Tubuh Thomas diam tidak bergerak, setengah tubuhnya terendam ke air laut, sesekali ombak menerpa tubuhnya yang kaku itu.
Penyihir putih masih dengan wajah datarnya, ia tersenyum samar. Jubah putihnya itu melambai-lambai tertiup angin.
"Segelnya belum dibuka sepenuhnya?" Tanyanya dengan kesan menghina.
Iris tidak menyahut, ia melayang ke udara, di belakangnya puluhan mayat hidup bergerak-gerak menuju sang penyihir agung, mengeluarkan gigi dan cakar mereka, siap bertarung.
Penyihir putih tidak terlihat gentar melihat Iris dan pengikutnya, ia mengarahkan tangannya ke udara, sebuah gelombang putih muncul dan membuat ledakan keras ke arah para mayat hidup itu, segera hancur berkeping-keping.
Iris terperangah kaget, kemarahannya semakin meluap-luap, tangannya mengepal dengan erat, ia melesat dengan mata merah nyalang, cakarnya menghitam dan memanjang.
"BRAK!" Iris terhempas, jatuh terguling di atas pasir pantai, dinding putih transparan itu tiba-tiba muncul dan menghalanginya.
Wajah Iris berdenyut,rasanya seperti menghantam dinding besi, kukunya yang patah kembali memanjang. Wanita itu segera bangkit, asap merah mengepul mengelilingi tubuhnya disertai hawa panas yang membara.
"Percuma kalau kau ingin melawanku sekarang," ucap Penyihir Putih, ia menjentikkan jarinya dengan santai, Thomas yang berada di air laut tubuhnya tiba-tiba mengambang dan diperangkap dalam kubus putih transparan di udara.
"Dia sudah mati," lanjutnya dengan suara datar.
Iris menggeram, ia melihat Thomas yang sudah kaku itu, kemudian ia meraung tidak terima.
Asap merah di tangan Iris melayang, menghantam ke arah penyihir putih dan menimbulkan ledakan keras. Air laut bergejolak di sekitarnya, sebuah lubang berlumpur muncul di depan penyihir putih.
"Kekuatan yang cukup kuat, tapi kau tidak bisa mengalahkanku." Penyihir Putih tetap berdiri kokoh di tempatnya dengan dinding putih transparannya. Jubah putihnya itu melambai lagi, putih bersih tanpa noda sedikitpun.
"Miguel, kau benar-benar akan kubunuh!" Iris melesat mendekati Miguel ketika dinding putih transparan itu menghilang, ia dengan cepat tangannya mencekik lehernya, kuku-kuku Iris memanjang dan menusuk leher penyihir putih itu.
Miguel, sang penyihir putih itu terkekeh, darah menetes deras dari lehernya tidak ia pedulikan, raut wajahnya sama sekali tidak menunjukkan kesakitan, tetap tenang dan datar, seolah tangan Iris bukan apa-apa.
Tangan Iris berasap merah, mengeluarkan hawa panas yang membakar dan melepuhkan kulit, leher Miguel itu meleleh perlahan-lahan, dagingnya terkelupas dan jatuh ke deburan ombak hingga tubuhnya hilang tak bersisa.
Iris memandangi tangannya keheranan.
"Kau yang lemah seperti itu tidak akan bisa membunuhku." Miguel berdiri di belakang Iris tiba-tiba, tidak ada jejak luka ataupun darah ditubuhnya, dinding putih transparan melindunginya.
"BLAR!"
Miguel mengangkat telapak tangannya, gelombang putih yang besar segera menghantam tubuh Iris, wanita itu terlempar jatuh ke dalam laut.
Air laut bergejolak, Iris tidak membuang waktu tenggelam di sana, ia langsung melesat keluar dari air dan mengarahkan asap merahnya ke Miguel.
Asap merah itu menghantam dinding putih transparan, tapi tidak cukup kuat untuk membuatnya retak dan hancur, Iris tidak tinggal diam, ia mendekat dan melancarkan serangan yang lebih kuat.
Asap milik Iris seolah tertelan begitu saja di dinding itu, hilang tak berbekas. Mata iris menatap nyalang, tidak puas. Ia menyatukan kedua telapak tangannya, asap merah itu semakin membesar, membentuk gulungan kabut yang sangat panas, semakin lama semakin besar dan melingkupi seluruh area.
