Jogjakarta itu lebih dari sekadar kota menurutku.
—Erlangga Mahardika—
Happy reading!
💦💦💦💦
Pukul 03.00 pagi, kereta yang ditumpangi oleh Erlangga sudah berhenti di stasiun tugu Yogyakarta. Langga menoleh ke sekitar, matanya menyipit dan tangannya mengusap wajahnya begitu saja. Ia benar-benar mengantuk. Kemarin saat sebelum berangkat ke Yogyakarta, dirinya benar-benar menyelesaikan desain gambar untuk klien-nya hingga sore. Karena memang, tujuan Langga untuk ke Jogja adalah berlibur. Jadi laki-laki itu merasa tidak perlu membawa pekerjaannya, kan?
Ponsel di saku celananya bergetar. Ada beberapa pesan yang masuk. Dari Ocha, Bima, Papa dan juga Fika. Jangan tanya siapa Fika, yang jelas, Erlangga hanya menganggap gadis itu sebagai teman. Tidak lebih.
Papa
Brgkt jam berapa kamu Mas?
Hati-hati di jalan.
Tas, dompet, handphonenya juga di jaga. Jaga diri juga.
Erlangga tersenyum samar. Papa sudah banyak berubah sejak Ibu meninggal. Papa tidak pernah lagi marah-marah, Papa tidak pernah lagi membandingkan anak-anaknya, Papa sangat menyempatkan waktunya untuk berada di rumah dan bermain dengan Ocha.
Sedikit banyaknya Erlangga sudah bahagia.
Bahagia melihat keluarganya yang sekarang.
Jarinya bergerak untuk membalas pesan sang Papa dengan kekehan kecil di bibirnya.
Erlangga Mahardika
Abis magrib, Pa. Tapi keretanya berangkat abis isya.
Siap, Pa.
Papa lembur hari ini?
Erlangga mengernyit ketika mendapati sang Papa yang langsung membalas pesannya.
Papa
nggak, Mas.
Papa mau jemput Ocha di bandara, hari ini kan adik kamu pulang dr bulan madu.
Oh ya. Erlangga hampir lupa fakta itu.
Erlangga Mahardika
Papa yang jemput?
Papa
Iyaa...
Erlangga Mahardika
lho, emangnya Raffi kemana?
Papa
ada
tapi Papa kangen adik kamu, makanya papa jemput
—sedang mengetik—
Dahi Erlangga berkerut kentara. Menunggu sang Papa kembali melanjutkan kata-katanya. Lima menit terlewat, tapi Revan belum juga mengirimkan apa yang sudah dia ketika pada Erlangga. Hingga di menit ke tujuh.
Ting!
Papa
:D
Papa cari emot itu ga ketemu-ketemu, Mas. makanya lama. Maaf ya.... :D
Dan Erlangga tidak bisa untuk tidak tertawa mengetahuinya!
•||•
Begitu turun dari kereta, Erlangga sudah disuguhi pemandangan ramai khas Malioboro di depannya. Bibirnya tersungging sebuah senyuman manis. Tangannya terentang ke kanan dan ke kiri, lalu matanya terpejam. Menghirup aroma subuh di kota gudeg yang sangat ia rindukan. Ya Tuhan.
Yogyakarta tidak pernah berubah. Selalu saja menghantarkan rindu yang tidak akan habis hanya dalam satu kali ingatan.
Erlangga membuka mata, tersenyum sangat manis kepada langit Yogyakarta yang masih gelap. Dulu ketika ia SMP, ada salah satu gurunya yang pernah berkata.
"Tinggal lah di Yogyakarta, selain kota cinta, di sana adalah kota pendidikan. Disaat semua orang masih tertidur di bawah selimut, orang Yogyakarta bahkan sudah bangun dan mengawali paginya lebih dulu."
Dan benar. Erlangga menyetujui itu. Yogyakarta ini... Bukan hanya sekadar kota menurutnya. Bahkan lebih dari pada itu.
Cinta, kebahagiaan, teman, pendidikan, dan juga—masalalunya ada di sini. Masalalu yang masih Erlangga cari hingga saat ini. Kenangannya akan perempuan itu selalu membekas layaknya kertas yang ditempel di atas meja dengan lem paling kuat se-dunia.
Erlangga menengadah, semakin menatap langit kota Yogyakarta yang gelap dengan tatapan sendu.
Seberapapun kamu pergi menjauh, aku akan tetap menanti kamu, Sayangku.
•••••
—kerupuk!