Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

World Of Spirit

🇮🇩Ziyoou
--
chs / week
--
NOT RATINGS
7.4k
Views
Synopsis
Bercerita tentang Shin, anak yatim yang kehilangan segalanya dan berakhir menjadi pelayan keluarga besar. Dunia yang ditinggalinya memiliki hukum rimba yang mana; Yang kuat yang berkuasa. Shin hanya seorang anak lemah tanpa bakat apapun, bahkan tidak memiliki "Spirit". Suatu ketika, Shin menemukan sebuah telur yang berbicara melalui telepati dan mereka akhirnya melakukan kontrak dengan syarat; Shin harus menjadi kuat dan mengalahkan seseorang yang disebutkan oleh telur tersebut. Ikuti kisah Shin yang bertekad mengukir namanya dalam sejarah dunia spirit!
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog

Seorang anak laki-laki tengah tertidur pulas di atas ranjang kamar sempitnya, dalam malam gelap gulita tanpa cahaya bintang yang menghiasi angkasa. Beberapa waktu kemudian, terlihat wajah anak itu memburuk dan terus mengucurkan keringat dingin, siapa yang tahu apa yang anak itu mimpikan selama tidurnya....

***

Di sebuah kediaman yang megah, besar, serta memiliki halaman yang luas, terdengarlah suara tangisan bayi yang baru lahir menginvasi seluruh pendengaran mereka yang berada disana. Teriakan itu cukup keras bagaikan sebuah terompet yang ditiup, apalagi itu semua terjadi pada malam hari yang ditemani oleh bulan sabit yang menjadi satu-satunya cahaya bersinar di langit yang gelap.

"Selamat, nyonya. Anda melahirkan seorang putra...."

Wajah dari sang ibu yang baru saja melahirkan itu langsung berubah, rasa sakit setelah melahirkan tidaklah seberapa dengan kebahagiaannya setelah melihat wajah bayi mungilnya. Ia tersenyum hangat, lalu seorang pelayan perempuan meletakkan sang bayi di samping wanita yang melahirkannya. Sementara itu, pelayan-pelayan lain yang berada disana melakukan tugasnya masing-masing seperti membereskan ruangan yang sekarang sudah berantakan.

"Ngomong-ngomong, nyonya... Akan anda namai apa bayi anda yang imut ini?"

Pertanyaan dari sang tabib—seorang wanita tua yang rambutnya sudah hampir memutih seluruhnya—menarik perhatian sang ibu yang sedang menatap hangat bayi mungilnya. Mereka saling berpandangan sebentar sebelum pandangan sang ibu kembali pada putra tercintanya.

"Aku ingin putraku menjadi seseorang yang tangguh dan memiliki jiwa pemimpin. Oleh karena itu, aku akan menamainya—"

Tidak sempat sang ibu menyelesaikan kata-katanya karena kaget saat tiba-tiba pintu ruangan tersebut terbuka cukup keras, semua penghuni ruangan itu pun ikut terkejut dan hendak marah. Tetapi, setelah melihat orang yang baru saja membuka pintunya, mereka mengurungkan niat dan langsung menunduk memberi hormat pada seorang pria berpakaian mewah yang memasuki ruangan bersama beberapa orang di belakangnya yang tidak kalah bersinarnya dalam hal berpakaian.

"Suamiku, kamu membuatku terkejut saja," gumam sang ibu kemudian mengalihkan pandangannya kepada bayi mungil yang sekarang sedang menangis keras, "Lihatlah, anak kita jadi menangis."

Walaupun sang ibu marah tapi suaranya terdengar pelan karena keletihannya setelah melahirkan. Sekarang, suaminya atau kita sebut sang ayah dari bayi tersebut sedang berdiri di samping istrinya yang terbaring lemas di atas ranjang putih, matanya tertuju pada bayi mungil yang sedang menangis. Sang ayah mengangkat dan memangku putranya yang sedang menangis, wajahnya tidak menunjukkan kebahagiaan saat menatap bayi di pangkuannya. Ia berbalik menghadap pengikutnya dan berbisik kepada salah satu.

"Coba periksa," gumam sang ayah pelan, hanya terdengar antara dia dan orang yang mengikutinya.

Salah satu pengikutnya—seorang pria yang lebih tua darinya terlihat seperti seseorang pada usia 70-an tahun—mendekati sang ayah yang sedang memeluk putranya. Tidak tahu apa yang mereka lakukan, tetapi bayi yang tadi menangis keras sekarang menjadi tenang dan tidak bersuara, hal itu menarik seluruh perhatian penghuni lain yang ada disana.

"Apa yang kalian lihat? Kembali bekerja!"

Salah satu pengikut yang terlihat lebih muda dari yang lain berteriak keras pada para pelayan yang berhenti bekerja. Setelah mendengar suara orang itu, semua pelayan langsung kembali bekerja dengan pemikiran yang sama; rasa takut akan dikenai hukuman.

Setelahnya, pengikut sepuh yang berada dekat dengan sang bayi, mengambil tangan mungil bayi tersebut dan memeriksa nadinya beberapa lama lalu beralih memeriksa jantungnya. Sang ibu mulai merasa khawatir, tapi apa yang bisa dilakukan seseorang yang sedang terbaring lemas, dia hanya berharap suaminya tidak melakukan apa-apa terhadap bayi mereka. Sekitar satu menit kemudian, pengikut sepuh menggelengkan kepalanya setelah selesai memeriksa bayi tersebut dan mundur beberapa langkah. Sang ayah mengernyitkan alisnya lalu menatap sang bayi di pelukannya.

