Chereads / Mawar Biru / Chapter 14 - Akhir dan Awal

Chapter 14 - Akhir dan Awal

Apakah awal dan akhir berjalan bersamaan?. Aku rasa iya, tetapi bukan pada hal yang sama. Karena akhir dari kebahagiaan merupakan awal dari kesedihan.

๐Ÿƒ

Tanpa sadar aku tersenyum. Bunga seakan sedang bemekaran di dalam dadaku. Kupu-kupu seakan sedang berterbangan di perutku. Aku tau aku menyukainya, tetapi sekarang aku yakin bahwa aku benar-benar menyukai Aidan. Entah apa nama rasa suka ini, satu hal yang pasti, rasa suka ku pada Aidan berbeda dengan rasa suka ku pada teman ku yang lain. Aku menyukai dia lebih dari aku menyukai temanku. Aku suka menghabiskan waktu bersamanya.

Aku melirik Aidan yang sedang memandang lukisanku. Aku teringat kejadian yang Aidan meminta ku untuk melupakannya. Apakah dia akan melakukan hal yang sama?. Apakah jika aku mengatakan 'aku menyukainya', dia akan memintaku untuk melupakannya?. Aku takut dan aku tak ingin tau.

"Kenapa nama lukisannya finding hope? Inikan pohon." Katherin menatap lukisanku heran.

"Karena saat aku melihat pohon itu, aku menemukan harapan baru. Saat itulah aku juga berkeinginan saat orang lain melihat lukisan ini, mereka bisa menemukan harapan baru dalam hidupnya," jawabku.

"Wah, itu sangat bagus. Maknanya sederhana tetapi berharga." Katherin tersenyum bangga padaku.

Selain pameran lukisan, aniversary sekolah tahun ini juga banyak menampilkan acara yang lainnya. Salah satunya adalah pengadaan acara seni dari semua kelas. Setelah melihat pameran, kami menuju ke lapangan sekolah untuk melihat acara seni. Kenangan penuh tawa bersama ini, rasanya tidak akan bisa hilang. Aku ingin kenangan ini tidak akan ada yang berubah, tetapi seperti yang kita tau. Tak ada yang tidak berubah sepanjang waktu, dan aku mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin.

๐Ÿ‚

Malam tahun baru. Malam terakhir di tahun 2014 dan akan datang pagi pertama di tahun 2015.

Aku kesal, benar-benar kesal. Sepertinya alam sedang tidak ingin bekerja sama dengan kami. Padahal rencana hari ini sangatlah penting, terutama bagi paman Hazan.

"Aku menyerah, aku tidak tau lagi bagaimana caranya mengendalikan angin ini, karena aku bukan avatar," kataku, menatap paman Hazan yang sedari tadi sedang fokus dengan rencananya.

"Sebentar, aku sedang memikirkan sesuatu supaya rencana ini bisa berhasil," tegas Paman Hazan.

Aku ikut menatap kumpulan kelopak bunga mawar merah di tanah yang sedari tadi menjadi fokus paman Hazan.

"Kita harus bisa menemukan sesuatu yang bisa menutupi ini," kataku, kedua tanganku menunjuk ke arah kumpulan kelopak bunga mawar merah berbentuk hati, yang sudah rusak karena angin yang berhembus.

"Aku juga sedang memikirkan hal itu sedari tadi," jawab Paman, menatapku dengan wajah berkerut jengkel.

Apa salahku? Kenapa dia malah terlihat melampiaskan amarahnya padaku?. Bukan salahku kalau angin sedang bersemangat berhembus hari ini. Apa aku menyebalkan karena berisik? Aku kan hanya berusaha membantu.

"Maaf, paman tidak sedang marah padamu, hanya saja keadaan ini sangat menjengkelkan," ucap Paman. Suaranya terdengar seperti sudah akan kehilangan kekuatannya, mungkin dia sedang benar-benar frustasi.

"Aku tau," ucapku, tersenyum mencoba untuk menenangkan paman.

Tentu saja dia sedang stres saat ini. Hari ini paman ingin melamar kak Fania, tepat di malam pergantian tahun. Dia yang sudah terlihat gugup dari kemarin, sekarang terlihat semakin kacau karena rencananya kurang berjalan mulus. Menjadi pria romantis ternyata menghabiskan banyak tenaga dan membuat frustasi.

"Bagaimana kalau kita menggabungkan kardus untuk menutupnya? Kita cari kardus yang cukup kuat supaya kita bisa memberi beban diatasnya, jadi nanti tidak akan diterpa angin." Setelah lama berpikir, untungnya aku bisa menemukan cara yang cukup mudah untuk mengatasi permasalahan kami.

Paman menatapku dan menyinggungkan senyum lebar menunjukkan gigi putihnya, mata sipitnya menatapku penuh kelegaan. "Kamu memang ponakan paling pintar."

"Tentu saja."

๐Ÿ‚

"Pokoknya nanti jangan sampai lupa urutan rencananya," ucap Paman langsung menghampiri ku, padahal aku baru saja duduk.

"Iya, tenang aja, aku udah hapal sampai luar kepala."

Paman pergi menuju ke arah kak Fania. Aku segera mengalihkan pandangan ke arah meja yang penuh dengan makanan dan minuman. Hari ini hampir semua orang yang aku kenal berkumpul di teras rumah bibi Aitria untuk merayakan malam pergantian tahun bersama. Bahkan orang tuaku yang biasanya sangat sibuk, hari ini mengambil cuti untuk membantu bibi Aitria mempersiapkan acara ini, terlebih lagi juga ada rencana penting paman Hazan yang ingin melamar kak Fania.

