Chereads / Yogyakarta in Love / Chapter 5 - YIL 04

Chapter 5 - YIL 04

Siapa bilang waktu adalah penyembuh luka?

—Erlangga Mahardika—

🔥Happy reading!🔥

•||•

Gangga

Kamu dimana, Dik?

Erlangga Mahardika

Malioboro

Ndere, Ga.

Gangga

InsyaAllah

Mengko aku rono, bar balik kerja 😁

Erlangga menyesap kopinya dan meletakan gelas berisi kopi arang yang beberapa menit lalu ia pesan. Matanya mengitari sekitar. Ramai. Pemandangan seperti ini sebenarnya sudah tidak asing lagi di mata Langga. Sejak ia kuliah, bahkan tempat ini selalu ramai. Malioboro dan keramaian adalah teman sejati yang baik.

Ah, Malioboro.

Omong-omong soal Gangga—lelaki yang tadi berbalas pesan singkat dengannya adalah salah satu temannya ketika menjadi mahasiswa dulu. Gangga yang sekarang bekerja di salah satu kantor penerbitan buku di daerah Yogyakarta, dulunya adalah seorang mahasiswa jurusan sastra Indonesia, sedangkan dirinya adalah anak arsitektur.

Mereka bertemu di PPSMB dan kebetulan langsung akrab. Langga yang notabene-nya tak suka keramaian, justru berteman sangat apik dengan Gangga yang berisik.

Tangannya mengambil satu tusuk sate usus yang ada di piringnya dan menggigitnya satu persatu. Jam masih menunjukan pukul 19.15 ketika Langga sampai di sana. Dan sekarang jam sudah bergerak nyaris setengah sembilan.

Asap rokok terlihat memenuhi sekitarannya, ada beberapa anak muda yang memang merokok di sana. Erlangga menggelengkan kepalanya pelan. Ia tidak suka bau asap rokok. Dari dulu, ketika ia masih remaja, hanya satu kali ia menyentuh rokok. Dan selebihnya tidak.

Percaya atau tidak, ketika untuk pertama kalinya Langga mencoba racun itu, tenggorokannya langsung terasa tidak enak. Ia tersedak. Hingga bersumpah bahwa ia tidak akan pernah mau berteman dengan racun berbentuk lonjong itu.

Bahunya ditepuk, kemudian, ketika ia menoleh ia mendapati sosok Gangga yang berdiri di depannya. Dengan celana chino berwarna cokelat susu dan kaus polos berwarna biru dongker. Ada jaket boomber yang melapisi kaus di dalamnya.

"Pripun kabare?" Tanya Gangga pada Erlangga.

Erlangga tersenyum, tangannya menyentuh tangan Gangga dan berpelukan layaknya sahabat lama yang baru saja bertemu.

Oh, memang. Mereka memang baru bertemu kembali setelah kelulusan 7 tahun lalu.

"Alhamdulillah, apik aku! Sampean piye?" Erlangga mengajak Gangga untuk duduk.

Gangga, dengan senyum yang masih tidak luntur dari wajahnya duduk di depan Langga. "Alhamdulillah, apik aku. Piye kerjaanmu?"

"Pegaweanku yo apik, pegawean sampeyan piye?"

Lalu, mereka terlihat larut dalam obrolan ringan. Dari membahas tentang masa kuliah mereka sampai membahas kegiatan apa saja yang kini sedang mereka jalani. Erlangga masih dengan tangan yang memegang segelas kopi, dan mata yang menyipit seiring tawanya yang meledak.

Sebelum akhirnya, matanya menangkap satu sosok perempuan dengan setelan kantor datang ke angkringan yang sama dengannya, dan sosok anak laki-laki kecil di gandengannya.

Wanita itu terlihat semakin menawan dengan setelan kerja yang membalut tubuhnya. Kakinya yang jenjang di lapisi oleh pantofel hitam yang sangat cocok di kakinya yang putih. Lalu ada tas yang ia sampirkan di lengan yang sesekali bergoyang kesana dan kemari ketika ia terus menerus mengutipi anak rambut ke belakang telinga.

"Kowe ndelok opo sih, Dik?"

Pertanyaan bernada heran itu Langga dapat dari Gangga dan membuat dirinya tersentak. Dirinya berdehem, guna menetralkan hatinya dan berusaha membuat Gangga tidak mengetahui apa yang baru saja ia lihat.

Tapi sayang seribu sayang. Terkadang harapan memang tidak sesuasi ekspetasi. Nyatanya, Gangga sudah mulai menoleh ke belakang, dan mata Gangga melebar dengan senyum yang tak kalah lebar pula.

Lalu, dengan tak tahu malu, mulut besar Gangga sudah memanggil nama wanita itu.

"Reta!"

Oh shit. Jangan lagi.

•••••

EKHEM, EKHEM!

Siap-siap cemburu kalian🤣🤣🤣

—buahmangga!