Chapter 30 - Jun

Sena memandang Azmya yang sedang tertidur di tempat tidur. Beberapa kali dia mengusap wajahnya karena tak kuasa menahan rasa sakit hatinya. Dia tahu dia sangat menginginkan Azmya tapi dia tidak mau menerima tawaran wanita yang sedang patah hati dan marah karena lelaki lain.

Dia tahu cinta seseorang juga tidak bisa dipaksakan. Dia tidak mau memaksa Azmya untuk menerima dan mencintainya. Karena itu sama saja salah satu dari mereka akan berupaya untuk pura pura bahagia. Sena tidak mau itu.

Sena menhampiri Azmya yang tertidur pulas karena kelelahan menangis. Dikecupnya kening Azmya lalu mengusap pipi Azmya dengan lembut. Setelah menatap lama wajah Azmya, Sena pun meninggalkan Azmya yang tidur seorang diri di kamar.

***

Jun POV

<<< Flashback on ...

Sudah hampir tiga bulan Jun tinggal di LA. Meskipun kebutuhan dia tinggal disini dalam rangka proyek kerja sama dengan penyanyi Amerika bernama Jerry Lex mungkin lebih tepatnya dia melarikan diri dari masalah. Kini proyek itu sudah beres. Sekarang Jun tinggal memilih. Pulang kembali ke Seoul atau ke Indonesia.

Seharusnya dia pulang ke Indonesia bukan ke sini. Tapi Jun tidak punya keberanian untuk ke sana. Di sana mungkin tidak akan ada yang berubah. Dia tidak mungkin lagi mengejar cinta Azmya.

Dia tidak bisa memaafkan dirinya yang sudah berbuat zina dengan Hyo Jin. Sebuah penyesalan yang terus menganggunya selama ini. Dia melewatkan malam pertama yang tidak dia harapkan bersama Hyo Jin. Dia memang mempunyai prinsip kalau "malam pertama" hanya untuk orang yang sudah menikah.

Budaya dan dunia keartisannya mungkin dekat sekali dengan hal itu. Bahkan semua member Seven-F sudah sering melakukannya. Tapi bagi Jun. Itu adalah hal sekali dalam seumur hidup yang tak akan ternilai berharganya. Apalagi dia melakukannya dengan wanita yang dia cintai yang menjadi istrinya.

Namun, dia sudah membuat satu kesalahan fatal. Hyo Jin sudah membuatnya bukan "perjaka" lagi, dan itu dia sesali setiap harinya. Setiap dia mengingat Azmya, dia juga mengingat kembali momen dia sadar tanpa busana di apartemen Hyo Jin.

Sedalam apa pun rindunya pada Azmya, akan berubah menjadi kesedihan jika ia ingat perbuatannya dengan Hyo Jin. Sekali lagi dia hanya lelaki yang terlalu lemah dan pengecut. Jika dulu dia segera keluar dari HV Entertainment, mungkin dia sudah bersama dengan Azmya tanpa halangan. Dan mungkin juga Hyo Jin akan tetap hidup. Memang penyesalan selalu datang terlambat.

Malam ini dia terpaku menatap langit yang bertaburan bintang sambil melamun. Berbagai macam hal membuat dirinya kadang merasa lelah. Serasa semuanya sia-sia.

Suara bunyi pesan masuk di ponselnya terus berbunyi sahut-sahutan. Jun meraih ponselnya yang dia letakkan di pinggir balkon apartemennya.

[Azmya akan bertunangan]

[Kamu dimana]

[Apa yang akan kamu lakukan]

[Kamu tidak akan menemuinya sekali saja]

Tangan Jun gemetaran saat menerima pesan itu. "Apa dia mau bertunangan?"gumam Jun merasa kecewa.

Akhirnya satu hal yang dia takuti terjadi juga. Wanita dambaannya akan menjadi pasangan orang lain. Dan rasanya sakit sekali mendengarnya. Kepalamya mulai terasa sakit.

Jun tak kuasa untuk membalas pesan dari Akira itu. Dia terlalu kesal dan membanting ponselnya ke lantai sampai hancur. Jun kemudian pergi ke kamarnya dan membantingkan badannya sendiri ke kasur.

