Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

LOVE IN THE WAR

๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉNicksCart
--
chs / week
--
NOT RATINGS
25.4k
Views
Synopsis
Justine Arion (22 th) seorang pria tampan tapi bisu bertekad mengikuti sekolah khusus militer. Walau banyak hujatan yang di terimanya Justine tetap pada keinginannya untuk bisa menyelesaikan sekolah militernya. Hal itu di lakukan demi mengetahui siapa pembunuh orang tuanya. Reynata Sky (30 th) seorang wanita cantik sebagai pengajar di sekolah militer yang sangat tegas dan disiplin. Mempertahankan Justine untuk tetap bisa menyelesaikan sekolahnya walau harus melawan atasannya. Karena ketampanan dan dinginnya sifat Justine, akhirnya Reynata jatuh cinta. Dapatkah Reynata meluluhkan dinginnya hati Justine? Dapatkah Justine menemukan pembunuh kedua orang tuanya yang mempunyai tanda tato Elang di punggung tangannya?
VIEW MORE

Chapter 1 - TUJUAN BALAS DENDAM

Sambil duduk di pinggir sawah Justine memperhatikan beberapa pekerja yang masih menanam padi dengan sangat giatnya. Walau hari sudah sore mereka tidak peduli dan tetap menyelesaikan pekerjaannya.

Beberapa kali Justine menghela nafas panjang merasakan sepi yang tidak ada batas.

"Justine." panggil Ronney pamannya Justine yang sudah merawat Justine sejak usia Justine sepuluh tahun.

Justine menoleh ke arah pamannya dengan kedua mata sedikit merah.

Hatinya sudah bertekad tidak ingin lagi berlama-lama diam di desa memendam rasa sedih dan dendam pada seseorang yang telah membunuh kedua orang tuanya.

Ingatan Justine pada pria berkulit putih dengan tubuh kekar dan sebuah tato bergambar burung elang di punggung tangannya telah mengakar kuat dalam ingatannya.

Saat itu Justine dalam keadaan trauma akut. Kematian kedua orang tuanya yang meninggal di hadapannya dengan luka tembak di kepala membuat Justine sangat shock dan tidak mau bicara sampai sekarang.

Entah kenapa kedua orang tua Justine mengalami kematian tragis seperti itu. Justine ingin mencari tahu keberadaan pembunuh itu. Dan jalan satu-satunya dengan dia ikut sekolah khusus militer di negara orang kulit putih di mana Ayah dan Ibunya bekerja sebagai intelejen rahasia.

"Justine, apa kamu masih bersikeras ingin sekolah khusus militer di sana?" tanya Ronnie dengan wajah serius.

Justine menganggukkan kepalanya kemudian mengeluarkan buku notenya untuk membalas pertanyaan Ronnie.

"Aku tetap ingin sekolah di sana Paman, aku tahu hal itu tidak akan mudah untuk orang seperti aku yang tidak bisa bicara. Tapi aku yakin aku bisa melewati semua itu." ucap Justine dengan wajah terlihat sangat yakin.

Ronnie menghela nafas panjang menatap Justine tak berkedip, Justine sangat keras kepala seperti Ibunya.

"Aku sudah menceritakan keinginanmu itu pada temanku yang bisa mendaftarkan kamu di sekolah khusus militer itu. Aku tidak bisa membantu banyak, semua tetap tergantung padamu. Kamu harus bisa menyelesaikan beberapa ujian tes di sana." ucap Ronnie dengan suara berat.

Selain orang tua Justine bekerja sebagai intelejen rahasia, Ronnie juga seorang mantan Tentara yang cukup punya nama di negaranya.

Justine menganggukkan kepalanya lagi setelah mendengar ucapan Ronnie.

Justine sendiri akan berusaha sendiri menyelesaikan ujian tesnya tanpa mengandalkan nama Pamannya.

"Paman jangan cemas, aku pasti bisa lolos dengan ujian tes itu semua. Bukankah sudah bertahun-tahun Paman mengajariku tentang basic militer?" ucap Justine menunjukkan notenya pada Ronnie.

Ronnie tersenyum sedih sambil mengusap punggung Justine.

"Sekarang aku yakin, kamu bisa melewati semua itu. Aku sudah bisa melepasmu dengan semua ilmu militer yang sudah aku berikan padamu." ucap Ronnie dengan bangga.

Justine tersenyum menganggukkan kepalanya.

"Jadi, Paman tidak lagi menahanku kan? aku bisa berangkat ke sana besok pagi?" tanya Justine setelah menulis dengan cepat dan menunjukkan pada Ronnie.

Ronnie menganggukkan kepalanya dengan sangat yakin.

"Aku sendiri yang akan mengantarmu ke Bandara." ucap Ronnie seraya bangun dari duduknya dengan perasaan lega karena sudah berhasil menjadikan Justine seorang pria yang kuat dan tidak mengenal rasa takut.