Miguel mengangkat sebelah alisnya, ia terkekeh pelan. Suara ledakan besar tiba-tiba menghantam sekitarnya, Iris berdiri di sana dengan tubuh yang masih mengepulkan asap merah.
Wanita itu sudah sampai batas waktu kekuatannya, napasnya memendek, ia kelelahan mengeluarkan begitu banyak kekuatan dalam
"Aku tidak punya banyak waktu meladenimu." Miguel memejamkan matanya, ia terlihat bosan, ia turun dan mendekati Iris.
Wanita itu membelalakkan matanya dengan kaget, ia tidak menyangka Miguel mampu bertahan dengan ledakan sihirnya, ia menatap mata Miguel dengan tajam, tak gentar sedikitpun.
Miguel tersenyum samar, ia melangkah dengan anggun di atas pasir pantai yang berlubang-lubang. Jubah dan rambutnya berkibar tertiup angin, tubuhnya terlihat mengeluarkan cahaya putih.
"Bagaimana kalau kuberi kau kutukan juga? Ah, itu terlalu membosankan," kata Miguel dengan santai, ia melirik Thomas yang masih terkurung dalam kubus transparan itu di udara.
Iris merasakan tubuhnya membeku, ia tidak bisa bergerak, tubuhnya kaku seperti patung. Matanya kembali menjadi hitam dan rambutnya jatuh ke bawah, asap-asap merah yang melingkupi tubuhnya menghilang perlahan-lahan, kekuatannya seolah-olah sedang ditekan oleh Miguel.
Miguel terkekeh pelan, sebuah pedang melayang di dekat tubuhnya, berkilat terpantul cahaya putih.
Pedang itu dengan cepat meluncur ke arah Iris, membidik jantungnya, Iris membelalakkan matanya, ia menahan napasnya dengan penuh ketakutan, tidak berdaya.
"TRANG!" Pedang Miguel terhempas dan jatuh ke pasir pantai, sang penyihir agung terkejut, ia segera mengarahkan tangannya menyerang sosok hitam yang melesat di depannya.
Gelombang putih miliknya terpantul dan menyerang dirinya sendiri, Miguel melompat ke samping dengan perasaan kesal, ia menatap tajam sosok hitam itu. Sosok hitam itu merangkul Iris dalam dekapannya.
Iris terlalu kaget dan takut, ia pingsan setelah melihat cahaya yang menyilaukan itu, jatuh tidak daya dan menutup kedua matanya.
Miguel menoleh dan mendapati seorang laki-laki tinggi berambut hitam berdiri sambil memegang pedang perak, mata birunya itu menatap tajam, ia menoleh lagi ke belakang, kubus putih transparan yang mengurung Thomas menghilang tanpa bekas.
Pupil mata sang penyihir agung melebar, ia terkejut, namun sedetik kemudian ia menyeringai lebar, seolah mendapati sebuah harta karun yang amat berharga di depannya itu. "Ahh … Sudah kuduga."
Laki-laki yang berdiri itu adalah Thomas, ia berdiri dengan wujud aslinya tanpa terkena efek dari kutukan penyihir putih. Sosok tinggi dan tegap, sebelah tangannya memegangi tubuh iris yang pingsan, sebelah tangannya mengacungkan pedang dengan tegas.
Raut murka terlihat jelas di wajah Thomas, giginya gemerutuk, keningnya saling bertaut, pedang perak di tangannya itu berkilat-kilat, menampakkan keangkuhan sang pemiliknya, Thomas mengenggamnya dengan erat.
Penyihir Putih melihat pedang perak itu dengan mata memicing, raut tidak senang sangat kentara di wajahnya. Perak adalah musuh semua ras kecuali manusia, tidak ada yang berharap seseorang memilikinya bahkan menjadikannya sebuah pedang.
Miguel menghela napas panjang, ia menyibakkan rambutnya yang panjang, ia benar-benar terkejut saat ini, tidak menyangka sama sekali jika dugaannya selama ini benar. Ia sudah lama merasakan firasat buruk ini sejak ia mengutuk Thomas, jika sang pangeran ini adalah manusia biasa maka ia sudah lama mati dengan tubuh memutih, tapi ia bisa bertahan sejauh ini dan kembali ke wujud aslinya, hanya ada satu kemungkinan dari dugaan-dugaannya.
Thomas Phyla bukan manusia, ia juga bukan dari semua ras yang ada di kerajaan Megalima!