Kedua matanya mulai mengkristal. Tak sanggup menahan, kristal itu pun jatuh meleleh di pipi. Dia pun menangis karena merasa sakit luar biasa. Dia tidak bisa membayangkan kalau Azmya menjadi milik orang lain.

Karena dengan berbaring tidak bisa mengurangi rasa sakit dan sedihnya. Jun kembali bangun dan beranjak dari tempat tidurnya. Berdiri di depan jendela kamarnya sambil menatap kosong hamparan lampu lampu malam di kota LA.

"Apakah aku masih punya kesempatan memperbaiki kesalahanku ini?" gumam Jun.

Dia kemudian teringat sesuatu. Tapi kembali dia berdecak kesal. Tadi dia sudah menghancurkan ponselnya. Jun terlihat kebingungan dan kemudian dia pun mencari laptopnya. Dengan cepat menyalakannya kemudian dia masuk ke aplikasi pemesanan tiket pesawat.

Pemesanan tiket LA-Jakarta telah berhasil. Jun kemudian mengetik email untuk seseorang.

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

Jun kemudian membeli ponsel baru. Malam ini dia akan berangkat ke Jakarta. Dia berencana akan tinggal disana beberapa waktu. Sebelumnya dia juga sudah mengirim email ke teman SMA nya dulu. Febri, sang Ketua Kelas merupakan orang yang dekat dengannya.

Dia pun memintanya mencarikan tempat tinggal di sana. Karena rumah Jun dulu tinggal dengan ibunya hanya sebuah rumah kontrakan. So pasti dia membutuhkan tempat tinggal yang bisa dia tempati. Tiket sudah, tempat tinggal tinggal menunggu balasan dari Febri.

Setelah menunggu setengah hari. Baru ada balasan email dari Febri. Dan dia menulis nomor ponselnya agar bisa lebih leluasa menghubunginya. Langsung saja Jun pun meneleponnya.

"Feb ni aku Jun."

"Kyyyaaaa. Jun. Benarkah ini Jun temen SMA ku?"terdengar suara pekikan dari Febri.

"Benar ini gue, gue masih ingat alamat email loe, karena alamat email loe hampir sama dengan gue,"jawab Jun mencoba santai.

"Whatever-lah, gue seneng denger kabar loe. Semua teman SMA di sini pada nggak nyangka kalau loe jadi idol di Korea ...."

Mereka pun panjang lebar dan mengobrol. Sampai akhirnya Febri pun memberi tahu kalau ada sebuah rumah cluster milik Manajer nya di kantor yang mau di sewakan selama setahun.

Jun langsung menyetujui untuk menyewanya. Jun pun sangat berterimakasih pada Febri. Dan merasa punya hutang budi padanya. Febri hanya menjawab kalau Jun bisa membalasnya hanya dengan sebuah makan malam saja. Jun tersenyum mendengarnya. Dan berjanji akan mentraktirnya makan malam di restoran yang Febri inginkan.

Malam harinya Jun pun terbang ke Jakarta dengan pesawat. Sepanjang jalan Jun membayangkan wajah Azmya yang sudah lama dia rindukan.

Rindu dengan cara dia menatapnya

Rindu dengan ucapan, "Jun aku suka padamu".

Rindu akan manjanya Azmya pada nya.

Rindu suaranya.

Rindu senyumnya.

Rindu suara tawanya.

Rindu matanya yang selalu genit padanya

Rindu pelukannya.

Dan juga rindu bibirnya yang -....

Keesokan harinya Jun sampai juga di Jakarta. Karena perbedaan waktu LA dan Jakarta empat belas jam. Jun sampai 6 pagi di Jakarta. Dia segera memesan taksi dan memberi nya alamat yang diberikan Febri kemarin. Sempat tapi di ruang kedatangan banyak orang yang melihat nya. Beruntung tidak ada Civil di bandara. Kalau sampai ada mungkin seisi bandara akan heboh dengan kedatangan Rjun kembali ke tanah air.

Di taksi Jun mengabari kalau dia sudah sampai di Jakarta dan langsung menuju ke rumah yang dituju.

[Oke, gue sudah kabarin yang kerja di sana.]

