Fayza mendekati Vianvaro yang duduk didekat kolom renang. Mereka masih berada dikediaman keluarga Andhika. Pria itu tampak termenung melihat air kolam yang beriak saat titik titik hujan gerimis turun dari langit. Tapi hanya berisi kekosongan.
" Hy... Jangan melamun sore-sore ntar kesambet....!! " Goda Fayza membuat suami nya itu hanya menolehnya dengan pelan.
" Oh- ga! "
Fayza tersenyum kecil. Ia tau Vianvaro pasti masih memikirkan tentang almarhum Ibu nya yang baru di kuak Papi Andhika. Setelah ia lebih tenangan Papi Andhika dan Mami memberikan foto-foto kecil Vian berdua dengan Alm. ibunya. Foto disaat Vianvaro bayi sampai berumur 5 tahun. Di foto tampak tak ada yang salah dengan hubungan mereka berdua. Ibunya Jesicca. Terlihat sangat menyanyangi putera kesayangan nya itu. Dan kata Papi Andhika semua itu foto yang dikirim Alm. Adiknya ke Jakarta. Jesicca dan Vianvaro memang tinggal di luar sejak Jesicca memutuskan tinggal di San Fransisco, California. Amerika Serikat.
Jesicca ke Amerika untuk kuliah dan mengejar karir nya. Keluarga besar nya tidak mengetahui kalau Puteri bungsu itu hamil. Saat itu Bapak mereka sangat marah. Dan Jesicca semakin tidak berani pulang. Ia hanya mengirimkan foto-foto kecil Vianvaro ke Jakarta. Vianvaro di ambil saat Jesicca dikabarkan meninggal dengan cara bunuh diri.
" Apa yang kamu pikirkan? " Tanya Fayza sembari memberikan Vianvaro segelas teh wedang jahe hangat bikinan Mami.
Vian menatap Fayza pelan cukup lama lalu ia kembali melihat lurus. Bibir nya bergetar tampak ragu dengan apa yang ia pikirkan saat ini.
" Aku takut.. -
" Takut? Takut kenapa? "
Vian menarik nafas. Ia memejamkan mata mengingat serpihan masa yang sudah hilang tapi ini bagian yang tidak mau ia ingat sama sekali. Ia merasa seperti sedang bermimpi tapi kadang seperti nyata. Dalam bayangan dikepala nya. Ia merasa seperti sedang mengiris nadi tangan seseorang. Dan dalam ritme cepat darah mengalir banyak meresap di sebuah kasur tempat seorang wanita itu tertidur. Hingga ia melihat bayangan perempuan itu merenggang nyawa disana bahkan sekilas ia seperti melihat mata seseorang itu meminta pertolongan.
Vian membuka matanya. Ia merasa oksigen disana menipis. Dan kembali terengah engah. Fayza segera mengusap lengan Vian agar lebih tenang. Bahkan ia tak menyangka apa yang Papi buka membuat Vian seperti ini.
" Aku merasa aku yang sudah membunuh Ibu ku!! "
Ucap Vian dengan wajah sangat pucat. Bibir nya bahkan masih gemetar ia menarik tangan nya dan memeluk dirinya sendiri.
" Aku lupa. Tapi kadang aku melihat darah dan seseorang mengiris nadi nya tangan kecil yang..... " Vian merentangkan kedua tangan nya dan melihat nya dengan mata melebar.
" Bukan kamu Vian. Itu hanya permainan ilusi dikepala mu! Kamu membenci nya dan pasti menginginkan ibumu mati saja! Hasil otopsi dan kepolisian mengatakan kalau Ibu mu memang mengiris nadi nya. Saat itu kamu ada di dalam kamar mu!!! " Sergah Fayza lalu menarik tangan Vian dan menurunkan nya. Ia yakin Vian sedang bergejolak melawan guncangan jiwa yang datang.
Vian melihat Fayza dengan ragu. " Itu hanya dari sebuah laporan kan. Bagaimana kalau sebenarnya nya aku lah pelaku nya??? " Katanya disana melihat Fayza sinis. Dan terlihat ragu dengan dirinya sekarang.
