Chereads / Pemimpin Wanita / Chapter 4 - Membersihkan Halaman Dari Hama

Chapter 4 - Membersihkan Halaman Dari Hama

"Jiao! apa yang kau lakukan di dapur kediaman Ye ini?". Teriak Wei Lan saat melihat Jiao keluar dari dapur umum. Jiao menghentikan langkahnya setelah memandang Wei Lan yang berjalan mendekat kearahnya.

"Apa yang kau bawa ditanganmu itu? Kemarikan! biar aku lihat". Setelah melihat buntalan kain pada genggam tangan Jiao, Wei Lan menahan tangan Jiao dan merebut Buntanlan itu. "Kue? Mau kau bawah kemana makanan ini?".

Jiao tidak bisa mengatakan, dia sengaja mengambil makanan ini untuk di berikan pada nonanya.

"Tadi Jiao lapar, jadi Jiao mengambil sedikit kue dari dapur".

"Jadi kau mencuri makanan ini?".

Saat Jiao ingin menyangkal,. suara wanita mengintruksi percakapan mereka.

"Ada apa ini? Kenapa kalian membuat keributan dipintu masuk dapur?".

"Zhoe mama". Jiao terbelalak melihat wanita paruh baya yang mendekat. Dia adalah kepala pelayan yang mengurus urusan kediaman Ye. Sebenarnya dikediaman Ye ini, memiliki dua rumah tangga. Rumah tangga utama dan rumah tangga umum.

"Mohon maaf Zhoe mama. Tadi saat saya pergi kedapur, secara kebetulan saya melihat Jiao sedang mencuri beberapa makanan kering". Wei Lan buru-buru mendorong semua kesalahan pada Jiao. Dia sangat takut Zhoe mama akan marah padanya.

Jiao hanya menunduk, dia tidak bisa membela dirinya dihadapan Zhoe mama. Jika dia menyangkal tuduhan Wei Lan, maka Zhoe mama akan tahu dia mengambilkan makanan untuk nonanya lagi.

Jiao sangat takut pada Zhoe mama. Badan Jiao gemetar, . Masih terbayang hukuman cambuk yang Jiao rasakan dua bulan lalu.

"Dasar pelayan tak tau diri!! Setelah aku menghukummu, bukannya berhenti malah semakin beranii!!. Pengawal! Bawa pelayan rendahan ini dan beri hukuman 100 kali cambuk. Cepat!!". Tubuh Jiao lemas seketika. Hukuman cambuk biasanya dilakukan oleh petugas yang memiliki kekuatan spiritual. Jiao yang tidak memiliki sedikit pun spiritual dalam tubuhnya kali ini pasti akan mati.

"Baik Zhoe mama". Jiao pun diseret menuju ruang hukuman.

....

"Hei.. kau! Apa kau melihat Jiao disekitar dapur ini?". Gu Mufeng menghentikan seorang pelayan yang kebetulan berjalan didepannya. Dia telah mengelilingi dapur umum ini dan masih belum menemukan keberadaan Jiao.

"Nona Sulung! Pelayan Jiao berada di tempat hukuman, nona!".

"Kenapa dia bisa berada di sana?". 'Memangnya disana ada makanan?'.

"Pelayan itu kedapatan mencuri makanan dari dapur, nona". Hah?

Mencuri?

Dia tak salah dengarkan?.

Tanpa berkata apapun lagi, Gu Mufeng berbalik dan berjalan ketempat yang dimaksud pelayan tadi. 'Orang bodoh mana lagi yang tak bisa bedakan antara meminta dan mencuri'.

.....

CTARR

Akhkk

CTARR

Sshh...akhkk

CTARR

Hiks..ssakit...hiks...hiiks

Suara tabrakan antara benda dengan kulit menggema dalam ruangan. Diikuti suara rintihan membuat siapapun yang mendengar akan gemetar. Terlihat seorang perempuan terkelungkup diatas papan. Disebelahnya berdiri seorang laki-laki yang sedang mencambukinya.

Dalam gelapnya ruangan, samar-samar Gu Mufeng masih bisa melihat daging yang terkelupas diikuti darah yang mengalir dari tubuh perempuan itu. Amarah yang entah datang dari mana membakar hatinya, ruangan itupun seketika menjadi dingin.

