Waktu menunjukan pukul 8.
Ini waktunya untuk mulai tracking ke Bukit di belakang Villa. Jam 7 pagi, Kmai membangunkan para peserta LDKO untuk sarapan. Kami memasak sarapan mie pakai telor, tak lupa nasinya. Semua peserta diwajibkan membawa mie dan telor yang lalu dikumpulkan untuk Kami masak untuk menjadi sarapan pagi mereka.
Setelah briefing di pagi hari, Kami pun membimbing para Peserta LDKO untuk tracking.
Sebelum berangkat, Aku selalu mengecek kembali kesiapan semua Peserta karena takut ada Peserta yang tidak kuat untuk ikut tracking yang nantinya bisa menjadi masalah. Salah seorang Peserta yang bernama Clara mengaku sakit, Kami pun membiarkan Clara untuk tetap beristirahat di dalam villa.
Para kakak alumni senior BMT masih di villa—mereka akan berangkat ke bukit jam 9 mengendarai mobil. Mereka sementara masih beristirahat di dalam villa. Sementara Bella yang menjaga Clara di villa.
Jalur yang dilalui untuk tracking memang bukanlah jalur yang mudah. Mereka dibariskan lalu mata mereka ditutup oleh slayer. Seperti biasa, mereka sudah dibagi beberapa kelompok dan setiap kelompok dipandu oleh 2 orang pengurus BEMT. Mereka berjalan saling memegang bahu teman di barisan depannya. Kami membuat mereka berkeliling dahulu di halaman sampai menuju jalanan yang akan menuju bukit. Kak Rico dan Kak Iqbal iseng mengerjai peserta LDKO dengan memasang terowongan pendek sehingga para peserta LDKO harus menunduk melewatinya, dan juga membuat polisi tidur yang tinggi supaya mereka melaluinya harus dengan melompat.
Maka setelah sampai di pinggir jalan, mata mereka pun dibuka, dan mereka pun berjalan mengikuti para Pengurus BEMT untuk sampai ke Bukit.
Aku membawa semua keperluan medis yang basic, alat- alat medis itu kubawa dengan sebuah ransel dimana isinya ada plaster, obat luka, tolak angin, obat anti mabuk, parasetamol, serta tak ketinggalan yang sangat penting adalah taung oksigen. Sebagian perlengkapan obat kutitipkan pada Fajar dan sebagian lagi kubawa di dalam tas ranselku.
Aku berada di barisan tengan mengawal para peserta LDKO.
Sebenarnya memang sangat sulit menjadi koordinator acara ini, Aku sendiri tak menyangka jika Aku bisa mengemban tugas ini.
Akhirnya Kami sampai di depan bukit yang harus dilalui dengan perlahan. Semua peserta yang naik saling bantu- membantu, mengingat medannya yang cukup terjal, awalnya peserta Cowok yang naik lebih dahulu, lalu mereka gantian membantu peserta cewek yang akan naik.
Aku sendiri dibantu teman cewekku yang lain karena membawa perlengkapan yang cukup besar. Mereka mengambil tasku, barulah Aku nauk ke atas bukit.
Lalu Kami menyusuri bukit dan tibalah Kami semua di Bukit yang dimaksud.
Di Bukit ini Para Panitia dan Pengurus telah menyusun sebuah permainan yang harus dilalui oleh Para Peserta LDKO.
Aku pun berbaris di tingkat ketinggian pertama bukit tersebut.
Lalu Kakak Tingkat berada di tingkat kedua, dan yang paling atas, ada Kakak Senior yang sudah alumni maupun yang semester akhir berada di puncak bukit paling tinggi. Dan di tingkat paling atas ini, ada sebuah tiang menacap.
Game ini sebenarnya sama seperti game yang pernah Aku lalui saat Aku masih menjadi Peserta LDKO. Rasanya baru kemarin Aku menjadi peserta game ini, kini Aku yang menjadi panitia penyusun game ini. Waktu benar- benar cepat berlalu.
Sang Ketua Pantitia, Siapa lagi kalau bukan JP mulai memberikan aba- aba dan cara permainan dari game ini. Dia menjelaskan cara permainan challenge kali ini. Para peserta LDKO harus bisa menjawab pertanyaan di setiap level bukit untuk bisa naik dan melewati bukit tersebut. Tujuan mereka adalah berhasil mencapai puncak, yaitu bukit dimana ada tiang tertancap, dimana mereka harus mengibarkan bendera BEMT disana.