"Aku akan membawanya bermain dan menunjukkan betapa luasnya dunia ini padanya," ucap sang ayah berbalik dengan senyuman lebar menghias wajahnya, melihat istrinya yang terbaring lemas namun senyuman hangatnya tidak pernah sirna dari wajahnya.

"Tentu saja, tapi jangan terlalu lama membawanya berkeliling, suamiku."

Sang ayah hanya menjawab dengan anggukan pelan lalu keluar dari ruangan bersama anak dan pengikutnya yang lain. Setelah mereka meninggalkan ruangan, para pelayan bernafas lega dan akhirnya dapat bekerja lebih santai tanpa ditekan.

"Apa tidak apa-apa, nyonya?"

Sang ibu melihat pada tabib yang penuh kekhawatiran, terlukis di wajahnya. Dia hanya tersenyum tipis, lalu menjatuhkan pandangannya pada pintu yang menjadi satu-satunya jalan untuk keluar dari ruangan itu.

"Aku yakin padanya, dia tidak akan melakukan apapun pada anaknya, meskipun anaknya cacat sekalipun."

***

"Tuan, apa anda yakin akan melakukan itu?"

Salah satu pengikut bertanya saat mereka sedang menyusuri lorong ruangan yang akan menuju ke halaman luar. Pertanyaan itu cukup untuk membuat pengikut lain menggelengkan kepalanya, lalu sang ayah berhenti melangkah dan melihat pada pengikutnya.

"Tentu saja. Kalau kamu tidak setuju denganku, maka bawa bayi ini dan lakukan dengan tanganmu sendiri," ucapnya sambil mengulurkan tangan, menggestur seperti menawarkan bayi di tangannya.

"Ti-tidak, tuan. Aku hanya memastikan saja...."

Sang ayah menatapnya dingin sebelum membalikkan badannya dan mulai melangkah lagi. Bersamaan dengan itu, dia memerintahkan pengikutnya untuk membawa pergi pengikut yang sudah mempertanyakan akan tindakannya.

"Padahal dia memiliki bakat yang bagus, tapi dia tidak bisa menjaga sikapnya, sayang sekali." Pengikut sepuh menggelengkan kepalanya, sementara tangannya mengelus janggut panjangnya.

"Ya, kau tahu sendiri. Aku tidak membutuhkan orang yang bodoh dan berani menentangku, meski orang itu kuat sekalipun."

"Itulah tuanku, fufu."

Waktu berlalu dan malam semakin diselimuti dengan kegelapan, hampir tidak ada cahaya yang menerangi mereka yang sedang menyusuri jalan setapak di hutan. Berjumlah sekitar delapan orang, masing-masing mengenakan jubah berwarna gelap dengan seseorang yang memimpin mereka mengenakan jubah hitam yang berkamuflase dengan gelapnya hutan.

Di ujung jalan yang mereka tempuh, setelah berhasil keluar dari hutan adalah sebuah jurang besar yang seperti memisahkan tanah tersebut menjadi dua bagian. Di tepi jurang, berdirilah seseorang mengenakan jubah hitam yang berkamuflase dengan kegelapan malam, di tangannya memegang sebuah bola transparan yang di dalamnya terdapat seorang bayi yang tertidur lelap. Dia mengangkat bola itu ke atas, sejajar dengan jurang besar yang terlihat kedalamannya sangat hitam seperti tidak memiliki ujung.

"Dengan ini, aku, Kaisar Langit akan memberikan persembahan padamu, wahai makhluk yang menghuni Jurang Kematian!"

Bersamaan dengan sumpahnya, petir mulai bergemuruh dan tanah di sekitar mereka bergetar, di dalam kegelapan jurang terdengar samar-samar suara raungan. Orang itu menelan ludah sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Aku akan mempersembahkan seorang anak yang nantinya akan mengguncang dunia bawah. Dengan ini aku, Kaisar Langit, memberi nama anak ini....!"

JDEERRRR!!

Suara petir menyambar terdengar keras, membuat kalimat orang itu menjadi tidak terdengar. Terlihat orang itu melihat ke dalam jurang dengan wajah takut, sebelum akhirnya melemparkan bola transparan yang terdapat bayi di dalam ke kedalaman Jurang Kematian.

***

"Shin!"

Suara nyaring itu mengejutkan seorang anak laki-laki yang terlihat berusia 8 tahun, anak itu terbangun dari tidurnya. Dia membuka kelopak matanya yang masih terasa berat, melihat sesosok orang yang terlihat kabur. Setelah mengedipkan mata beberapa kali, dia akhirnya dapat melihat dengan jelas orang yang ada di hadapannya.

Sesosok anak gadis yang seumuran dengannya, rambutnya panjang berwarna merah gelap, kulitnya seputih salju, dan iris yang cerah seperti emerald. Namanya Litia, seorang gadis yang berasal dari keluarga besar dan menjadi salah satu keluarga terkuat dari kesepuluh keluarga terkuat lainnya, yaitu keluarga Vailvidra.