Chereads / PACARKU ABDI NEGARA / Chapter 22 - Bab 22

Chapter 22 - Bab 22

Risa masih marah dengan Adel karena ulah sahabatnya tadi yang tidak berhenti mencubit pipinya padahal Risa sudah marah - marah tidak karuan.

Tingkah Risa membuat hiburan tersendiri untuk Adel. Semuanya, semua yang dilakukan itu membuat Adel selalu tertawa lepas dan keras.

Adel sudah bisa melupakan keberadaan Yusuf yang tidak dia ketahui berkat Risa. Mempunyai S

sahabat yang sangat pengertian seperti Risa adalah anugerah tersendiri bagi Adel dan kini Adel mulai disibukkan dengan semua kegiatan - kegiatan keagamaan yang sangat jarang Adel ikuti.

Adel sudah tidak lagi peduli dengan apa yang terjadi terkait hubungannya. Adel sudah menyerahkan semuanya kepada Tuhan dan jika memang dia jodohnya maka mereka akan bersatu jika tidak mereka akan berteman saja.

"Hai gadis sok alim..."

Suara Rania mendekat ke arah Adel dan Risa membuat Adel memejamkan matanya untuk bisa mengatur segala emosinya.

Adel mengajak Risa terus berbicara agar Risa tidak meladeni apa yang sedang di buat oleh Rania kepada mereka.

"Oh, sekarang gadis sok alim sudah tuli ya?" Sindir Rania karena dia tidak ditanggapi oleh Adel atau Risa.

Risa menghentikan langkah kakinya dan Adel sudah tidak bisa mengendalikan Risa lagi. Dia sudah berusaha tetapi Rania memancing lagi dan lagi.

"Wow... dimana cincin yang selalu kamu pakai itu?" Tanya Rania saat melihat jari manis Adel sudah tidak memakai apapun.

Adel enggan menanggapi, dia memilih untuk pergi saja daripada menjawab pertanyaan tidak bermutu dari Rania.

"Ternyata wanita sok alim ini sudah tidak bisa menjawab apapun yang aku tanyakan. Kemungkinan pertunangan yang dia gembar - gemborkan dulu adalah karangannya saja."

"Apa maksud kamu? Sebenarnya apa yang sedang ingin kamu bicarakan? Jangan bertele - tele, langsung saja dengan maksud kamu," Tantang Risa yang sudah tidak bisa menahan kesabarannya untuk menghadapi mulut berbisa Rania.

"Wah... jongos sudah mulai membela majikannya ya?"

PLAK...

Risa sudah tidak bisa menerima apa yang dikatakan oleh Rania kepada dirinya. Dimana ada teman yang mengatai teman yang lainnya dengan sebutan - sebutan kasar seperti itu?

"Kamu ini wanita berpendidikan tetapi mulut kamu ini masih perlu diberi pelajaran tentang sopan santun, dasar sundal!"

"Apa katamu?"

Risa menyeringai mendengar suara Rania yang tidak terima dengan apa yang baru saja dia katakan untuk wanita itu.

"Kamu tidak terima aku katakan sundal? Dan kamu bisa dengan gampang mengatakan aku seorang jongos? Hebat sekali kamu?"

"Lha buktinya kamu memang jongos kan? Kamu melakukan apapun yang diperintahkan oleh Adel padahal Adel hanya diam saja sejak tadi. Apa namanya itu kalau bukan Jongos?"

"Kamu juga begitu, kamu menjajakan tubuh kamu yang biasa ini kepada para pria di dalam dan luar kampus bahkan dulu saat pertama kali bang Yusuf datang ke kampus ini kamu mendekatinya juga, lalu apa namanya kalau kamu itu bukan sundal?" Balas Risa dengan suara lantang.

Pertengkaran Risa dan Rania mulai menjadi bahan tontonan, mereka yang melihat dari pertama kali tahu siapa yang memancing masalah lebih dulu. Adel dan Risa hanya terpancing dengan Rania yang sejak tadi memprovokasi.

"Kalian ini, kenapa suka sekali bertengkar? Tidak malu dilihat banyak mata disini?"

Adel, Risa dan juga Rania melihat ke arah sumber suara yang terdengar di telinga mereka. Melihat pak Burhan sedang berjalan ke arah mereka dengan mata tajamnya membuat ketiga mahasiswinya ini ketakutan.