[Namanya Pak Slamet. Gue ngga bisa ke sana.]

[Karena gue siap siap ke kantor hari ini.]

[Sampai ketemu Jun.]

[Gue nggak sabar ketemu seorang bintang]

Jun tersenyum membaca chat dari Febri. Dia pasti akan terkejut melihatnya nanti. Jun yang dulu kutu buku, sering di bully, kini dia seorang artis terkenal. Jun juga penasaran dengan Yan, Opick dan Fadil orang-orang yang sering mem-bully nya. Bagaimana kabar mereka.

Jun menatap jalanan ibu kota Jakarta. Delapan tahun sudah dia tidak menginjakkan kakinya di sini. Rasanya seperti baru kemarin dia pergi dari sini dengan suasana duka yang mendalam. Kematian ibunya yang tragis membuat dia tidak bisa melupakannya. Dadanya sesak kalau mengingat wajah ibunya. Di saat saat terakhirnya Jun tidak sempat berada di sisinya.

Terisak-isak Jun mengingat wajah ibunya. Dia rindu ibunya. Terlalu rindu dan rasanya sakit karena rindunya tidak bisa dia uraikan karena ibunya sudah tiada.

"Pak supir maaf, tujuannya di rubah pak, saya mau ke makam orangtua saya dulu,"isak Jun menahan sesak rindunya.

"Oh ... baik pak. Ke arah mana nih?"tanya supir taksinya.

"Ke arah Tangcity pak!"jawab Jun.

Dia ingin mengunjungi makam kedua orangtuanya. Ibunya dan juga ayahnya. Jun mengusap-usap wajahmu yang banjir air mata. Dadanya terasa sakit menahan kesedihannya selama ini yang dia pendam dan tahan. Meratapi nasib kedua orangtuanya yang malang. Andaikata mereka masih hidup.

Apakah nasib nya yang seperti ini bisa berubah? Meskipun dia bukan Rjun yang terkenal, tapi cuma Jun biasa. Mungkinkah kesempatan dapat bahagia dengan orang orang yang dia sayangi bisa dia rasakan.

****

Jun merasa heran karena kedua makam orangtuanya tampak bersih dan terawat. Dan ada beberapa taburan bunga yang masih tersisa. Padahal setahu Jun, mereka tidak punya sanak saudara. Ayah dan ibunya sama sama yatim piatu dan anak panti. Jadi Jun merasa heran jika kedua makam itu tampak rapi dan terawat. Siapa yang sudah merawatnya.

Karena penasaran Jun pun bertanya ke pihak pengelola tempat pemakaman itu. Siapa yang sudah merawat makam kedua orangtuanya. Jika pun yang merawat dan membersihkanya adalah pihak pengelola TPU. Sudah pasti ada biaya yang harus dikeluarkan dan siapa yang sudah bertanggung jawab.

Seorang bapak bapak berusia lima puluh tahunan yang merupakan penjaga TPU itu pun memberikan jawaban.

"Sudah mau dua tahun ini ada seseorang nona muda datang ziarah ke makam itu. Dan dia memberikan sejumlah uang agar kedua makam itu senantiasa bersih dan terawat," jawab Pak Jaja namanya.

"Siapa dia pak?" tanya Jun penasaran.

"Saya lupa Nak namanya, pertama kali nona itu datang bersama Pak Tito, guru SMA Cendekia. Setelah itu dua atau tiga kali kesini sendirian. Terakhir kali dia memberikan kami uang sepuluh juta untuk biaya perawatan kedua makam dan meminta kami setiap seminggu sekali untuk menaburkan bunga. Setelah itu dia belum kesini lagi," cerita Pak Jaja panjang lebar.

"Kenapa bapak bisa lupa namanya?"sesal Jun.

Siapa yang sudah dermawan dan perhatian pada kedua makam orang tuanya. Pasti itu salah satu teman SMA nya karena dia datang bersama dengan Pak Tito, wali kelasnya dulu.

Haruskah dia menemui Pak Tito dan bertanya.

Jun pun berterimakasih pada Pak Jaja yang sudah memberinya informasi. Setelah pamit Jun pun kembali ke mobil taksinya yang sudah dia carter seharian.