Mendengar itu Fayza sedikit tegang. Ia memang tak tau kejadian sebenarnya dan hanya tau dari kejadian yang menimpa alm. Ibunya tersebut. Tapi disisi lain ia juga berusaha menyangkal apa yang Vian sampaikan tidak benar. Tentu berurusan dengan pembunuh apalagi membunuh ibu sendiri memberikan efek besar juga kepada psikologis Varo.
" Apa dimatamu sekarang aku terlihat sangat menjijikan?? " Varo menatap Fayza dengan dingin. Pupil nya bergetar merasakan ia sangat tak pantas untuk Fayza.
" Itu tidak benar! Aku istri mu bukan. Baik seorang pencuri atau pembunuh semuanya punya masa sendiri menjadi manusia yang lebih baik. Jangan jadikan ini landasan untuk kehilangan arah lagi Varo. Vian?? Yang kita lihat sekarang masa depan dan disini ada darah daging kamu..."
Fayza menarik tangan besar Varo dan meletakkan nya keperut nya yang mulai membuncit. Mengarahkan Varo untuk mengusap nya, perlahan nafas Varo mulai teratur. Sentuhan Fayza juga membuat nya jadi lebih tenang dan perasaan suka cita mengingat apa yang ada di dalam perut itu. Dan sudut bibirnya tertarik keatas, Fayza menjadi sangat tenang melihat Varo sudah kembali hangat lagi.
" Mulai sekarang aku dan anak kita prioritas kamu Varo! Berdamai dengan masa lalu dan sama sama kita hadapi apapun di depan bersama" Ucap Fayza menatap dalam pandangan Varo yang kosong mulai terisi bayangan nya. Dan iris mata itu seperti menyedot dalam dirinya.
Varo mengangguk lalu menarik Fayza ketubuhnya mengusap punggung Fayza dengan sayang dan menciuni ubun ubun kepala istrinya itu dengan rakus.
" Apakah dengan mencium ku bisa membuat mu berpikir jernih?? "
Vian mengangguk. " Kamu seperti oksigen untuk ku Fayza!! "
" Kalau begitu cium aku terus Vian. Aku ingin berguna terus untuk kamu!! "
Vian mengulas senyum dan kembali memeluk Fayza dengan sayang.
" Fayza!! "
Spontan kedua insan itu langsung memisahkan diri mendengar teriakan dari ambang pintu.
Disana pria paruh baya dengan kumis tipis menatap keduanya dengan mata menyipit ada aura marah juga.
Pasutri ini kegep Papa Farid yang lagi kerumah Boss nya Papi Andhika eh malah melihat pemandangan anak dan menantunya sedang bermesraan di Kolam belakang. Papa Farid serasa di khianati sekarang.
" Waah Fayza. Kamu bohongin Papa ya! Kamu bilang kemaren hanya untuk mengurusi perusahaan! bukan dia!! "
Fayza melebarkan matanya. Sorot Papa terlihat dikecewakan disana. Bahkan ia ingat bagaimana kekeuh nya ia membujuk Papa dan Ibuk nya agar mengurusi V.E dan tidur di Apartement.
" Bukan begitu Pa! Ini salah saya! Saya yang diam diam menemui Fayza terus. Dan memang rencana kami mau ngomongin ini ke Papa sama Ibuk" Kata Vian mewakili dengan bahasa yang cukup lugas.
Kemudian di belakang muncul Andhika dan Lily.
" Iya Farid. Mereka benar. Baru hari ini baikan nya. Mereka kesini sekedar minta pendapat bukan bermaksud sembunyi-sembunyi dari kamu" Bantu Andhika disana.
Farid terus mengawasi Vian yang tampak menunggu mertua nya itu bereaksi.
" Baiklah. Kita bicarakan semua nya! " Ucap Farid lalu langsung masuk kedalam tanpa ekpresi.
Fayza merasa sedikit ada udara kelonggaran disana.