"Apa yang sebenarnya kalian ributkan ini?" Tanya Pak Burhan sekali lagi.

"Dia ini mulutnya kurang ajar Pak, dia mengatakan kalau saya sundal. Jelas kalau saya tidak terima dengan sebutan itu," Jawab Rania lebih dulu.

Risa memutar bola matanya, antara kesal dan juga benci menghadapi Rania yang pandai bersilat lidah.

"Benar begitu, Risa?"

"Saya hanya membalikkan perkataan dia saja Pak, dia yang mengatakan saya jongos kenapa harus malu ketika saya menyebut dia dengan sebutan sundal? Bukannya sama - sama memanggil dengan nama sebutan ya?" Tanya Risa balik, suaranya terdengar jelas kalau dia tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh Rania kepada pak Burhan.

"Ck... ck... ck, kalian ini selalu membuat keributan di area kampus. Memangnya kalian tidak malu kalau pertengkaran yang kalian lakukan ini dilihat sama adik kelas kalian? Dan kamu Rania, bapak tidak ingin mendengar lagi ada keributan dan semuanya karena kamu dan juga Risa. Paham kalian?" Risa, Adel dan juga Rania mengangguk.

Ketiga perempuan itu tidak ada yang berani mendongakkan kepalanya untuk Melihat apa yang ada depan mereka. Pria paruh baya yang menjadi dosen mereka itu secara langsung memberi teguran keras kepada ketiganya karena sering melakukan keributan.

"Bapak minta kalian ini akur, bisa tidak?"

"Tidak Pak!"

"Tidak Pak!"

Jawab Risa dan Rania bersamaan membuat bapak Burhan menghembuskan nafas beratnya karena merasa gagal mendidik mahasiswanya yang tidak bisa dikatakan kecil lagi.

"Kalian belajar disini selama beberapa tahun itu apa yang didapat? Kenapa tidak ada rasa persaudaraan di dalam diri kalian berdua ini? Kalian berdua, ikut bapak ke ruangan bapak sebentar lagi dan kamu juga Adel."

Adel mendongak melihat ke arah pak Burhan, pria setengah baya yang sedang dihindari oleh Adel karena dia tidak ingin teringat tentang anaknya yang menyebalkan bagi Adel.

"Saya Pak?" Tanya Adel sambil menunjuk ke arah dirinya sendiri.

"Iya, Kamu. Memangnya disini ada yang bernama Adel selain kamu?" Adel menggeleng, memang dari yang sedang mengerumuni mereka, setahu Adel tidak ada yang bernama Adel selain dirinya.

"Baik Pak," Jawab Adel lesu.

Adel berjalan mengikuti langkah ketiga orang yang ada di depannya dengan langkah malas, dalam pikiran Adel sudah berkecamuk banyak sekali pertanyaan tentang apa yang akan dikatakan oleh pria tua yang berstatus mantan calon mertuanya itu.

Dada Adel berdegup dengan sangat cepat saat langkah kakinya semakin mendekat ke arah ruangan yang dikatakan oleh pak Burhan tadi. Perasaan Adel mengatakan kalau akan ada sesuatu yang terjadi, tapi apakah itu? Adel masih belum tahu juga.

"Kenapa aku harus dibawa kesini juga sih? Kan yang bertengkar mereka berdua? Aku hanya korban disini," Gerutu Adel di dalam hatinya.

Kali ini Adel membenci Rania karena sudah memancing keributan, jika Rania tidak mengejarnya mungkin mereka tidak akan membuat keributan sampai mereka dibawa ke ruangan pak Burhan untuk mendapat bimbingan konseling.

"Adel, kamu masuk dulu ke ruangan saya karena ada sesuatu yang ingin bapak bicarakan dengan kamu."

Adel mengernyit, bukannya mereka bertiga yang akan mendapat bimbingan? Kenapa Adel sekarang harus masuk sendirian? lalu Risa dan Rania akan dibawa kemana?

Dengan langkah lemah Adel berjalan menuju pintu kayu berwarna hitam dan membukanya dengan perlahan.

Adel menatap seseorang yang ada di dalam ruangan itu dengan tidak percaya, antara nyata dan mimpi. Haruskah semua itu terjadi saat ini? Ini kampus dan Adel tidak mungkin menangis disini.

"Hai, apa kabar?"