Setelah mendengar ocehan neneknya yang antusias terhadap gadis yang dekat dengan Lu Bexiao. Namun Lu Beixiao juga menanggapinya dengan biasa saja. Ia justru memikirkan tubuhnya yang mulai terasa panas. Ia bergegas ke lantai atas untuk mandi. Ketika sudah sampai di kamarnya, neneknya mengejar masih ingin bertanya padanya.
"Nenek bodoh, sepertinya gadis itu tinggal di komplek ini." Kakek Lu meninggikan suaranya sambil menatap nenek itu tidak suka, namun suaranya tetap bernada manja.
Karena gadis itu tinggal di komplek ini, jadi tidak perlu diantar sampai rumah.
Jiwa gosip Nenek Lu menggebu-gebu, "Di komplek ini? Dari keluarga siapa?"
Mendengar itu, Kakek Lu tidak memperdulikannya lagi, ia masih mengipasi tubuhnya.
"Kalau putri keluarga Li, sudah 25 tahun, kan? Lebih tua 4 tahun dari Beixiao. Tapi dia sepertinya sudah bersuami. Bukan.. bukan... kalau begitu, putri keluarga Sun? Juga bukan sepertinya. Atau gadis yang belum lama tinggal di sini itu? Siapa, ya namanya? Jangan-jangan putri keluarga Ye tetangga sebelah kita itu?!"
Nenek Lu bicara sendiri tanpa dipedulikan oleh suaminya. Tapi saat Nenek Lu menyebut "Keluarga Ye", Kakek Lu langsung memandang istrinya serius.
"Ye Zhenzhen putri Keluarga Ye masih 16 tahun, masih di bawah umur! Tidak boleh... tidak boleh! Itu melanggar hukum!" Ujar Nenek Lu.
Kakek Lu pun bangkit "Nenek bodoh!"
"Hei, kau memakikku?! Kalau kau cerdas, coba tebak dia putri keluarga siapa?!" Nenek Lu bersungut-sungut.
Kakek Lu memanglingkan wajah, tidak peduli dengan istrinya.
Nenek Lu kembali memikirkan semua gadis di komplek ini dan menghitung kecocokan usia mereka dengan Lu Beixiao, namun ia tidak terpikir Ye Qiao sama sekali.
*****
Saat tengah malam, langit yang awalnya indah seketika mendung dan turunlah hujan. Suhu udara pun menurun, rumah pun juga menjadi sejuk hingga fajar mulai menampakkan warna merah yang kontras di langit. Sayuran dan buah-buahan segar yang terkena air hujan, adalah pemandangan yang menggugah semangat.
Kakek Ye adalah orang yang suka bekerja, tidak seperti pensiunan yang lain. Ia suka menata bunga-bunga dan rerumputan, memelihara burung, dan bertanam sehingga rumahnya penuh dengan buah dan sayuran.
Di tembok ditanami luffa, sayuran sejenis timun yang memiliki bunga berwarna kuning cerah. Semua luffa itu menggantung. Di tempat untuk menanam tanaman merambat juga ada melon hijau. Kacang tunggak juga menggantung, tomat-tomat juga sudah matang berwarna oranye, tidak seperti 20 tahun kemudian yang warna matangnya adalah merah karena efek ditutupi terpal plastik yang digunakan dalam pertanian.
Ada juga terong, paprika hijau, dan lain-lain.
Ye Qiao memetik sebuah tomat dan menggigitnya. Rasa asamnya sangat dikenalnya.
Rasa ini, mengingatkannya pada kampung halamannya, tempat yang belum pernah ia ungkit bersama kakeknya.
Ye Qiao mengambil keranjang dan memetik beberapa buah, dan berencana untuk memberikannya pada kakek dan nenek tetangga sebelah. Ya, tidak lain adalah rumah Kakeknya Lu Beixiao.
Ye Qiao berdiri di depan rumah Kakek Lu dalam keadaan gugup. Di kehidupan sebelumnya, karena melakukan suatu hal, Nenek Lu tidak menyukainya.
"Nenek... Lu!" Perempuan tua berpunggung tipis dan berambut putih itu sedang berdiri di bunga-bunga kaca piring membelakang Ye Qiao. Beliau sedang memotong bunga yang sudah mekar.
Ye Qiao teriak dengan gugup, namun tetap memasang senyuman cerah di wajah.
Nenek Lu berpikir, siapa pagi-pagi begini meneriakkan namanya?
Setelah berbalik badan, Nenek Lu melihat seorang gadis memakai gaun sedang membawa sekeranjang buah-buahan. Senyumannya sangat manis.