"Pamanmu sangat merepotkan," gerurtu Aidan, tiba-tiba dia sudah duduk di kursi sebelahku.

"Dia membuat semua orang ikut menjadi resah seperti dirinya. Apa yang dia lakukan padamu?" tanyaku. Aku tersenyum melihat wajah Aidan yang berkerut kesal.

"Dia memintaku memasang banyak hal. Kau tadi kabur kemana?"

"Aku nggak kabur, tapi sedang membuat penutup untuk kelopak mawar yang melelahkan itu."

"Apa menurutmu dia tidak berlebihan? Dia membuat hampir semua orang yang ada disini jengkel," sindir Aidan. Tatapannya sekarang fokus pada paman Hazan yang sedang berbicara dengan Risky, mungkin dia juga sedang mengomeli anak itu.

"Kau benar," kataku menggeleng melihat paman yang sedang mengomeli Risky, bahkan sepertinya Risky sama sekali tidak menghiraukan perkataan paman Hazan.

"Elena," panggil ayahku, membuatku mengalihkan pandangan dari paman Hazan dan Risky.

Aku menuju ke arah ayah berada , sepertinya dia sedang sibuk memanggang daging. "Kenapa yah?"

"Suruh pamanmu itu untuk tenang, kalau tidak dia malah akan menghancurkan acaranya sendiri," ucap ayah terdengar sedikit khawatir, mungkin karena dia dulu pernah mengalami hal ini.

"Aku menyerah, aku sudah mencoba dan itu sama sekali tidak mempan," kataku menggeleng pelan.

Ayah menghela nafas pendek dan kembali menatap ke arahku. "Kalau begitu kamu duduk disini saja, daging dan sosis panggangnya sudah mau matang."

Tentu saja aku segera menuruti perkataan ayah, tak ada yang lebih penting daripada mengisi perut yang kosong. Suara alunan musik pilihan bibi Aitria, membuat rasa makanan yang aku makan menjadi semakin enak. Akan lebih menyenangkan jika kita bisa sering menghabiskan waktu seperti ini. Ayah dan ibu yang selalu sibuk pun, akhirnya dapat meluangkan waktu bersama, senyum seakan tak berniat meninggalkan raut wajahku. Malam yang semakin menggelap tak jadi masalah, dingin yang dirasakan kulit tapi kehangatan menjangkau hati ku.

Paman Hazan memberikan tatapan kode padaku untuk memulai rencananya. Aku segera bangkit dari tempatku duduk, menjemput kak Fania, berbohong kepadanya untuk menemani aku pergi ke suatu tempat. Padahal kita pergi ke teras rumahku tetapi aku harus memutar jalan agar paman Hazan dan yang lainnya bisa tiba disana lebih dulu, untung saja alasan yang aku berikan kepada kak Fania bisa dia terima, kalau tidak pasti rencana ini bisa gagal. Kita sampai di depan halaman rumahku yang saat ini sudah sangat gelap sekali.

"Kenapa halaman rumahmu gelap? Tadi lupa dinyalain ya lampunya?" tanya kak Fania panik, dia segera melayangkan tatapan ke segala penjuru melihat sekitar.

Tiba- tiba terdengar suara alunan biola dari cover lagu perfect milik Ed Sheeran. Lampu kuning kecil menyala di sepanjang jalan kecil yang diujung sana terdapat paman Aidan, berdiri di antara kelopak bunga mawar merah berbentuk hati sedang memainkan biola. Paman Hazan sengaja menggunakan keahliannya, yang baru mengawali karir sebagai seorang violinis, selama hampir dua tahun untuk melamar kekasih hatinya. Risky muncul disamping kak Fania, memberikannya sebuah layangan yang cukup besar. Seletah itu paman menyentuh tali layangan, dan meminta kak Fania untuk menerbangkan layangan bersama. Untung saja saat ini angin sedang bersahabat, sehingga mudah untuk menerbangkan layangan. Setelah layangan sampai di atas, kegelapan membuatnya seperti menghilang.

Duar...Duar...Duar...

Suara pergantian hari, bulan dan tahun. Suara perpisahan dan selamat datang. Suara kenangan dan harapan baru.

Suara kembang api menggelegar dilangit malam, cahayanya membuat langit menjadi bercahaya keperakan dengan junataian api. Saat itulah tulisan yang ada di layangan dapat terlihat, aku pun ikut menengok ke atas membaca tulisan tersebut. Ayo kita hadapi semuanya bersama, selamanya?. Saat aku melihat kak Fania, dia tersenyum tetapi air mata mengalir membasahi pipinya. Aku tau itu bukan air mata kesedihan, itu adalah air mata karena kebahagiaan yang tak terbendung. Saat kak Fania mengangguk pelan, paman langsung menyusup memeluknya lega, bahkan aku bisa melihat dia juga ikut menangis.

Mungkin inilah yang dinamakan bebicara tanpa suara, memahami tanpa kata, hanya dengan tatapan kadang semuanya bisa terungkap.

"Mungkin inilah yang dinamakan sesuatu yang berlawanan bersatu, saat akhir dan awal berdampingan menjadi suatu kenangan yang tak terlupakan," ucap Ayahku.

Aku memandang ayah yang berdiri di sampingku, tersenyum padanya. Ayah benar, tak semuanya yang berlawanan akan selalu menjauh, justru terkadang mereka akan bertemu dan mengungkapkan hal yang luar biasa. Akhir dari kegelisahan paman dan awal dari kehidupan barunya.

Begitulah, bukankah kita menyukai kejutan dalam kehidupan ini?.