"Teruskan dan setelah itu kau akan kehilangan tanganmu!". Suara diingin itupun mengintruksi dan tanpa diminta memasuki telinga setiap orang yang berada disana, menggetarkan hati siapapun yang mendengarnya. Tanpa disadari tangan laki-laki tersebut gemetar dan menjatuhkan cambuk yang dipegangnya.

"Siapa itu? Beraninya kau masuk dan mengganggu!!". Wei Lan berteriak kearah pintu masuk. Dia tidak bisa melihat orang yang berdiri di sana dikarnakan gelapnya ruangan ini.

"Cepat nyalakan cahayanya". Perintah Wei Lan. Kali ini dia benar-benar akan sial! jika saja dia tau apa yang akan menimpanya setelah ini, Wei Lan pasti akan segera kabur sebelum cahayanya dinyalakan.

Segera rentina mata Gu Mufeng menelusuri setiap wajah yang terlihat saat ruangan menjadi terang dan menandai setiap yang dia lihat dalam pikirannya.

Mengetahui Gu Mufeng yang berdiri di depannya, Wei Lan terbakar oleh amarah. Beraninya si Idiot ini mengganggu kesenangannya.

"Nona sulung, apa yang nona lakukan disini? Apakah nona tahu apa yang baru saja nona lakukan? Lebih baik nona pergi dari sini! Ini bukanlah tempat yang cocok untuk nona sulung". Cibir Wei Lan. 'jangan mengganggu kesenanganku idiot'.

Gu Mufeng berjalan kearah Jiao yang masih terkelungkup diatas papan. Dia menganggap suara Wei Lan hanyalah angin lalu. Baginya, menanggapi se-ekor anjing yang sedang menggonggong hanya akan menurunkan derajatnya.

Melihat ketidakpedulian Gu Mufeng akan peringatannya. Amarah Wei Lan semakin membakar hatinya. Dia dengan cepat memblokir jalan Gu Mufeng.

"Minggir".

"Nona jangan keterlaluan! Jika nona masih bersikeras, maka saya akan panggilkan Zhoe mama". Setelah berbicara, Wei Lan menaikkan sudut bibirnya dan dengan sombong menatap Gu Mufeng.

Zhoe mama adalah titik lemah Ye Mufeng. Dia selalu takut pada Zhoe mama dan Dia tahu sebentar lagi si idiot Ye ini akan meminta maaf padanya dan menuruti perkataannya. Namun karena Si idiot ini telah mengabaikan perintah sebelumnya, Dia harus berlutut untuk mendapatkan maaf darinya.

"Apa kau sama sekali tak diajari bahasa manusia? Aku bilang minggir idiot!!". Tatap tajam dilayangkan Gu Mufeng pada Wei Lan. Kilatan dingin melintas pada matanya. Tanpa sadar Wei Lan menggeser tubuhnya sejauh mungkin dari Gu Mufeng.

Kembali Gu Mufeng melanjutkan langkahnya setelah mengusir lalat yang menghalangi jalan.

Wei Lan masih terdiam. Dia sedang mencoba mencerna kejadian beberapa waktu lalu. Apa ada dengan si bodoh ini? Kenapa sekarang dia jadi berani?. Segera dia memerintahkan pelayanan yang berada disebelahnya untuk memanggil Zhoe mama setelah sadar dari keterkejutannya. Wei Lan sangatlah marah tapi dia tidak berani memprovokasi Ye Mufeng lagi.

Melihat Ye Mufeng yang mendekat, laki-laki yang sebelumnya mencambuki Jiao tersebut secara cepat mundur dengan ketakutan. Seakan-akan melihat malaikat maut yang akan menjemput ajalnya.

Pandangan Jiao terpaku pada nonanya. Dia sekarang yakin bahwa nonanya telah berubah. Nona sulung yang Jiao kenal adalah orang yang sombong dan tidak akan mau repot-repot untuk membela pelayan rendahan sepertinya.

"Nona". Lirihnya. Air matanya telah mengalir. Dalam hati rasa syukur dia panjatkan. Nonanya telah tumbuh dewasa. Nyonya Jingmi yang melihat dari atas pasti bangga pada nona. Setelah itu, kegelapan menyambut Jiao.

Mata Gu Mufeng menelusuri badan Jiao. Melihat penderitaan yang diterima Jiao, amarah sekali lagi membakar jiwanya. Dia akan mengembalikan seribu kali lipat atas rasa sakit yang dirasakan Jiao pada mereka.