" Apa kamu gugup? " Tanya Vian melirik istri nya yang seolah menahan nafas.
Fayza mengangguk. Ia memang menyegani sosok Papa nya itu.
" Tenang saja! Setelah ini kita akan planning honey moon" Bisik Vian lalu menarik lagi pinggang Fayza ke sisinya.
*
Dan kembali suasana tegang meliputi ruang keluarga Andhika, kali ini ada Farid yang hadir.
" Jadi! Kamu sudah menjadi Melviano? Bukan alvaro? " Tanya Farid dengan suara datar. Sudut kiri matanya menatap tajam pada Vian yang duduk bersisihan dengan Fayza.
Vinvaro menganguk " Saya sudah sehat seutuhnya Pa! Kepribadian lain saya Alvaro juga sekarang menjadi kepribadian saya"
Disana Andhika dan Lily cukup mendengarkan pembicaraan serius anak dan sepupu mereka itu.
Farid menarik nafas panjang. Ia lalu melirik kearah Fayza yang langsung terkesiap saat di lihat Bapak nya itu, " Kalau kamu sudah merasa sehat. Apakah ada kemungkinan kamu akan melakukan kekerasan pada Fayza lagi? Bukan nya kamu ada sisi Varo nya? "
"Itu tidak akan pernah terjadi lagi! Saya sebagai Varo! ingin bilang kalau saya mencintai Fayza. Lebih tepat nya jatuh cinta dengan nya. Itu yang mendasari kepribadian Vian juga kembali. Saya membiarkan kami bersama-sama berdampingan" Jawab Vianvaro membuat Mami Lily disana mesem mesen mendengar pengakuan Putera nya itu yang terdengar sangat manis. Disana juga pipi Fayza sampai merona. Ia menunduk dengan bibir tipis yang melengkung pelan.
Farid menautkan alisnya sesaat lalu ia mendehem dan disana Lily menyodorkan segelas teh agar di Bapak itu tidak terlalu kaku. " Minum dulu Farid...! "
" Ya" Jawab pria itu singkat, lalu mengambil secangkir teh dan mengesap nya.
" Farid! Aku tau kamu masih takut Vian akan berubah dan menyakiti Fayza lagi. Tapi aku jamin dia tidak akan seperti itu lagi. Berilah dia kesempatan. Aku rasa kamu juga tidak ingin restu mu menghambat kebahagian Fayza kan" Kata Andhika kemudian.
Farid mencerna kata-kata sepupu nya ini dengan baik. Terlebih Andhika sudah mewakili. Karena waktu itu dia mempasrahkan pilihan Farid ia berpikir kalau Andhika mungkin sudah merasa anak nya memang sudah tidak bermasalah lagi.
" Papa.. ! Saya juga ingin meneruskan pernikahan ini terlepas bagaimana masalah Vian. Saya mencintai nya sebagai pria dan Suami saya saat ini. " Ucap Fayza turut andil untuk menentukan pilihan kehidupan nya. Ia menatap Farid dengan penuh harap.
Farid mendelik dan diam lagi.
" Kue nya Farid!! " Kata Mami menyodorkan sepiring Kue basah di sana.
Mami sangat ingin otot wajah Farid bisa rileks dikit dengan minuman dan makanan yang ia makan.
Kali ini Farid tidak menggubris dan Mami hanya tersenyum kecut.
" Okey! " Kata Farid disana menatap beberapa pasang mata dengan berbagai siratan yang penuh harap dengan nya.
" Okey apa nih Farid? " Tanya Mami mulai merasa ada titik terang.
" Ya.. Mau bagaimana lagi. 1 banding 4! Dan Fayza juga sudah bilang suka dengan Vian" Sahut Farid membuat semua nya disana merasa lega dengan keputusan Farid.
" Alhamdulillah.. Terimakasih Farid!! Aku tau kamu yang keras kepala ini juga akan menyerah" Seru Andhika tak alang seperti melihat tim sepakbola andalan nya mencetak gol.
