Semalaman Alif terjaga untuk merawat Alifah. Dirinya tak henti-hentinya mengganti kompres Alifah yang ada di jidatnya. Beberapa jam ia bertahan sebagai bukti untuk menebus rasa bersalahnya, juga kekhawatiran yang mengusik hatinya yang tak nyaman.
Sang darah itu terlelap cukup damai meskipun sesekali keningnya berkerut. Dan itu tak luput dari pengamatan Alif. Sepertinya besok dirinya harus izin, takutnya dirinya hanya akan tertidur di dalam kelas. Bisa buruk pandangan orang terhadapnya. Masa KeTos molor sih dalam kelas. Contoh buruk nih.
Beberapa menit kemudian ternyata matanya tak bisa di ajak untuk kompromi. Berkali-kali dirinya menggelengkan kepalanya untuk mengusir kantuknya tetapi tidak berhasil. Matanya menyerah, minta tolong untuk di tidurkan karena tinggal lima watt lagi. Dan Alif pun mengikuti kemauan matanya, toh panas Alifah sudah agak menurun. Istirahat sebentar sepertinya tidak masalah.
Tidak lama Alif memejamkan matanya, Alifah mulai menggeliat. Merasa heran badannya tiba-tiba berat seakan ada benda yang menimpanya dan melilitnya. Dia pun semakin berusaha untuk membebaskan dirinya dari lilitan seseorang. Tunggu?? Seseorang melilitnya? Mata Alifah dia paksa buka kemudian sesuatu dari kepala terjatuh ke samping yang tak lain adalah kain yang lembap.
Melihat kondisinya yang seperti semalam membuatnya kembali geram. Seakan-akan dia ingin menendang Alif ke planet Pluto dan tak muncul-muncul lagi. Jangan bayangkan Alifah akan berteriak alay mirip Drama Korea setelah ia bangun dari tidur di sertai dengan seseorang di sampingnya dengan tangan dan kaki melilit tubuhnya bagikan bantal guling. Tidak, dia tidak seperti itu hanya saja asap keluar dari lubang hidung dan telinganya. Tetapi sepertinya di malam ke dua ini dirinya ingin merealisasikan apa yang ada dalam otaknya.
Deh. Jantungnya seakan ingin meledak.
Jilbab dan kerudungnya di mana? Dan siapa yang mengganti pakaiannya yang sepertinya bukan miliknya. Perasaan dia tidak pernah memiliki baju yang seperti ini. Baju tidur berlengan pendek warna pastel bertahan licin.
Pergerakan Alifah bukannya mengakibatkan lilitannya bertambah longgar malah semakin erat. Bahkan sekarang nafas hangat Alif dapat ia rasakan menerpa daun telinganya dan membuatnya berdesir tak nyaman.
"Biarkan seperti ini, ku mohon. Saya baru tidur beberapa menit yang lalu".
Permohonan Alif sempat membuat Alifah teridam beberapa saat, tapi hanya sebentar. Setelahnya dia tidak peduli. Dia tidak peduli Alif tidak tidur semalam karena mengompresnya, yang dia pedulikan sekarang ialah auratnya. Dia harus menyelamatkan auratnya dulu.
Kenapa sampai terbuka seperti ini.
Karena sepertinya Alif tidak ingin menyerah dan tetap melilit tubuh Alifah, maka dengan sangat terpaksa Alifah terbebas dengan cara...
Buuhkkk (anggaplah suara yang jatuh ke lantai)
"Kamu apa-apaan sih. Sakit tau di tendang kaya gini" geram Alif marah sambil menggosok-gosok pantatnya yang sakit. Waktu tidurnya di ganggu dan bokongnya mencium lantai.
Rasanya tak perlu di tanya. Kalau mau tau rasanya, coba aja sendiri. Namun Alifah tidak peduli dan secepat kilat dia menarik selimut kemudian dia menutupi tubuhnya mulai dari kepala. Dirinya bagaikan kepompong yang besar. Terlihat lucu.
"Kamu tidak tau diri ya. Saya tahu yang merawat kamu semalaman. Seharusnya tuh kamu itu berterima kasih. Jangan di balas dengan tendangan kamu dong. Mentang-mentang sudah sehat. Madu di balas pake air tuba.Tega.". Kata Alif mendramatis, kemarahannya belum reda.
"Siapa yang mengganti baju saya? " Tanya Alifah dengan sorot mata yang khawatir. Matanya mencari keberadaan pakaiannya yang sepertinya sudah bergabung dengan pakaian kotor lainnya dalam keranjang. Dia tidak ingin mendengar jawaban bahwa Aliflah yang menggantikan pakaiannya. Jangan sampai hal itu terjadi. Dirinya tak bisa membayangkannya. Sungguh, tenggelamkan saja dirinya jika ham itu terjadi.
