip dengan Ibu Vian. Sampai jantung nya berdegub sangat kencang. Mencoba menelaah ini mimpi atau mimpi.
Hingga sebuah tangan menepuk bahu Fayza wanita itu sampai terperanjat kaget dan melebar melihat Liana dibelakang nya dengan wajah ikut kaget.
" Kamu kenapa? " Tanya Ibuk kebingungan.
" Tadi.. Saya liat..? "
Fayza menengok kearah pintu perginya wanita tadi lalu kembali ke wajah Ibuk nya yang menatap Fayza dengan aneh.
" Aku liat almarhum ibu Vian buk.. "
Liana mengedipkan mata lalu melihat kearah mata Fayza yang luar sana.
" Jesicca? Mana mungkin? "
" Iya buk. Dia mengirimi aku kert-" Fayza mencari cari kertas tadi yang sudah terbang entah kemana.
" Ya ampun Fayza. Orang hamil jangan berpikir aneh-aneh. Kamu cepat pulang deh. Istirahat sama Vian. Ini juga sudah terlalu malam. " Suruh Liana disana masih melihat Fayza yang bengong.
" Jangan melamun. Buruan.. Besok kita kita mau liat sunrise juga habis itu ke Ubud, Sebentar lagi semua pada balik ke kamar masing-masing" Pekik Liana yang tampak antusias sendirian. Lalu menepuk lengan putrinya itu sebelum pergi.
Fayza mengleha nafas panjang. Dan menoleh lagi kearah tempat duduk wanita tadi. Hatinya seolah memerintah nya untuk kesana.
Perlahan Fayza berjalan di atas pasir putih itu menuju meja dimana wanita tadi duduk. Tak ada yang aneh dengan meja dan kursi itu. Tapi ada sesuatu yang tertinggal di kursi berlapis kain itu. Ada pulpen yang didalam nya seperti ada kertas
" Kak Fayza... " Panggil Tasya di seberang sana melompat lompat.
Dengan cepat Fayza segera mengambil pulpen tadi dan segera mendekati Tasya yang saat ini ditemani Gavin.
" Besok kita mau ke amuk bay. Mau diving... Kakak sama Bang Vian ikut kagak? Bang Vian kan suka diving... " Ajak Tasya dengan sumringah.
Fayza melihat kearah Vian yang masih asik mengobrol dengan Bobby dan Rakadi atas sana.
" Nanti aku tanyakan dengan nya dulu"
" Siip. Mending ikut kita kak ketimbang rombongan Mami. Rempong... " Bisik Tasya sambil terkekeh, tak jauh disana memang keluarga besar mereka kembali heboh dengan planning mereka buat besok.
" Mending ninggalin kalian berdua an siapa tau cepat nyusul ya ga Gav?? " Ledek Fayza kearah Gavin yang langsung melihat kearah lain. Tasya mendelik kearah Gavin dibelakang nya. " Nyusul apaan? "
Fayza hanya tertawa ringan lalu meninggalkan Tasya dan Gavin disana.
*
*
Fayza Pov.
Uap air panas yang masuk kedalam paru paru ini rasanya sangat menenangkan. Apalagi ada aroma mawar kesukaan ku. Dan membuat rasa lelah hari ini berganti dengan rasa ngantuk. Aku paling lemah dengan beginian. Kalau kelamaan bisa-bisa aku tertidur lagi tapi rasa enggan meninggalkan bath up yang penuh dengan ketenangan ini.
" Fayza.... "
Aku membuka mata dan melihat Vian mendorong pintu dengan alis bebertautan lalu nafas nya berhembus dengan lega. " Jangan sampai tertidur lagi. " Katanya disana memperingati ku.
" Tidak akan. Mau gabung? " Ajak ku mengulas senyum. Vian masuk sepenuh nya kedalam kamar mandi itu.
" Aku akan memandikan mu saja! " Jawab nya sembari mendekat dan duduk dengan jongkok. Melihat Vian mengingatkan ku dengan wanita yang mirip ibunya tadi rasanya ingin sekali aku menceritakan nya tapi tentu ini tidak mungkin mengingat bagaimana reaksi dia waktu Papi Andhika memberikan foto-foto mereka dulu cukup membuat nya terguncang. Ya walau Vian bisa mengatasi nya hanya saja aku merasa ragu menceritakannya. Mau cerita kalau aku melihat Ibunya. Aku bisa di anggap membual dan pikiran Vian nanti malah terganggu.
Ia menyampirkan rambut panjang ku ke samping lalu mengambil sedikit sabun cair dan menggosok kekedua tangan nya hingga berbusa. Vian menempelkan busa itu ke punggung ku dan menggosok nya pelan. Dia diam saja disana kadang penggabungan karakter Varo pada Vianvaro ini sedikit membuat Vian yang dulu sangat bawel berkurang cerewetnya. Tapi itu tentu bukan masalah besar. Aku tetap menyukai nya. Bahkan Vianvaro sekarang lebih banyak ketertarikan nya.