"Sekarang kita kemana lagi pak?"tanya supir taksi.

"Antar saya ke Danau C pak!" pinta Jun. Dia ingin sekali pergi ke sana. Tempat yang mempunyai kenangan manis.

Tiba di sana. Jun kaget melihat plang besar tertulis kalau area itu akan dibangun kawasan perumahan elite.

Jun pun menyusuri tempat itu sambil memutar kembali memorinya bersama Azmya dulu. Sampai di tepi danau. Jun merasa rindunya semakin menggebu. Dia ingin Azmya sekarang disini dan mengulang kembali masa itu.

Tapi bagaimana caranya agar Azmya datang kemari. Haruskah aku meminta nomor ponsel Azmya pada Akira. Tapi tidak mungkin juga Azmya mau datang kemari kalau pun di minta olehnya. Dia kan mau bertunangan. Tapi dia kan pulang ke Indonesia karena dia ingin bertemu dengannya.

Kalau dia meminta Azmya ke sini. Dia takut Azmya menolak. Mungkin saja Azmya sudah tidak peduli lagi padanya.

Tiba-tiba dia punya sebuah ide. Semoga ini berhasil. Kalau Azmya bisa datang ke sini. Itu bukti kalau Azmya masih mempunyai rasa untuknya.

Cekrreekkk..

Jun memotret danau itu dan mempostingnya ke akun IG nya. Berharap Akira atau Azmya melihatnya. Kalau Akira melihatnya pasti dia akan memberi tahu Azmya.

Jun pun tersenyum penuh harap. Semoga Azmya datang ke mari. Karena kalau Azmya datang itu tandanya dia masih menyimpan cintanya untuk dirinya.

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

Sudah sejam lebih Jun menunggu di tepi danau. Bertaruh dengan hatinya sendiri. Datang, tidak datang, datang, tidak datang. Jun menghitung perkiraan dan peluang Azmya datang ke tempat ini.

Terdengar nada dering panggilan. Jun pun mengambil ponsel nya di saku kemejanya.

Ternyata Febri yang meneleponnya.

"Loe dimana?"tanya Febri.

"Gue di danau dekat Taman X."

"Oh oke, gue dalam perjalanan pulang dari kantor, gue kesana nyusul," ucap Febri.

"Eh loe gak usah---."

Telepon keburu dimatikan. Tadinya Jun mau melarang Febri datang ke sini. Tapi sudah terlanjur dia menutup teleponnya.

Tak apalah. Biar Febri datang ke mari. Sekalian saja dia mau mengajaknya pergi ke rumah Pak Tito. Sudah lama dia ingin bertemu wali kelasnya yang baik hati itu. Sehingga dia bisa dipertemukan dengan penyelamatnya dulu di Korea yang sudah menjadi ayah angkatnya sekarang.

Kembali Jun menatap danau, melihat pantulan langit di permukaan danau. Kembali tenggelam dalam lamunannya sendiri.

"Juuuuuuuun."

Sebuah panggilan membuat hatinya berdebar. Apakah dia Azmya. Jun pun membalikkan tubuhnya. Ternyata bukan. Febri yang datang berlari dan langsung memeluknya. Jun pun tersenyum membalas pelukan Febri.

Setelah beberapa lama dia memeluk. Jun melihat wajah Febri. Mereka saling menatap dan seperti tak percaya akan pertemuan mereka.

"Loe makin ganteng Jun, pasti loe banyak ceweknya," ucap Febri sambil menabrakkan bahunya ke bahu Jun.

Jun pun tertawa menanggapi pujian Febri.

"Loe tambah dewasa aja, loe punya anak berapa sekarang?"canda Jun.

"Enak aja loe ngomong, gue belum laku tahu,"jawab Febri sambil mengerucutkan mulutnya. Membuat Jun semakin keras tertawanya melihatnya. Dari dulu dia suka cara Febri kalau sedang kesal.

"Kenapa belum laku, standar loe terlalu tinggi kali?"kata Jun asal.

"Bukan karena standar gue tinggi, gue nunggu loe keles, gue dari dulu suka sama loe. Tapi loe nya aja yang gak peka." Febri sangat to the point pada Jun.