JP melemparkan satu pertanyaaan tentang logika kepada peserta LDKO, JP mempersilahkan siapa saja yang mampu menjawab, mengakat tangan dan bila menjawab dengan tepat maka si Peserta LDKO dibolehkan naik dengan hanya membawa 3 temannya saja.
**
Challenge ini telah berjalan selama lebih dari 2 jam. Masih banyak peserta LDKO yang berada di bukit pertama karena belum berhasil menjawab pertanyaan pengurus BEMT dari Kating.
Pada bukit kedua, terlihat peserta LDKO melakukan olahraga, seperti sit up, jogging, push up, dan lainnya. Lalu, pada bukit ketiga ada dua anak yang berhasil sampai disana namun sedang beradu argumen dengan para senior.
Salah seorang peserta LDKO BEMT—Inas, menunjuk tangan, "Kak maaf!"
"Iya, ada apa?" Bernand menyahut pertanyaan Inas dengan suara berat.
"Kak, temen saya si Vivi kayanya udah nggak kuat deh. Dia punya asma katanya." Inas menunjuk seorang anak perempuan berambut sepinggang yang diikat kuncir kuda berdiri sambil bersandar di pohon memegangi bagian perut dan dadanya.
Sontak aku langsung turun dan menghampiri Vivi. Ketika ku hendak memeriksanya, dia mengatakan bahwa dia masih kuat dan tetap akan melanjutkan LDKO ini sampai selesai.
"Vi, nanti kalo kamu kenapa-napa gimana? Udah ayo ikut kakak istirahat di pinggir aja," ujarku.
Aku mengeluarkan tabung oksigen dan langsung memberikannya pada Vivi.
"Kak, aku nggak papa kok bener deh!"
"Kamu bilang nggak papa tapi nafasnya udah mau habis gitu," kataku sembari memasangkan tabung ke mulut Vivi.
Namun, setelah diberi bantuan oksigen ternyata Vivi masih belum terlalu membaik.
JP sepertinya memperhatikan sesuatu. Ia turun ke bawah menghampiriku dan Vivi. "Vanya, gimana keadaannya Vivi sekarang?"
"JP, gawat nih Vivi masih belum baekan, kayanya mending kita bawa turun aja dia."
"Iya Van, tapi Kita lagi di atas. Gue masih belum yakin bawa Vivi turun. Nggak ada tandu juga kan?!" JP terdiam dan memasang raut wajah cemas.
"Kita gotong bareng- bareng aja, jalan pelan- pelan... Bismillah aja nggak kenapa- napa." Aku pun benar- benar sangat cemas.
JP melanjutkan, "Gue udah siap atas semua konsekuensinya." Ia menarik rambutnya ke belakang dengan jari- jari tangannya.
"Konsekuensi?" Aku tak mengerti.
"Kalu Vivi kenapa- napa, Gue udah siap buat masuk penjara."
��Astaga Jep... lo nggak boleh pesimis kayak gitu dong! Pasti masih ada banyak jalan buat nyelametin Vivi!" ujarku menenangkan JP.
"Gue penanggung jawab keseluruhan acara ini, Van. Semoga Nyokap Gue maafin Gue. Gue ngerasa bersalah banget kalau sampai ngecewain Nyokap Gue."
JP menampakkan ekspresi frustasi dan kecemasan di wajahnya. Belum pernah aku melihat JP sampai sepanik ini. Aku tahu sebagai ketua dialah yang paling bertanggung jawab akan kelangsungan keseluruhan acara. Apa pun yang terjadi yang akan menerima tanggung jawab paling berat adalah dia. Yang lebih sedih lagi, Dia sangat memikirkan Ibunya yang akan kecewa jika Ia benar- benar mengecewakannya.
Aku sembari menenangkan Vivi yang sedang bersandar di pohon. "Vi, gimana sekarang rasanya? Masih sakit nggak?"
"Nggak papa kak, aku udah baikan kok, Udah biasa kambuh gini." ujar Vivi.
JP terus menerus memantau kondisi Vivi denganku, sementara acara LDKO tetap berjalan tanpa kehadiran Aku, JP dan Wanda, serta Inas, teman dari Vivi.
Nafas Vivi nampak masih tersengal- sengal.
"Jep, Vivi makin parah deh... Kita nggak punya pilihan lain..."
**