" Kenapa kamu tak sekalian mandi saja? Badan mu pasti capek juga kan" Tanya ku menoleh padanya yang hanya fokus melihat kearah tangan nya menggosok kulitku.
" Kalau aku bergabung bisa tambah lama. Kamu pasti sangat lelah. Kalau di biarkan sendiri nanti bisa ketiduran. " Ujar nya lalu membilas sabun di area yang ia sabuni tadi lalu berdiri dan merentangkn handuk putih disana. Aku mirip seperti anak kecil yang sudah di minta selesai mandi oleh ibunya.
" Ayolah.. Kamu bisa masuk angin kalau kelamaan" Tutur nya disana sangat manis.
Aku segera keluar dari bath up dan ia menyelimuti ku dengan handuk itu. Menggosok bagian air yang banyak turun dari tubuh ku.
" Aku bisa Vi.. Kamu ini memperlakukan ku seperti gadis kecil. " Kekeh ku memgambil alih.
" Aku suka memanjakan mu. Kamu ingat terkahir kali kita mandi bersama saat kecil umur berapa?? "
Aku berpikir. Tentu sudah sangat lama sekali. " Umur 4 atau 5 tahun? Aku lupa.
" Salah terakhir waktu kelas 6 SD. Waktu itu dada mu masih segini. sekarang sudah segini..!"
Vian malah langsung meremas dada ku dan tertawa ringan. Aku langsung menampol tangan nya itu yang jahilnya kelewatan.
" Jadi waktu itu kamu sudah memperhatikan pertumbuhan dada ku Vian?? "
" Yeah! Gara-gara mandi terakhir itu aku sering berfantasi liar! "
" What!! Serius.. ? " Aku menatap Vian dengan dalam.
Vian mengangguk tanpa dosa. Yang ku bayangkan waktu itu ia masih bocil tapi otak mesum nya sudah terbentuk parahnya tokoh Submite nya adalah aku.
Vian mendekati ku lalu mengusap wajah ku.
" Itu sangat melelahkan. Mengangumi mu sejak kecil menginginkan mu selalu ada bersama ku. Aku mengikuti mu. Selalu mengajak mu terlibat dengan apa yang aku lakukan. Hingga remaja aku kebingungan bagaimana aku mengatakan nya. Dimata mu aku seperti kakak mu dan sama sekali tidak peka dengan perlakuan ku yang melebihi sodara. Itu sangat memusingkan. Ingin mengatakan nya takut kamu akan membenci ku. Sampai sampai aku terkecoh dengan Bella. Dia menipu ku. Dan aku merasa sangat terkhianati disana. Itu saat awal aku kehilangan arah tapi sekarang semua berakhir manis"
Semua perkataan Vian didepan ku seperti puisi madu yang sangat manis. Aku mengikuti arah mata jernih nya yang sesekali mendelik tajam. Mata Vianvaro ini sangat membuat ku ingin terus menatapnya. Merasakan sentuhan jemari nya yang selalu liar dalam keadaan seperti ini. Dia sudah bukan sepupu ku tapi pria ku- Suami ku yang membuat ku kecanduan setiap cara nya memperlakukan ku seperti sekarang ini.
Vianvaro melepaskan kaitan handuk ku yang langsung melorot ke lantai, lalu ia menciumi leher ku dengan lembut. Nafas nya tertinggal memberikan sensasi tajam yang memabukkan.
" Aku juga pernah di posisi mu Vian... Hhhh" Aku mendesah merasakan tangan nya yang bermain nakal di tempat sensitif ku dan lidah nya mulai menyelusup di sela bibir ku. Aku lagi lagi kabut dengan perlakuan nya. Dan kami kembali berakhir di pertempuran panas yang entah ke berapa kali untuk malam melelahkan itu.
Besok nya entah ini sudah pagi atau siang
Aku terbangun seorang diri dikamar pengantin yang masih bertabur mawar merah. Kurasakan bagian tidur Vian dingin. Kemana dia?
Aku mengumpul kan nyawa sebelum mencoba mencari cari ponsel ku yang entah ada dimana. Kepala ku masih terasa berat dan sangat mengantuk. Badan ini juga tak kalah gempor. Tapi selalu aku merasa sangat bahagia.
Aku memejamkan mata lagi sekitar 15 menit baru kembali membuka mata dan nyawa ini sudah mulai terkumpul dengan pelan aku turun dari kasur lalu terseok seok menuju kamar mandi. Kamar mandi itu juga terasa sangat dingin. Seperti nya Vian sudah keluar dari kamar itu lebih dari sejam apa dia bersama keluarga yang lain? Mungkin saja.
Aku segera membersihkan diri dan segera mengganti pakaian ku dengan dress selutut. Ponsel ku ternyata didalam laci. dan di sana ada pulpen yang tadi malam aku bawa. Aku sampai melupakan nya karena percintaan kamin tadi malam.