"Kamu pikir kira-kira siapa?". Jawab Alif jenaka disertai senyum songongnya yang ia tampakkan. Senyum yang sangat di benci Alifah. Entah kenapa bersama Alifah, Alif memiliki banyak ekspresi yang belum pernah ia tampakkan sebelumnya.
"Jawab saja kenapa sih susah amat." Balas Alifah geram. "Tapi tunggu dulu bukannya semalam saya tidur di mobil? Kok tiba-tiba sudah ada dalam kamar?. Apa jangan-jangan kamu yang.... "
"Yap.. Kamu pintar. Aku yang membawamu kemari, aku yang mengompresmu dan aku yang... ".
Sengaja Alif memotong perkataannya, senang rasanya melihat ekspresi Alifah khawatir seperti ini. Tapi malah mendapatkan tatapan horor dari Alifah. Biarkan, siapa suruh menendang dirinya. Di tendang itu sakit tau.
"Baikkan saya? "Katanya sebelum memuji dirinya.
Alifah tak bisa berkata-kata. Tangisannya ingin meledak keluar.
Sungguh dia tidak ingin hal ini terjadi menimpa dirinya. Ya Allah dirinya sudah terlalu intim dengan Alif. Di gendong, di peluk dan bahkan aurat yang di jaganya selama ini Alif bahkan susah melihatnya. Apakah masih bisa mendapatkan pengampunan-Mu ya Allah? Dirinya terlalu kotor.
"Kenapa? Mau nangis? Mau mewek? Dengar ya!! Kam... " Ejekan Alif tiba-tiba terhenti karena tiba-tiba saja matanya menangkap sesuatu noda berwarna merah di seprai kasurnya. Dan ternyata mata Alifah pun secara bersamaan juga menangkap apa yang di tatap Alif. Mereka berdua menatap noda merah itu dengan tatapan yang horor dengan persepsi yang berbeda. Panik, itulah dirasakan mereka.
Sebelum Alifah mengatakan sesuatu, Alif sudah menyelah duluan. Alifah yang tadinya ingin menangis sekarang dirinya yang ingin meraung-meraung.
"Alifah saya bisa jelaskan. Saya tidak pernah menyentuhmu selain mengompres kepalamu. Saya berbohong barusan. Bukan saya yang mengganti bajumu, tapi mama. Kamu boleh tanya mama jika kamu tidak percaya. Saya tidak senekat dan selancang itu untuk mengganti bajumu. Saya Cuma ingin mengerjai kamu karena kamu nendang saya. Ku mohon percaya sama saya. Sumpah saya tidak pernah ngapain-ngapain kamu. Saya tidak pernah berbuat macam-macam sama kamu" kata Alif panik menjelaskan panjang lebar. Semoga Alifah percaya. Beginilah jika ngerjain anak Sholeha, langsung dapat karmanya.
Mendengar penjelasan Alif malah membuatnya bingung sendiri. Heran kenapa Alif terlihat ketakutan, seharusnya dirinya yang malu, kenapa justru Alif yang heboh. Mau menjelaskan juga yang sebenarnya malah tidak di beri kesempatan untuk bicara.
"Aku mohon Alifah percaya sama saya. Sekali lagi saya katakan saya tidak berbuat yang senonoh sama kamu. Mana tega saya melakukannya di saat kamu lengah, memang saya laki-laki brengsek apa"
"Lif kamu bicara apa sih? " tanya Alifah bingung perkataan Alif tambah ngelantur. Siapa juga menuduh Alif yang macam-macam. Tapi syukurlah sekarang dirinya merasa lega ternyata bukan Alif yang mengganti pakaiannya. Tapi meskipun begitu rambutnya sudah terlihat dan Alif memeluknya. Dia tidak terima atas perlakuan Alif padanya.
"Aku belum menyentuhmu Alifah tapi kenapa darah perawanmu sudah keluar". Jawab Alifah frustrasi.
What??? Jadi Alif mengira noda merah itu darah perawannya? Yang benar saya.
"Alif itu bukan darah perawan. Tapi darah haid". Cicit Alifah speechless. Wajahnya merah semerah tomat karena menahan malu.
Sementara Alif... Hanya terdiam tak tau harus berkata apa. Sungguh tadi itu jantungnya hampir meledak sakit paniknya.
"Lif boleh saya minta tolong saat kamu? " tanya Alifah takut-takut. Tapi bagaimana lagi hanya Aliflah yang bisa menolongnya.
Alif masih terdiam di tempatnya. Dirinya masih syok. Kamu kok bodoh banget sih Lif. Kenapa tidak di pastikan dulu. Kenapa berpikiran yang tidak-tidak. Malu-maluin saja.
"Tolong carikan pembalut sama mama atau sama Mbak Aty, siapa tau mereka ada persediaan" kata Alifah menekan rasa malunya yang setinggi langit.
"Apa?? Kamu menyuruh saya cari pembalut?? " kali ini permintaan Alifah kembali membuatnya syok.