Farid hanya tersenyum tipis, ia melirik lagi kearah puteri nya yang melepas senyum kelegaan dan senyum bahagia anak nya itu adalah point utama yang ia petik.
*
*
*
Beberapa minggu berikutnya!
Pria ini menerima sebuah undangan baru yang sampai di tangan nya Undangan pesta perkawinan Fayza dan Alvaro.
Didepan undangan tertera tanggal acara yang di adakan di sebuah Hotel ternama di Bali. Ia menarik nafas panjang lalu melempar jauh Undangan itu keluar jendela mobilnya lalu menegak sebotol alkohol yang ia bawa.
Sakit! Itu yang Arland rasakan. Pria itu menarik nafas panjang ia merasa harapan nya sudah pupus. Fayza sudah menetap kan pilihan nya.
Sesaat ia tertawa kecil mengingat bagaimana lucunya dirinya yang sekarang. Sungguh kasihan dan memprihatinkan memperjuangkan seorang wanita yang tetap memilih pergi. Walau tetap saja ada yang salah dengan pilihan Fayza. Kenapa dari banyak nya pertentangan antara Fayza dan Varo, ia tetap kalah, dan serasa tak adil. Kesalahan nya hanya seperempat dari kesalahan Varo kepada Fayza. Dan wanita itu dengan mudah menerima Varo kembali.
Arland memutar music sedikit keras dimobilnya. saat ini ia berada di dekat jalan pesisir Ancol. Sedikit ingin menghibur diri saja. Dan cukup lama ia berada disana, minuman nya pun sisa separuh.
Kemudian ada notif masuk dari ponsel nya. Ajakan teman teman lama nya yang sudah lama ia tinggalkan.
Arland segera mengetik balasan oke di group itu.
Dalam waktu setengah jam ia sudah sampai di club yang dulu biasanya ia jadikan tempat bersenang-senang dengan teman teman bejad nya. Dan seperti biasa room khusus itu sudah di isi dengan 3 sahabat sekawan nya juga beberapa wanita disana. Arland hanya ingin melepas stress bukan untuk bermain wanita. Sedikit berbagi kesedihan nya dengan teman-teman nya disana mungkin bisa melepaskan kesedihan nya.
" Santai Bro! Wanita itu banyak... " Kekeh Fandi memberi hiburan lalu menuangkan minuman ke gelas Arland.
" Ya wanita itu memang banyak tapi semua rasanya tetap sama kan! " Kekeh Arland yang setengah mabuk lalu meminum lagi Vodka di gelas nya.
Fandi hanya terbahak, ia lalu menyandarkan punggung nya ke belakang di sisi kiri kanan nya dua gadis menghibur nya dengan sentuhan liar.
" Rival loe ketinggian sih Bro. Alvaro itu binaan Albagail. Gue rasa loe harus mondok aja biar loe bisa dapat istri santri yang sholeh" Tawa Fandi disana. Informasi tentang Varo dulu memang dari Fandi. Dia punya banyak koneksi yang luas. Apalagi informasi ilegal seperti Albagail bisa mudah ia dapatkan.
" Lelucon loe ga lucu! " Sahut Arland jadi kesal.
" Tapi bokap loe juga nyari tentang Alvaro! Loe udah sesolid itu sama Bokap loe emang?? " Tanya Fandi sambil mengisap rokok nya.
Arland mendelik. Ia memang dapat dukungan dari Papi kandung nya tentang Fayza. Tapi kalau tentang Alvaro rasanya itu terlalu jauh untuk Anthony ikut campur. Lagian ia sedikit aneh kenapa Anhtony malah menyongkong nya untuk melawan Alvaro padahal pria ia sangat menganggap nya hanya sebuah bidak catur untuk perusahaan nya dan setelah jaya ia ditendang ke pelosok kecil lalu memberikan perusahaan yang sudh jadi itu ke adik tirinya. Anak kesayangan nya. Lantas tau-tau Papi nya malah menjual beberapa anak perusahaan hanya untuk memberinya dukungan dalam mengejar Fayza. Pertama ia pikir Papi nya mulai berubah karena menganggap Fayza memang istimewa tapi makin kesini ia semakin aneh saja.