Jantung ku kembali berdebar melihat pulpen itu didalam nya memang terlihat ada kertas lagi dengan cepat aku membuka pulpen itu dan mengeluarkan semua isinya. Memang benar ada kertas yang seperti nya bagian dari kertas tadi malam. Dengan susah payah aku mengeluarkan nya. Hingga ku dapatkan segulung kertas itu. Itu memang kertas yang sama.
dan ada tulisan lagi disana.
Ada nomor telepon yang tertera. Nomor yang terasa familiar
Aku segera mengambil ponsel ku dan memasukan nomor disana ke kontak tapi disana malah mendeteksk nomor yang sudah ada di daftar kontak ku.
" Arland! "
Aku baru ngeh dengan nomor yang tadi. Ternyata itu nomor Arland. Tapi apa hubungan nya. Apakah tadi malam yang mengirim note itu dia? Tapi dia pakai nama Jesicca. Apa maksud nya? Arland mau mengerjai ku?
Tapi Arland bukan orang seperti itu.
Sekarang aku bimbang harus menghubungi Arland atau tidak. Hanya saja ini sangat aneh dan bikin penasaran.
Aku menekan ikon hijau sambil memejamkan mata dan meletakkan ponsel itu ke telinga ku.
Lama tak di angkat. Hingga suara parau Arland yang kudengar disana ada nafas terputus-putus.
" Apa kamu menyesal memilih Alvaro? " Suara parau Arland terdengar marah disana. Nafas nya juga masih memburu.
Apa dia mabuk.
" Arland. Apa kamu yang tadi malam membawa wanita itu??"
Lama diam. Aku sampai memanggil nya berulang kali.
" Apa kamu masih menyukai ku? Kamu cemburu kalau aku bersama wanita lain?? "
Dia salah paham. Aku mencoba bersikap tenang. Mungkin saja dia sengaja memutar-mutar kata.
" Tadi malam ada yang mengirimi ku memo. Nama nya Jesicca . Lalu aku menemukan pulpennya dan ada nomor telepon mu disana" Kata ku menjelaskan.
Lama diam lagi. Aku sampai memanggil manggil Arland. Tapi hanya suara nafas nya yang terdengar.
" Arland... Aku bicara serius. Bisa kah kamu menjawab pertanyaan ku...! " Pinta ku dengan suara pelan menahan emosi.
" Jesicca adalah nama Ibu kandung Vian! " Sambung ku menjelaskan.
" Oh.. Jadi kamu menghubungi ku karena Vian lagi! "
Ia lalu tertawa kecil. " Apa kamu hanya memikirkan dia saja? Kamu tidak memikirkan aku? Fayza! "
Suaranya meninggi. Bahkan aku mendengar suara sesuatu yang jatuh dan suara ringisan. Apa dia terjatuh?
" Arland.. Kamu baik-baik saja?" Tanya ku agak kaget dengan suara tadi.
" Sakit sekali. Ugggh"
" Apa kamu mabuk? Kamu jatuh dimana? Ya.. Arland.. Kenapa hanya diam! " Aku membentak dengan emosi.
Lalu dia malah terkekeh. " Aku suka sekali mendengar mu cemas seperti ini.. "
Aku rasa dia beneran mabuk. Dan ini percuma. Tidak akan menghasilkan jawaban.
" Sebaiknya kamu redakan mabuk mu" Sungut ku lalu menutup telepon. Aku menghempas ponsel dengan kesal. Tapi aku masih tidak tenang dengan memo dari Jesicca dan ada sangkut paut dengan Arland.
Klek.
Aku terkesiap saat pintu disana dibuka. Ada Vianvaro muncul. Tubuh ku sontak menegang. Mungkin karena tadi baru saja menghubungi Arland. Walau aku menghubungi nya karena masalah tadi malam tapi ini membuat ku seperti tercyduk saja. Apalagi Vian sekarang kombinasi Varo yang sangat protektif dan suka cemburu.
" Kamu ngapain? " Tanya nya disana membuat ku malah gugup. Aku tidak mungkin mengaku kalau baru menghubungi Arland. Dan tentang tadi malam akan terbuka.
" Aku sedang dandan! Kamu dari mana? " Tanya ku segera mengambil kuas blush on dan mengulas nya ke pipi. Vian mengarah kearah ku. Semoga saja dia Tidak mengecek ke hp ku.
" Aku dari resto. Diminta turun sama Papi tadi. Makanan mu mau dibawakan ke sini saja atau mau nyusul mereka? "
" Aku akan menyusul saja! " Sahut ku lalu melihat nya dari dalam cermin. Vian mengangguk kemudian ia berbalik dari sana.
Sikap nya sedikit berbeda. Dia tidak tau aku berbohong kan???
Aku merasa jadi serba salah kalau begini.
Ekor mata ku terus mengawasi nya yang sekarang duduk didepan sofa sambil menyalakan tv. Apa aku mengaku saja? Tapi ini tentang nama Ibu nya. Aku bisa merusak suasana hatinya. Tapi! Dia bisa menganggap ku berbohong.
Aku sungguh pusing sendirian.
" Oke.. Tunggu sampai malam. Kalau dia bersikap dingin sampai malam. Aku akan mengaku"