Membuat Jun sedikit terhenyak mendengar pengakuan Febri. Melihat Jun yang tidak berkata apa apa. Febri memberanikan diri mengecup bibir Jun. Jun yang kaget tiba tiba Febri mengecup bibirnya sampai-sampai dia terdiam seperti patung.

Febri melepaskan kecupannya dan tersenyum pada Jun. Jun hanya salah tingkah di buatnya.

"Jun, kenapa diam?"tanya Febri.

"Oh, gue, gue udah suka sama seseorang dari dulu,"jawab Jun.

"Apa dia cewek yang sama, atau bukan lagi?"tanya Febri.

"Masih dia kok," jawab Jun.

Febri membelalakkan matanya mendengar itu.

"Gila, udah sepuluh tahun loe gak bisa move on dari dia?"tanya Febri tak percaya.

"Ya."

"Bener-bener gila ya cinta loe sama dia." Febri menepuk bahu Jun.

"Maaf, gue tadi nyium loe, habisnya --gue...."

"Nggak apa-apa, lupain. Ayo kita pergi dari sini, udah mulai gelap di sini kayak nya mau hujan,"ajak Jun.

Mereka pun berdua meninggalkan danau itu. Hanya saja hati Jun sekarang merasa sakit. Harapannya pupus. Azmya benar benar tidak datang. Dia mungkin sudah memutuskan untuk melupakannya.

"Jun, kamu duluan saja ke mobil. Koper kamu pindahin saja ke mobilku, aku mau ke toilet dulu," kata Febri sambil memberikan kunci mobilnya.

Jun pun memindahkan kopernya ke dalam mobil Febri. Setelah sebelumnya membayar sewa taksinya. Jun menunggu di dalam mobil Febri. Namun Febri ternyata belum kembali juga.

Jun keluar dari mobilnya. Hendak menyusul dan mencari Febri. Baru beberapa langkah Jun berhenti melangkah. Dia seakan tak percaya apa yang ada di hadapannya.

"Azmya," lirih Jun. Dia tersenyum melihatnya ada disini. Dia sangat senang rupanya Azmya akhirnya datang ke tempat ini.

Namun dia melihat Azmya memundurkan langkahnya ketika dia melihatnya. Dan dia bersembunyi di balik punggung seorang laki laki yang gagah, tampan dan berwibawa.

"Siapa kamu?".

"Aku calon suaminya, Sena."

Seperti disambar dengan petir yang berlipat lipat arus listriknya. Jun merasa hatinya seperti terbelah.

"Apa itu benar?"tanya Jun setengah berteriak.

"Ayo pergi!"Sena menarik tangan Azmya.

"Dia sudah cukup terluka dan menangis karena."

Jun mengakui dan sedih mendengarnya kalau Azmya terlalu banyak menderita karenanya.

Saat mereka hendak melewatinya Jun berkata. Kalau Azmya terpancing datang karena postingannya di IG. Tapi jawaban lelaki itu malah semakin membuatnya sakit dan terluka.

"Kamu salah bro,. kita kesini bukan karena itu, kamu lihat plang besar itu. Kita hanya sedang ngecek lokasi ini. Perusahaanku akan membuat kawasan real estate disini," ucap Sena.

"Jadi kamu pancing dia supaya dia melihat kamu bermesraan dan berciuman dengan seorang gadis."

Jun lebih terkejut mendengarnya. Berarti Azmya tadi sempat melihatnya dengan Febri. Astaga, dia pasti salah paham.

Jun bingung harus berkata apa. Dia tidak bisa menjelaskannya sekarang. Mereka tidak mungkin percaya. Jun hanya menyesali kenapa selalu ada kesalahpahaman seperti ini.

>>> Flashback Off....

Jun hanya terdiam saat Febri berbicara. Mereka sedang di cafe untuk makan malam. Namun sepertinya Jun nampak tidak berselera.

***Bersambung....

Catatan Author :

Maaf Author kurang begitu hapal dengan daerah kota Tangerang. Jadi danau itu adalah danau fiksi .

Takutnya ada orang Tangerang yang protes. Masalah nya danau ini cukup memiliki peranan penting dari keseluruhan cerita ini.

Jangan lupa Like Komen Vote nya ya!