" Bokap gue?? Dia minta sama loe apa aja? " Tanya Arland sedikit meredam rasa mabuk nya.
Fandi disana malah sibuk berciuman dengan dua wanita di samping nya. Arland harus menahan rasa penasaran nya menunggu sahabat dari sekolah nya itu kelar bertukar cairan air liur dulu sam grape-grape ke tubuh Wanita-wanita itu.
" Oke.. Kalian pergi dulu" Kata Fandi sambil remas sana sini lagi yang disambut tawa menggoda dari wanita-wanita itu.
" Sorry Bro. Tadi loe nanya bokap loe kan" Fandi mencondongkan punggung nya sambil kembali mengisap sisa rokok nya kuat-kuat.
" Dia cuman nanya tentang Alvaro doang mungkin dia peduli sama loe. Ga tega liat loe jadi alim" Kekeh Fandi membuat Arland kesal lagi.
" Sialan loe..!
Fandi tertawa garing. Kemudian ponsel Arland bergetar di atas meja ada nama Anthony disana memanggil.
" Kenapa yang baru kita bahas nelpon. Gua angkat ini dulu " Kata Arland segera mengambil ponsel nya dan segera keluar dari sana. Ia menuju kamar kecil belakang agar bisa meredam suara hentakan music diluar.
Tak jauh dari sana Bobby teman Vian! Melihat Arland yang lama tak muncul itu keluar dari room yang biasa menjadi room langganan teman-teman nya itu.
" Ok thanks... " Kata Bobby dengan rekan nya lalu ia mengikuti arah Arland tadi menghilang. Bobby yang dulu nya tak peduli dengan hidup orang malam ini menjadi emak emak yang doyan gosip. Mengingat teman nya Vian itu malah pernah viral beberapa pekan lalu. Jiwa kepo nya ikut meronta-ronta siapa tau punya informasi tambahan buat Vian. Toh ia tak mengira sahabat sableng nya itu yang ia pikir pengangguran, ternyata punya nama berpengaruh di dunia bisnis dan sebagai pemilik V.E yang misterius itu. Siapa tau ia bisa menjadi joint bisnis mengingat dunia yang ia geluti di perhotelan dan mungkin bisa menambah pengaruh nama hotel nya dengan pengaruh V. E yang global.
Bobby berhenti di belakang tembok di bilik sana Arland mengangkat telepon dari seseorang.
" Iya! Arland lagi di luar. "
Lama jeda, Arland mendengarkan omongan dari lawan nya dan reaksi nya cukup dingin.
" Ya Arland ga berhasil. Mereka sudah rujuk lagi! "
Telinga Bobby melebar. Ia menebak ini ada hubungan nya dengan teman sejawat nya dari Sma itu! Melviano dengan istri nya sepupu nya sendiri itu.
" Arland sudah melakukan yang Papi suruh. Tapi kenapa Papi yang marah-marah sama Arland sebenarnya apa Papi mengenal Alvaro? Papi juga mencari tau Alvaro sama Fandi kan?? "
" Uugh wow wow.. Apa ini. ? " Pekik Bobby dan langsung menutup mulutnya.
Disebelah sana Arland merasa ada suara. Ia menengok ke samping dan tidak menemukan siapa-siapa. Ia balik lagi ke telepon nya yang masih hidup.
" Aku hanya membantu mu saja! Kenapa bicara mu kasar sekali! Kamu memang tidak becus Arland! Siapakan barang mu. Kamu sebaiknya hanya mengurusi perusahaan kecil di Bandung itu lagi. "
" Tuuuuut
" Hallo.. " Panggil Arland tapi telepon sudah terputus. Ia merasa sangat dongkol. Seenak nya Papi nya mengatur nya kesana kemari. Dan ini juga sangat aneh. Anthony seolah punya misi sendiri mengenai Alvaro.
" Aku akan cari tau ini Anthony!! " Sungut nya lalu segera beranjak dari sana dengan gusar.