"Kamu bisa menyiapkan apa yang kamu bawa Justine, aku akan menyiapkan makanan untuk makan malam kita." ucap Ronnie kemudian mendekati para pekerjanya untuk segera Istirahat.

Dengan tatapan mata yang rumit, Justine bangun dari duduknya setelah menoreh sebuah kalimat di atas tanah.

"AKU AKAN MENEMUKANMU PEMBUNUH!"

Setelah membaca tulisannya, kedua tangan terkepal Justine kemudian berjalan dengan menginjak tulisannya dan menyusul Ronnie yang sudah berada di mobil Jeepnya.

"Ayo, Justine!!! kita harus cepat pulang. Kamu harus banyak istirahat sebelum besok pagi berangkat!" ucap Ronnie sedikit berteriak pada Justine.

Tanpa bicara lagi Justine mempercepat langkahnya dan segera naik ke Jeep dengan punggung tegak.

Ronnie segera menjalankan Jeepnya kembali ke rumah dengan melewati padang rumput yang cukup luas dan sungai yang tidak terlalu dalam.

Tiba di rumah, suasana terlihat sangat sepi. Cahaya rumah tidak terlalu terang di rumah Ronnie.

Segera Ronnie dan Justine turun dari Jeep dan masuk ke dalam rumah.

"Justine cepat kamu mandi, aku akan menyiapkan makanan." ucap Ronnie sambil berjalan ke dapur.

"Drrrt...Drrrt...Drrrt"

Ponsel Ronnie berbunyi, dengan cepat Ronnie menerima panggilan Brown sahabatnya yang tinggal di negara orang kulit putih.

"Ronnie, aku sudah berhasil mendaftarkan Justine di sekolah khusus militer itu. Tapi Justine pasti akan sulit untuk bisa lulus dari sekolah itu." ucap Brown mencemaskan Justine jika di sana dia akan mendapatkan pembulian dari para seniornya. Apalagi melihat kekurangan Justine yang tidak mau bicara.

"Kamu jangan cemas Brown, aku yakin Justine bisa mengatasi semua itu. Justine sangat keras kepala seperti Ayah dan Ibunya." ucap Ronnie menenangkan Brown.

"Baiklah kalau kamu yakin Justine bisa melewatinya. Aku yang akan menjemputnya di Bandara. Kapan Justine berangkat?" tanya Brown sedikit tenang.

"Besok pagi Justine berangkat ke Bandara." ucap Ronnie merasa lega masih ada Brown yang juga peduli pada Justine.

"Oke Ron, katakan pada Justine sampai bertemu besok." ucap Brown kemudian menutup panggilannya.

Ronnie mengambil nafas lega, kemudian melanjutkan tujuannya segera memasak untuk makan malam.

Setelah cukup lama sibuk di dapur, Ronnie sudah selesai menyiapkan untuk makan malam bersama Justine.

"Kamu sudah lapar Just? ayo kita makan." Ucap Ronnie saat melihat Justine datang dengan wajah terlihat segar dan rambut yang sedikit basah.

Justine menganggukkan kepalanya kemudian duduk di kursi meja makan.

"Pamanmu Brown baru saja menghubungiku, dia yang akan menjemputmu di Bandara kota A." ucap Ronnie sambil menuangkan kopi hitam di gelas Justine.

Justine menatap Ronnie dan menjawabnya dengan bahasa isyarat karena notenya tertinggal di kamar.

"Aku senang bisa bertemu dengan Paman Brown, aku bisa meminta sedikit darah ular padanya untuk membuatku semakin kuat." ucap Justine dengan tersenyum.

"Bukankah saat kamu masih kecil sudah terlalu sering minum darah ular?" ucap Ronnie masih ingat dengan jelas saat Brown masih tinggal bersama mereka. Hampir setiap minggu mereka minum darah segala binatang yang beracun. Terutama darah dari segala jenis ular.

Justine tersenyum mendengar ucapan Ronnie tentang Brown. Pengalaman apa pun sudah Justine dapatkan dari kedua orang itu hingga membuat tubuhnya kuat dan mampu menghadapi bahaya apapun, baik bahaya itu dari manusia atau dari binatang buas sekalipun.

"Apa kamu masih ingat saat kamu bertarung dengan seekor harimau? waktu itu aku sangat mencemaskanmu tidak akan bisa mengalahkan harimau itu. Tapi di luar dugaan, dengan mudah kamu bisa mengalahkannya." ucap Ronnie dengan tersenyum masih ingat bagaimana Brown sengaja membuat harimau marah agar harimau itu mengejar Justine.

Justine kembali tersenyum sangat merindukan hari-hari yang manis dan penuh tantangan saat tinggal bersama Ronnie dan Brown di hutan untuk bersembunyi dari kejaran orang yang membunuh orang tuanya.